oleh: P. William P. Saunders *
Mengapa Maria digelari sebagai “mediatrix”?
~ seorang pembaca di Lorton
Konsili Vatikan Kedua mempersembahkan bab kedelapan dari “Konstitusi Dogmatis tentang Gereja” mengenai “Santa Perawan Maria Bunda Allah Dalam Misteri Kristus dan Gereja.” Karena Kristus terus melanjutkan karya dan misi penyelamatan-Nya melalui tubuh-Nya, yaitu Gereja, maka para bapa konsili, secara istimewa di bawah bimbingan Paus Paulus VI, memutuskan bahwa sungguh amat tepat menyampaikan peran Bunda Maria di sini sebab “ia dianugerahi kurnia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus” (LG 53). Seluruh Gereja menghormati Maria sebagai anggota Gereja yang mahaunggul dan sangat khusus, dan sebagai teladan dalam iman, harapan dan kasih.
Berdasarkan hal tersebut, Konsili Vatikan II sekali lagi mengulangi gelar-gelar Maria sebagai pengacara (advocata), pembantu (ajutrix), penolong (auxiliatrix), dan perantara (mediatrix) (LG 62). Menurut definisi dasarnya, seorang perantara adalah seorang yang bertindak sebagai penengah antara dua pihak yang berbeda. Seringkali, seorang perantara membantu melerai perbedaan-perbedaan dan membawa pihak-pihak tersebut ke dalam saling pengertian.
Dengan memeriksa keterangan-keterangan mengenai Bunda Maria dalam Kitab Suci, kita akan mendapati peran sebagai “perantara” ini. Bunda Maria, disapa oleh Malaikat Agung Gabriel sebagai yang penuh rahmat di hadapan Tuhan, dan terpuji di antara wanita, mengandung dari kuasa Roh Kudus dan melahirkan Yesus Kristus; melalui “perantaraannya” Yesus masuk ke dalam dunia ini - sungguh Allah yang menjelma menjadi sungguh manusia. Dalam ayat-ayat Kitab Suci di mana ia disebutkan, Bunda Maria senantiasa menghadirkan Kristus kepada orang-orang lain: para gembala, para Majus, nabi Simeon dan pada pesta perkawinan di Kana. Bunda Maria berdiri di kaki salib, ambil bagian dalam sengsara Kristus, dan pada saat itulah Ia memberikan Bunda-Nya kepada kita sebagai Bunda kita dengan mengatakan kepada St. Yohanes, “Inilah ibumu” (Yoh 19:27). Dan akhirnya, Maria ada bersama para rasul pada saat Pentakosta; ia - yang melahirkan Yesus ke dalam dunia ini - ada di sana pada saat kelahiran Gereja. Di akhir hidupnya, Maria diangkat jiwa dan badannya ke surga, yang merupakan kepenuhan janji akan kehidupan kekal bagi jiwa dan badan yang dijanjikan kepada semua orang percaya. “Kosntitusi Dogmatik tentang Gereja” menggambarkan hidupnya dengan baik dengan menyatakan, “ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan karya Juru Selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa” (LG 61).
Dalam merefleksikan peran Maria sebagai Mediatrix, mukjizat yang terjadi dalam pesta perkawinan di Kana sungguh memainkan peran penting (bdk Yoh 2:1-12). Di sini, Maria sebagai seorang ibu menjadi perantara atas nama pasangan yang menikah, yang pestanya dapat berubah menjadi aib karena kekurangan anggur. Meskipun kepentingan yang demikian tampak kecil bagi keseluruhan rencana Injil, Maria datang sebagai penolong atas kebutuhan-kebutuhan manusia, membawanya, seperti diajarkan oleh Paus Yohanes Paulus II, “ke dalam lingkup tugas Kristus sebagai mesias dan kekuatan penyelamatan-Nya.” (Redemptoris Mater 21). Walaupun saatnya belum tiba bagi Kristus untuk melakukan mukjizat pertama-Nya, pada akhirnya Yesus mengubah kerangka waktu ilahi dan melakukannya juga karena kasih-Nya yang tulus kepada Bunda-Nya, Maria. Pikirkan betapa dahsyat kuasa doa-doa Bunda Maria! Bapa Suci kita menyimpulkan, “Jadi dalam hal itu ada suatu kepengantaraan: Maria menempatkan diri antara Puteranya dan umat manusia dalam situasi kekurangan, kebutuhan dan derita mereka. Dia menempatkan diri 'di tengah-tengah', yaitu dia berlaku sebagai perantara tidak sebagai orang luar, melainkan dalam kedudukannya sebagai seorang ibu. Maria sadar, bahwa sebagai ibu, dia dapat menyampaikan kepada Sang Putera, kebutuhan manusia dan bahkan, dia 'berhak' untuk berbuat demikian. Bahwa Maria berdiri di tengah antara Kristus dan manusia dengan demikian mengandung sifat sebagai pengantara: Maria 'menjadi perantara' bagi manusia. Dan itu belum semuanya: Sebagai seorang ibu ia juga menginginkan agar kekuasaan Puteranya sebagai mesias dinyatakan, yaitu kuasa penyelamatan-Nya, yang dimaksudkan untuk menolong manusia dalam kemalangannya, membebaskannya dari yang jahat, yang dalam berbagai bentuk dan taraf membebani hidup manusia.”(Redemptoris Mater No. 22).
Sebab itu, kita dapat memandang Maria sebagai Mediatrix dalam tiga pengertian: Pertama, sebagai bunda penebus, Maria adalah perantara melalui mana Putra Allah masuk ke dalam dunia ini demi menyelamatkan kita dari dosa.
Kedua, dengan kesaksian imannya sendiri dan dengan menghadirkan Kristus kepada yang lain, Maria membantu mendamaikan para pendosa dengan Putranya. Bunda Maria, tanpa dosa, namun demikian memahami sengsara yang diakibatkan dosa, terus-menerus memanggil para pendosa kepada Putranya. Melalui teladannya, ia mendorong kita semua kepada iman, harapan dan kasih yang Tuhan kehendaki kita miliki.
Dan akhirnya, karena ia diangkat ke surga dan karena perannya sebagai bunda bagi kita semua, Bunda Maria berdoa bagi kita, bertindak sebagai perantara atas nama kita seperti yang dulu dilakukannya di Kana, mohon pada Kristus untuk melimpahkan rahmat atas kita seturut kehendak-Nya.
Tetapi, gelar dan peran Mediatrix ini, sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kristus yang tunggal itu (LG 60). Pengantaraan Kristus itu yang terutama, mencukupi Diri-Nya Sendiri, dan mutlak diperlukan bagi keselamatan kita, sementara perantaraan Bunda Maria sifatnya sekunder dan sepenuhnya tergantung pada Kristus. Konsili Vatikan menyatakan, “Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: 'Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia' (1 Tim 2:5-6). Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kristus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya. Sebab segala pengaruh Santa Perawan yang menyelamatkan manusia tidak berasal dari suatu keharusan objektif, melainkan dari kebaikan ilahi, pun dari kelimpahan pahala Kristus. Pengaruh itu bertumpu pada pengantaraan-Nya, sama sekali tergantung dari padanya, dan menimba segala kekuatannya dari padanya.” (LG 60). Bahkan dalam pesta perkawinan di Kana, Maria mengatakan kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan-Nya kepadamu, buatlah itu!” karena ia tahu apa pun yang Kristus hendak lakukan pastilah baik dan benar adanya; Bunda Maria mengucapkan kata-kata yang sama kepada kita sekarang ini.
Marilah mohon dengan sangat bantuan doa Bunda Maria. Semoga teladannya mendorong kita untuk senantiasa berjuang agar penuh rahmat, mohon pengampunan atas dosa serta menghadirkan Kristus kepada sesama melalui perkataan dan perbuatan kita. Dengan demikian, kita pun juga boleh menjadi serupa perantara, membawa orang-orang kepada Kristus melalui kesaksian hidup kita sendiri.
* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College in Alexandria and pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls.
sumber : “Straight Answers: Mary as Mediatrix” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2001 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar