1. Surga itu apa?
Kitab Suci menyebut surga sebagai tempat kediaman Allah (1Raj 8:30; Mzm 2:4; Mrk 11:25; Mat 5:16; Luk 11:15; Why 21:2), tempat kediaman para malaikat (Kej 21:17; Luk 2:15; Ibr 12:22; Why 1:4), tempat kediaman Kristus (Mrk 16:19; Kis 1:9-11; Ef 4:10; Ibr 4:14), dan tempat kediaman orang-orang kudus (Mrk 10:21; Flp 3:20; Ibr 12:22-24). Kitab Suci memakai gambaran-gambaran yang dapat ditangkap oleh manusia dengan pengalaman hidupnya untuk menunjukkan kebahagiaan surgawi, antara lain digambarkan sebagai Firdaus yang baru, kenisah surgawi, Yerusalem baru, tanah air sejati, Kerajaan Allah. Terlihat bahwa surga lebih banyak digambarkan sebagai sebuah ”tempat”.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) lebih menekankan gambaran surga sebagai suatu kondisi kehidupan yang serba sempurna jika dibandingkan dengan kehidupan manusia di dunia. Surga adalah persekutuan kehidupan abadi yang bahagia, sempurna dan penuh cinta bersama Allah Tritunggal Mahakudus, bersama Perawan Maria, para malaikat dan orang kudus. Surga merupakan keadaan bahagia sempurna, tertinggi dan definitif yang merupakan tujuan terakhir menjadi kerinduan terdalam manusia (KGK 1024).
Seperti apakah surga yang senyatanya? Rupanya sulit bagi kita untuk menggambarkannya sekarang. Kita hidup dalam ketidaksempurnaan, sedangkan gambaran surga memuat unsur-unsur yang serba sempurna: damai sempurna, kasih sempurna, terang yang sempruna, kemuliaan dan kebahagiaan sempurna, persatuan sempurna dengan Allah dan para kudusnya dalam kehidupan kekal. Santo Paulus mengatakan dalam 1Kor 2:9: ”Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pemah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul dalam hati manusia: semuanya itu disediakan oleh Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (bdk. KGK 1027).
2. Apa arti hidup di dalam surga?
”Hidup di dalam surga berarti ’ada bersama Kristus’. Kaum terpilih hidup ’di dalam Dia’, mempertahankan, atau lebih baik dikatakan, menemukan identitasnya yang sebenarnya, namanya sendiri” (KGK 1025).
3. Siapakah yang boleh masuk surga?
Yang boleh masuk surga adalah orang yang mati dalam rahmat dan persahabatan dengan Allah dan disucikan sepenuhnya. Mereka akan hidup bersama dengan Kristus selama-lamanya dan diperkenankan memandang Allah dalam keadaan yang sebenarnya (1Yoh 3:2) dari muka ke muka (KGK 1023). Memandang Allah dalam kemuliaan surgawi-Nya biasa disebut sebagai ”pandangan yang membahagiakan” (Visio beatifica). Paus Benediktus XII mewakili pendapat Gereja Katolik menyatakan: ”Kami mendefinisikan, berkat wewenang apostolik, bahwa menurut penetapan Allah yang umum, jiwa-jiwa semua orang kudus … dan umat beriman yang lain, yang mati sesudah menerima Pembaptisan suci Kristus, kalau mereka memang tidak memerlukan suatu penyucian ketika mereka mati, … atau, kalaupun ada sesuatu yang harus disucikan atau akan disucikan, ketika mereka disucikan setelah mati, … sudah sebelum mereka mengenakan kembali tubuhnya dan sebelum pengadilan umum, sesudah Kenaikan Tuhan, dan
Penyelamat kita Yesus Kristus ke surga sudah berada dan akan berada di surga, dalam Kerajaan surga dan firdaus surgawi bersama Kristus, sudah bergabung pada persekutuan para malaikat yang kudus, dan sesudah penderitaan dan kematian Tuhan kita Yesus Kristus, jiwa-jiwa ini sudah melihat dan sungguh melihat hakikat ilahi dengan suatu pandangan langsung, dan bahkan dari muka ke muka, tanpa perantaraan makhluk apa pun” (Benediktus XII: OS 1000; bdk. LG 49).
Penyelamat kita Yesus Kristus ke surga sudah berada dan akan berada di surga, dalam Kerajaan surga dan firdaus surgawi bersama Kristus, sudah bergabung pada persekutuan para malaikat yang kudus, dan sesudah penderitaan dan kematian Tuhan kita Yesus Kristus, jiwa-jiwa ini sudah melihat dan sungguh melihat hakikat ilahi dengan suatu pandangan langsung, dan bahkan dari muka ke muka, tanpa perantaraan makhluk apa pun” (Benediktus XII: OS 1000; bdk. LG 49).
4. Persekutuan para kudus itu apa?
Persekutuan para kudus (bhs. Latin: communio sanctorum) adalah persekutuan dari seluruh anggota Gereja yang masih hidup di dunia ini dengan mereka yang sudah berada di surga maupun yang masih di api penyucian. Dengan demikian anggota dari persekutuan para kudus ada tiga kelompok, yaitu: mereka yang masih ada di dunia, mereka yang sedang mengalami penyucian, dan mereka yang sudah mengalami kebahagiaan surgawi (KGK 1475). Persekutuan ini dipersatukan sebagai Tubuh Mistik Kristus.
Anggota Gereja yang masih hidup di dunia bersama-sama saling membantu dalam mengupayakan kesucian hidup, melakukan pekerjaan-pekerjaan baik dan mengakui iman yang sama. Anggota Gereja yang masih di dunia ini menyatakan kesatuannya dengan para kudus di surga dengan cara menghormati mereka, memohon pertolongan dan doa doa mereka, meneladan keutamaan hidup dan kekudusan mereka. Kesatuan dengan dengan jiwa-jiwa di api penyucian ditunjukkan oleh Gereja dengan mendoakan mereka dan melakukan perbuatan silih serta perbuatan baik demi keselamatan mereka. Para kudus di surga tetap ada dalam kesatuan dengan umat manusia yang sedang berjuang menguduskan diri di dunia ini maupun di api penyucian.
5. Apa kata Konsili Vatikan II tentang jasa para kudus di surga bagi kita di dunia ini?
Konsili Vatikan II dalam konstitusi dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium art. 49) mengatakan bahwa persatuan antara kita yang masih berada di dunia dengan para kudus di surga tidak terputus bahkan semakin diteguhkan. Mereka yang telah bersatu dengan Kristus membantu penyempurnaan hidup para anggota Gereja di dunia, menjadi perantara doa bagi kita. Sebagai saudara dalam Kristus, para kudus di surga membantu kita yang masih ada dalam kelemahan.
6. Apakah peranan Yesus Kristus dalam membawa manusia beriman untuk masuk surga?
Yesus mengalami kematian dan kebangkitan bukan untuk diri-Nya sendiri tetapi demi seluruh umat manusia. Dengan kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus telah ”membuka” pintu surga bagi kita. Karunia hidup surgawi bagi umat manusia adalah buah penebusan Kristus. Dia mengundang semua umat manusia yang percaya dan setia pada-Nya untuk mengambil bagian dalam kemuliaan surgawi, di mana semuanya hidup bersatu dalam kebahagiaan dan kehidupan sejati dengan Dia (KGK 1026). Dengan demikian, peran Yesus Kristus yang telah wafat dan bangkit adalah sebagai penyelamat sekaligus sebagai pengantara keselamatan bagi seluruh umat manusia.
7. Api penyucian itu apa?
Dalam bahasa Latin, api penyucian disebut purgatorium, artinya pembersihan. Sebenarnya bahasa resmi Gereja tidak menyebutnya sebagai api, tetapi hanya penyucian saja, artinya tahap terakhir dalam proses pemurnian sebelum masuk surga. Dalam KGK 1030 dikatakan bahwa ”Api penyucian” adalah keadaan yang harus dialami oleh orang yang mati dalam rahmat dan persahabatan dengan Allah namun belum secara sepenuhnya disucikan. Keselamatan abadi sudah jelas baginya, namun dia harus menjalani penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu agar diperkenankan masuk ke dalam kebahagiaan surgawi. Dengan demikian Api penyucian bukanlah tempat antara surga dan neraka, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai proses untuk masuk surga. Santo Gregorius Agung mengatakan:
”Kita harus percaya bahwa sebelum pengadilan masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa, kalau seseorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, ’di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak’ (Mat 12:32). Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat diampuni di dunia ini, beberapa dosa yang lain diampuni di dunia lain” (Gregorius Agung, dial. 4,39). Bapa-Bapa Gereja lainnya yang menulis tentang proses pemurnian sesudah kematian dan perlunya mendoakan orang yang sudah meninggal adalah: St. Klemens dari Aleksandria (150-215), Origenes (185-254), S. Yohanes Krisostomus (347-407), Tertulianus (160-225), St. Cyprianus (meninggal th 258), St. Agustinus dari Hippo (354-430). Dari banyaknya tulisan para Bapa Gereja, terbukti bahwa keyakinan akan adanya api penyucian sudah dimiliki dan diajarkan oleh Gereja Katolik sejak abad-abad pertama.
8. Siapakah yang akan masuk ke api penyucian?
Yang harus masuk api penyucian adalah mereka yang belum siap masuk surga karena masih mempunyai banyak cacat-cela dan akibat-akibat dosanya masih melekat. Mereka adalah orang yang mati dalam rahmat dan persahabatan dengan Allah namun belum secara sepenuhnya disucikan. Mereka bukanlah calon penghuni neraka, karena mereka yang sudah positif dan definitif masuk neraka tidak perlu mengalami api penyucian. Bagi orang yang masuk neraka tidak ada lagi harapan untuk mendapatkan keselamatan. Lain dengan mereka yang harus mengalami proses pemurnian di api penyucian. Sudah lama Gereja mengajarkan adanya api penyucian. Namun, rumusan secara resmi baru dinyatakan dalam konsili di Florence (1439-1445) dan Trente (1545-1563). Lalu berapa lama jiwa-jiwa harus berada di api penyucian? Sulit menjawab pertanyaan ini, karena keadaan di api penyucian tidak dapat dihitung menurut ukuran waktu kita di dunia ini.
9. Apa dasar Kitab Suci tentang api penyucian atau purgatorium?
2Mak 12:38-45:
Yudas mengumpulkan bala tentaranya dan pergilah ia ke kota Adulam. Mereka tiba pada hari yang ketujuh. Maka mereka menyucikan diri menurut adat dan merayakan hari Sabat di situ. Pada hari berikutnya waktu hal itu menjadi perlu pergilah anak buah Yudas untuk membawa pulang jenazah orang-orang yang gugur dengan maksud untuk bersama dengan kaum kerabat mereka mengebumikan jenazah-jenazah itu di pekuburan nenek moyang. Astaga, pada tiap-tiap orang yang mati itu mereka temukan di bawah jubahnya sebuah jimat dari berhala-berhala kota Yamnia. Dan ini dilarang bagi orang-orang Yahudi oleh hukum Taurat. Maka menjadi jelaslah bagi semua orang mengapa orang-orang itu gugur. Lalu semua memuliakan tindakan Tuhan, Hakim yang adil, yang menyatakan apa yang tersembunyi. Mereka pun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu. Kemudian dikumpulkannya uang di tengah-tengah pasukan. Lebih kurang dua ribu dirham perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati. Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.
1Kor 3:11-15:
Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu. Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.
(Dapat dilihat juga Mat 5:25-26; 12:31-32 yang secara tidak langsung menyebut adanya api penyucian)
10. Apakah jiwa-jiwa di api penyucian perlu didoakan?
Jelas bahwa jiwa-jiwa di api penyucian amat membutuhkan doa-doa kita yang masih hidup di dunia ini. Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang mati dan membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi untuk mereka, supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan.
Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi dan karya penitensi demi orang-orang mati (KGK 1032). Jiwa-jiwa di api penyucian akan dapat ditolong doa-doa, amal atau silih yang kita lakukan demi mereka, dan belas kasih Allah. Santo Yohanes Krisostomus mengatakan: ”Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Ka1au anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh Kurban yang dibawakan oleh bapanya, bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka”. Konsili Lyons II (1274) dan Konsili Florence (1438-1445) mengajarkan dengan jelas tentang proses pemurnian setelah kematian dan perlunya doa serta karya saleh yang dipersembahkan untuk keselamatan mereka.
11. Indulgensi itu apa?
Indulgensi adalah penghapusan dari hukuman sementara yang disebabkan oleh dosa yang sudah disesali dan diampuni. Selama hidup di dunia, ada dosa-dosa yang sudah disesali dan diampuni, namun masih ada hukuman yang harus ditanggung di api penyucian. Indulgensi diperoleh dari Tuhan dengan kewenangan yang diberikan kepada Gereja berkat tindakan amal saleh dan doa-doa tertentu yang dilakukan oleh orang yang masih hidup bagi jiwa-jiwa di api penyucian. Hak dan kewenangan untuk memberi indulgensi pada dasarnya dipegang oleh Tahta Suci. Paus Paulus VI (1967) menegaskan kembali ajaran mengenai indulgensi ini dalam Konstitusi Apostolik Indulgentiarum Doctrina.
Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 992 dikatakan: ”Indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah hukumanhukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi persyaratan tertentu yang digariskan dan dirumuskan, diperoleh dengan pertolongan Gereja yang sebagai pelayan keselamatan secara otoritatif membebaskan dan menerapkan harta pemulihan Kristus dan para kudus.”
12. Neraka itu apa?
Neraka adalah keadaan pengucilan diri secara definitif dari persekutuan dengan Allah dan dengan para kudus in (KGK 1033). Penderitaan neraka yang paling buruk adalah perpisahan abadi dengan Allah (KGK 1035). Penderitaan jiwa-jiwa di neraka akan berlangsung selama-lamanya. Kitab Suci memakai gambaran simbolik tentang neraka, yaitu bagaikan ”perapian yang menyala-nyala”, ”api yang tak terpadamkan” (gehenna). Tradisi Gereja menyebut neraka sebagai tempat atau keadaan di mana setan-setan dan para pendosa yang tidak bertobat menderita untuk selama-lamanya (DS 1002). Paham mengenai neraka saat ini lebih menekankan segi keterpisahan secara definitif dari perseklutuan dengan Allah, yang berlangsung selamalamanya. Dalam arti inilah kehidupan dalam neraka merupakan suatu penderitaan. Gereja mengajarkan bahwa ada neraka dan bahwa neraka itu berlangsung untuk selama-lamanya.
13. Siapakah yang masuk neraka?
Mereka yang masuk neraka adalah orang yang dengan sukarela memutuskan untuk tidak mencintai Allah, mereka yang berada dosa berat tanpa menyesalinya, tidak mau menerima belaskasih Allah, tidak mau mengasihi sesama lebih-lebih kaum lemah, mengingkari Tuhan dengan sukarela. KGK 1035 menyatakan: ”Jiwa orang-orang yang mati dalam keadaan dosa berat, masuk langsung sesudah kematian ke dunia orang mati, di mana mereka mengalami siksa neraka, ”api abadi”. Penderitaan neraka yang paling buruk adalah perpisahan abadi dengan Allah; hanya di dalam Dia manusia dapat menemukan kehidupan dan kebahagiaan, karena untuk itulah ia diciptakan dan itulah yang ia rindukan.” Namun demikian, Tuhan tidak pernah menentukan lebih dahulu siapakah yang akan masuk neraka. Penderitaan di neraka berpangkal dari suatu pilihan bebas. Tidak ada seorang pun ditentukan lebih dahulu oleh Tuhan supaya masuk ke dalam neraka; hanya pengingkaran secara sukarela terhadap Tuhan (dosa
berat), di mana orang bertahan sampai akhir, mengantarnya ke sana (KGK 1037).
berat), di mana orang bertahan sampai akhir, mengantarnya ke sana (KGK 1037).
14. Apa maksud Gereja dengan pengajaran tentang neraka?
Gereja mengajarkan adanya neraka dengan maksud untuk memperingatkan umat Katolik agar mempergunakan kebebasannya secara bertanggungjawab dalam hubungannya dengan nasib abadinya di saat nanti (KGK 1036). Bukan maksud Gereja untuk menakutnakuti, tetapi tujuannya adalah untuk mengajak orang Katolik agar bertobat. Konsili Vatikan II mengajarkan: ”Karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya (saat Tuhan memanggil kita), atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus-menerus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja, kita bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada mereka yang diberkati, dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas, diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal, ke dalam kegelapan di luar, tempat ’ratapan dan kertakan gigi ” (LG 48).
SINGKATAN
KGK : Katekismus Gereja Katolik
KHK : Kitab Hukum Kanonik
LG : Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis dari Konsili Vatikan II tentang Gereja)
DS : Denzinger (Compendium Ajaran Gereja Katolik)
KGK : Katekismus Gereja Katolik
KHK : Kitab Hukum Kanonik
LG : Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis dari Konsili Vatikan II tentang Gereja)
DS : Denzinger (Compendium Ajaran Gereja Katolik)
SUMBER POKOK
Alkitab dalam bahasa Indonesia Katekismus Gereja Katolik, diterbitkan oleh Ende tahun 1998, atas nama Waligereja Regio Nusa Tenggara.
Kitab Hukum Kanonik, KWI 2006.
Dokumen Konsili Vatikan II, Penerbit Obor, Jakarta 1998, terjemahan oleh R. Hardawiyana, SJ.
Alkitab dalam bahasa Indonesia Katekismus Gereja Katolik, diterbitkan oleh Ende tahun 1998, atas nama Waligereja Regio Nusa Tenggara.
Kitab Hukum Kanonik, KWI 2006.
Dokumen Konsili Vatikan II, Penerbit Obor, Jakarta 1998, terjemahan oleh R. Hardawiyana, SJ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar