Rabu, 06 Oktober 2010

Catatan Para Kudus




    St. Agustinus: Kita adalah orang-orang Paskah, dan Alleluia adalah madah kita!


“Tuhan menghendaki kita memadahkan alleluia dan memadahkannya dengan sepenuh hati, tanpa nada-nada sumbang sang pelantun madah. Marilah kita memadahkan alleluia dengan suara kita dan dengan hati kita, dengan bibir kita dan dengan hidup kita. Inilah alleluia yang menyukakan hati Tuhan.


Oh, betapa bahagianya alleluia di surga! Di sini, kita memadahkan alleluia, tetapi kita memadahkannya dalam kecemasan dan kesedihan. Di surga, kita akan memadahkannya dalam damai! Di sini, kita memadahkannya dalam pencobaan dan ancaman bahaya, dalam perjuangan dan derita. Di sana, kita akan akan memadahkannya dalam sejahtera dan dalam persekutuan sejati. Oh, betapa bahagianya alleluia di surga! Di mana tidak akan ada lagi, baik penderitaan maupun perselisihan, di mana tidak akan ada lagi permusuhan, di mana bahkan para sahabat tak akan berpisah lagi. Di sana, kita akan memadahkan alleluia dan juga di sini, kita memadahkan alleluia, tetapi di sini kita memadahkannya dengan pikiran yang sibuk, di sana dalam damai sejahtera, di sini sebagai makhluk fana, di sana sebagai makhluk abadi; di sini dalam pengharapan, di sana telah beroleh apa yang dirindukan; di sini alleluia dalam ziarah, di sana alleluia di tanah air abadi.


Bermadahlah seperti seorang peziarah: bermadah dan berjalan! Bukan untuk bermalas-malasan, melainkan membangun kekuatan. Bermadahlah dan berjalanlah! Jika engkau berjalan, majulah dalam perbuatan-perbuatan baik, majulah dalam iman yang teguh, majulah dalam hidup murni tanpa sesat, tanpa jatuh kembali dalam kebiasaan lama, tanpa berhenti. Bermadahlah dan berjalanlah!”


    St. Alfonsus Maria de Liguori : Refleksi Inkarnasi


“Seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita.” Yes 9:5


Renungkanlah, setelah berabad-abad lamanya, setelah begitu banyak doa dan keluh-kesah, Mesias, yang para bapa bangsa dan para nabi yang kudus tak layak melihat-Nya, yang dinantikan bangsa-bangsa, “kerinduan bukit-bukit abadi,” Juruselamat kita, telah datang; Ia telah lahir dan memberikan Diri-Nya sepenuhnya bagi kita: “seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita.”


Putra Allah telah menjadikan Diri-Nya kecil, agar kita menjadi besar.
Ia telah memberikan Diri-Nya kepada kita, agar kita memberikan diri kepada-Nya.
Ia datang untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita, agar kita menanggapi dengan mengasihi-Nya.


Sebab itu, marilah menyambut-Nya dengan kasih mesra. Marilah kita mengasihi-Nya dan menjadikan-Nya penolong dalam segala kebutuhan kita.


“Seorang anak mudah memberi,” kata St Bernardus; anak-anak dengan sukahati memberikan segala sesuatu yang diminta dari mereka. Yesus datang ke dalam dunia sebagai seorang anak guna menunjukkan bahwa Ia sukahati dan rela memberikan kita segalanya! anugerah-anugerah terbaik: “Bapa telah menyerahkan segala sesuatu ke dalam tangan-Nya.”


Jika kita merindukan terang, Ia datang untuk menerangi kita.
Jika kita merindukan kekuatan melawan musuh-musuh kita, Ia datang untuk memberi kita pertolongan.
Jika kita merindukan pengampunan dan keselamatan, Ia datang untuk mengampuni dan menyelamatkan kita.


Jika, singkat kata, kita mendambakan anugerah tertinggi dari kasih Ilahi, Ia datang untuk menyalakan hati kita dengannya; dan, di atas segalanya, demi tujuan ini, Ia telah menjadi seorang anak, dan memilih untuk memperlihatkan kepada kita bahwa Diri-Nya pantas mendapatkan kasih kita, karena Ia miskin dan bersahaja, demi melenyapkan segala ketakutan kita dan mendapatkan kasih sayang kita.


“Jadi,” kata St Petrus Chrysologus, “Ia datang hendak menghalau rasa takut kita dan mendapatkan kasih kita.” Dan Yesus memilih untuk datang sebagai seorang anak kecil agar kita mengasihi-Nya, bukan hanya dengan rasa syukur, tetapi bahkan dengan kasih mesra.


Semua bayi menggugah kasih sayang mereka yang memandangnya; tetapi siapakah gerangan yang tak hendak mengasihi, dengan segenap kasih sayang yang mampu mereka berikan, Tuhan yang mereka lihat sebagai seorang bayi kecil, yang membutuhkan air susu untuk mengenyangkan-Nya, yang menggigil kedinginan, yang miskin papa, yang hina dina, yang terabaikan, yang menangis dalam palungan, dan yang terbaring di atas jerami?


Hal inilah yang membuat St Fransiskus terkasih berseru, “Marilah kita mengasihi kanak-kanak Betlehem, marilah kita mengasihi kanak-kanak Betlehem. Marilah, jiwa-jiwa, kasihilah Tuhan yang telah menjadi seorang anak, yang miskin, yang begitu menawan, dan yang telah turun dari surga untuk memberikan Diri-Nya Sendiri.


    St. Bernardus dari Clairvaux: “Jadikan Dirimu Betlehem”


Renungkan… bahwa di Betlehem di tanah Yudea, Yesus dilahirkan; dan renungkan bagaimana kamu juga dapat menjadikan dirimu suatu Betlehem di tanah Yudea, sehingga Ia tidak enggan dilahirkan di dalam engkau. Betlehem artinya “rumah roti”, Yudea artinya “pengakuan”. Sebab itu, jika kamu mengisi jiwamu dengan santapan Sabda Tuhan; jika dengan setia, walaupun tak layak, dan dengan segala sembah sujud terbaik yang mampu kamu lakukan, kamu menerima roti yang datang dari surga dan yang memberi hidup kepada dunia, yaitu, tubuh Yesus Kristus, agar daging kebangkitan yang telah dimuliakan dapat memperbaharui serta memperkuat kantong anggur tua yang adalah tubuhmu, yang dengan diperbaharui akan mampu menyimpan anggur di dalamnya; jika pada akhirnya, kamu hidup menurut imanmu dan kamu tidak pernah harus mengakui dengan bercucuran air mata bahwa kamu lalai menyantap rotimu; maka kamu akan menjadi Betlehem, sungguh layak menerima Kristus dalam dirimu. Hanya saja, perhatikan juga bahwa Yudea, pengakuan, tidak engkau abaikan. Semoga Yudea, menjadi sarana yang memurnikan engkau; mempercantik dirimu dengan pengakuan dan kebenaran, inilah jubah yang paling menyenangkan Kristus dalam diri mereka yang melayani Dia. Sang Rasul menasehatkan dua hal ini kepadamu: “Dengan hati,” katanya, “kita percaya akan kebenaran; tetapi dengan mulut, pengakuan dinyatakan demi keselamatan.” Kebenaran dalam hatimu sama pentingnya dengan roti dalam rumahmu. Kebenaran sama seperti roti, karena “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.”


   St. Hildegard dari Bingen (1098 - 1179): “Penjelasan tentang Allah Tritunggal Mahakudus”


Seperti nyala api mempunyai tiga daya kekuatan, demikian juga Allah yang tunggal dalam Tiga Pribadi. Bagaimana caranya? Dalam nyala api selalu terdapat cahaya yang dapat menyinari, kekuatan dari dalam yang dapat mengembangkan, dan panas dengan suhu tinggi yang dapat membakar. Perhatikan cahaya yang indah, yaitu Bapa yang dalam kasih-Nya menyampaikan sinar cahaya-Nya kepada kaum beriman. Dalam daya kekuatan dari nyala api yang indah itu, di mana nyala api itu memperlihatkan kekuatannya, itulah Putera, yang mengambil daging dari seorang Perawan, di mana Tuhan Allah menyampaikan mukjizat-mukjizat-Nya. Dan dalam suhu panas, itulah Roh Kudus, dengan sangat halus menyalakan hati dan akal budi kaum beriman….


Oleh karena itu, seperti halnya dalam suatu nyala api dapat dibedakan adanya tiga daya kekuatan, demikian juga dalam Allah yang tunggal dapat dibedakan adanya Tiga Pribadi.


Sumber: “Saat-saat Hening Bersama Hildegard dan Para Wanita Mistik”


   St. Karolus Borromeus: “Masa Adven”


Saudara-saudara terkasih, sekarang inilah saat yang tepat, yang dinyatakan oleh Roh Kudus, hari keselamatan, damai dan rekonsiliasi: Masa Adven yang agung. Inilah saat yang dengan penuh harap dinanti-nantikan oleh para bapa bangsa dan para nabi, saat yang pada akhirnya Simeon yang kudus bersukacita melihatnya. Inilah masa yang senantiasa dirayakan Gereja dengan kekhidmatan khusus. Kita pun sepantasnya senantiasa merayakannya dengan iman dan kasih, dengan melambungkan puji-pujian dan ucapan syukur kepada Bapa atas belas kasihan dan cinta yang telah dinyatakan-Nya kepada kita dalam misteri ini. Dalam kasih-Nya yang tak terbatas bagi kita, meskipun kita orang-orang berdosa, Ia mengutus Putra Tunggal-Nya untuk membebaskan kita dari kuasa setan, untuk menghantar kita ke surga, untuk menyambut kita dalam istirahat yang paling dalam, untuk menunjukkan kepada kita kebenaran itu sendiri, untuk melatih kita dalam melakukan yang benar, untuk menanamkan dalam diri kita benih-benih keutamaan, untuk memperkaya kita dengan harta pusaka rahmat-Nya dan menjadikan kita anak-anak Allah dan ahli waris kehidupan kekal.


Setiap tahun, sementara Gereja mengenangkan misteri ini, kita didorong untuk memperbaharui kenangan akan kasih luar biasa yang telah Tuhan nyatakan kepada kita. Masa yang kudus ini mengajarkan kepada kita bahwa kedatangan Kristus bukan hanya untuk kepentingan orang-orang sejamannya; kuasa-Nya masih tetap dinyatakan kepada kita semua. Kita akan ambil bagian dalam kuasa-Nya, jika, melalui iman dan sakramen-sakramen yang kudus, kita membuka diri untuk menerima rahmat yang telah Kristus perolehkan bagi kita, dan hidup oleh rahmat itu dan dalam ketaatan kepada Kristus.


Gereja meminta kita untuk memahami bahwa Kristus, yang dulu datang dalam daging, akan datang kembali. Jika kita menyingkirkan segala rintangan yang menghalangi kehadiran-Nya, maka Ia akan datang, setiap jam dan setiap saat, untuk tinggal secara rohani dalam hati kita, dan bersama kedatangan-Nya Ia membawa kekayaan rahmat-Nya.


Dalam perhatiannya atas keselamatan kita, Bunda Gereja terkasih menggunakan masa yang kudus ini untuk mengajar kita melalui puji-pujian, kidung dan bentuk-bentuk ungkapan lainnya, baik vokal ataupun ritual, yang digunakan oleh Roh Kudus. Gereja menunjukkan betapa kita patut bersyukur atas rahmat yang begitu luar biasa, dan bagaimana memperoleh manfaat darinya: pantaslah kita mempersiapkan hati kita begitu rupa bagi kedatangan Kristus, seakan-akan Ia masih akan datang ke dalam dunia ini. Pelajaran yang sama diberikan kepada kita agar kita teladani melalui kata maupun teladan para kudus dari Perjanjian Lama.


   St. Leo Agung: “Masa Prapaskah”, Sermo 6 de Quadragesima


Sahabat-sahabat terkasih, setiap saat bumi penuh dengan belas kasih Tuhan, dan alam raya sendiri merupakan suatu pengajaran bagi segenap umat beriman dalam menyembah Tuhan. Langit, laut serta segala isinya memberi kesaksian atas kebaikan dan kemahakuasaan Penciptanya; dan semarak keindahan dari kekuatan alam semesta sementara mereka mentaati perintah Penciptanya merupakan suatu ungkapan yang serasi atas ucapan syukurnya.


Dengan datangnya kembali masa yang ditandai secara istimewa oleh misteri penebusan kita, dan sementara hari-hari menghantar kita menyongsong Hari Raya Paskah, kita dipanggil secara lebih mendesak untuk mempersiapkan diri dengan pemurnian roh.


Makna istimewa dari perayaan Paskah adalah ini: segenap Gereja bersukacita atas pengampunan dosa. Gereja bersukacita atas pengampunan dosa, bukan saja atas mereka yang saat itu dilahirkan kembali dalam pembaptisan yang kudus, melainkan juga atas mereka yang telah diangkat sebagai anak-anak Allah.


Pada awalnya, manusia diperbaharui dengan kelahiran kembali dalam pembaptisan. Namun demikian, masih diperlukan pembaharuan setiap hari guna memperbaiki kelemahan-kelemahan dari kodrat fana kita, dan entah berapa jauh tingkat kemajuan yang telah dicapai, tak seorang pun diharapkan untuk tidak lebih maju. Sebab itu, semuanya harus berjuang untuk memastikan bahwa pada hari penebusan, tak seorang pun didapati ada dalam dosa-dosa dari manusia lamanya.


Sahabat-sahabat terkasih, apa yang harus dilakukan umat Kristiani sepanjang waktu, sekarang harus dilakukan dengan perhatian dan pembaktian diri yang lebih besar, sehingga puasa Masa Prapaskah yang diserukan oleh para rasul dapat digenapi, bukan hanya dengan berpantang makanan, melainkan, lebih dari segalanya, dengan penolakan terhadap dosa.


Tak ada praktek yang lebih bermanfaat yang dapat dilakukan seiring dengan puasa rohani yang kudus, selain dari tindakan amal kasih. Tercakup dalam tindakan belas kasih ini, begitu banyak karya-karya bakti diri yang mengagumkan, sehingga maksud-maksud baik dari segenap umat beriman dapat sama nilainya, sekalipun sarana mereka tidak sama. Kasih yang kita miliki bagi Tuhan maupun sesama haruslah senantiasa bebas dari segala bentuk hambatan yang menghalangi kita dari maksud baik. Para malaikat bernyanyi: Kemuliaan kepada Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai di bumi kepada orang yang berkenan kepadanya. Orang yang memberikan cinta dan belas kasihan kepada mereka yang dalam kemalangan, diberkati Tuhan, bukan hanya dengan keutamaan kehendak baik, melainkan juga dengan karunia damai.


Karya belas kasih sungguh tak terhitung banyaknya. Keanekaragamannya mendatangkan keuntungan bagi mereka yang adalah umat Kristiani sejati, bahwa dalam hal amal kasih, bukan hanya mereka yang kaya dan berlimpah, melainkan juga mereka yang dari kalangan menengah maupun kalangan miskin dapat pula ambil bagian di dalamnya. Mereka yang tidak sama dalam hal kemampuan memberi, dapat sama dalam hal mengasihi dari lubuk hati mereka.


   St. Maximilianus Maria Kolbe: “Bunda Maria Perantara Rahmat”


“Ada dua macam perantara. Pertama adalah ia yang merenerima suatu pemberian dari orang lain, tetapi untuk suatu maksud tertentu; jadi ia yang menerima pemberian itu bukanlah pemilik, melainkan haruslah ia mempergunakan pemberian tersebut sedemikian rupa seperti yang diharapkan daripadanya. Kedua adalah ia yang menerima pemberian yang sama, tetapi untuk dijadikan hak miliknya sendiri dan dengan demikian ia mempunyai hak untuk mempergunakannya menurut kehendaknya.


Bunda Maria adalah perantara kategori yang kedua, ia menerima berlimpah rahmat dari Tuhan. Ia bukannya serupa seorang pengantar pos. Ia tidak menerima rahmat-rahmat dari Tuhan untuk suatu maksud yang telah ditetapkan agar dipergunakannya untuk suatu kepentingan tertentu. Perawan Tak Bercela menerima berlimpah rahmat dari Bapa untuk dijadikan miliknya sendiri dan ia membagi-bagikan rahmat yang diterimanya itu kepada kita menurut kehendaknya, kepada siapa yang dikehendakinya, dan sebanyak yang dikehendakinya, oleh sebab rahmat-rahmat tersebut adalah miliknya. Di sini, pada akhirnya, kita dapat memahami betapa kudus dan betapa agung Allah telah menjadikan Bunda-Nya yang Terkudus, dan betapa kita harus menghormatinya.”


    B. Teresa dari Calcutta: “Kerendahan Hati”


Kerendahan hati Kristus memang sangat indah. Kerendahan hati-Nya dapat kita lihat di palungan, saat pelarian ke Mesir, pada kehidupan yang tersamar, pada ketidakmampuan-Nya membuat orang-orang mengerti akan ajaran-Nya, pengkhianatan rasul-Nya, kebencian orang-orang Yahudi dan segala penderitaan-Nya. Sampai sekarang Ia tetap merendahkan diri-Nya dalam rupa roti dalam Tabernakel, dalam sekeping roti, begitu kecil, hingga dapat dipegang Imam dengan dua jari!


Semakin banyak kita mengosongkan diri kita, semakin luas ruangan yang kita berikan kepada Allah untuk diisi. Janganlah kita merasa bangga atau senang dipuji dalam karya kita. Karya itu adalah karya Allah. Bekerjalah bagi Yesus dan Yesus akan bekerja bersamamu, berdoalah dengan Yesus, dan Yesus akan berdoa melaluimu. Semakin engkau melupakan diri, Yesus akan semakin memikirkanmu. Semakin engkau menyangkal dan melepaskan diri, semakin engkau terikat pada Yesus.


    St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus: “Pendidikan Anak”


Sebelum saya berpisah dari dunia, Allah memberi saya suatu hiburan untuk melihat dari dekat ke dalam jiwa anak-anak! Sepanjang hari saya sibuk dengan mereka dan mengalami kegembiraan besar melihat betapa polosnya mereka percaya akan semua kata-kata saya. Pasti benih keutamaan ilahi telah dalam tertanam dalam jiwa-jiwa muda ini oleh Sakramen Permandian, sebab orang dapat menyaksikan hal itu pada tahun-tahun pertama masa kanak-kanak. Bila saya ingin agar keduanya sabar satu sama lain, maka ganti menjanjikan barang-barang permainan atau permen bagi siapa yang bersedia mengalah, saya mengatakan tentang balasan abadi yang akan diberikan Yesus kepada anak-anak yang berkelakuan baik. Yang tertua, yang pengertiannya mulai berkembang, memandang saya dengan mata bersinar-sinar penuh bahagia. Dia mengajukan sejumlah pertanyaan yang lucu-lucu tentang Kanak-kanak Yesus dan tentang Surga yang indah, dan dengan penuh semangat berjanji kepada saya untuk selalu mengalah terhadap adiknya! Dia mengatakan bahwa selama hidupnya dia tak akan pernah melupakan apa yang dikatakan kepadanya oleh “Nona Besar”, demikianlah mereka menyebut saya.


Ketika saya lebih dekat lagi memperhatikan jiwa-jiwa yang tak berdosa ini, saya lalu mengerti, betapa sedih jadinya bila selama masa pertumbuhannya mereka tidak dididik dengan baik, sebab di masa itu mereka amat halus, sehingga orang dapat mencapkan pada mereka kebiasaan-kebiasaan yang baik, tetapi juga yang buruk. Saya jadi mengerti akan apa yang dikatakan Yesus dalam Injil, “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.” Ah, betapa banyak jiwa bisa mencapai kekudusan, bila dibimbing dengan baik!


Saya tahu bahwa Allah yang baik tidak membutuhkan seorang pun agar karya-Nya terlaksana, tetapi sebagaimana Ia mengijinkan seorang tukang kebun memelihara tanaman yang halus dan langka, dan untuk itu Ia memberikan kepada tukang kebun itu pengetahuan yang dibutuhkan sementara Ia memberikan kesuburan, demikian pula Yesus juga mau dibantu dalam hal mendidik jiwa-jiwa. Apakah yang terjadi bila seorang tukang kebun yang kurang cakap tidak mencangkokkan pohonnya dengan baik? Bila dia tidak mengenal sifat khas setiap pohon, lalu ingin memelihara mawar-mawar pada pohon persik? Dia mematikan pohon yang sebenarnya baik dan mampu menghasilkan buah. Demikianlah, sejak masa kecil kita harus memperhatikan apa yang diminta Allah yang baik dari jiwa-jiwa serta memajukan karya rahmat, tanpa mendahuluinya ataupun melambatkannya.
Seperti burung-burung belajar menyanyi dengan mendengarkan orangtua mereka, demikian pula anak-anak belajar pengetahuan tentang kebajikan-kebajikan, nyanyian Cinta Ilahi yang luhur dari para pendidik mereka.
dikutip dari: “Otobiografi St. Theresia dari Lisieux: Aku Percaya Akan Cinta kasih Allah”


    St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus: “Doa Rosario”


Dengan malu saya akui ini - doa Rosario meminta lebih banyak usaha dari saya daripada perbuatan tapa yang lain…. Saya merasa bahwa saya berdoa tidak dengan baik. Meskipun saya berusaha untuk merenungkan rahasia-rahasia Rosario, saya tidak berhasil memusatkan pikiran saya…. Lama saya merasa sedih karena kekurangan saya ini dan saya sangat heran akan hal ini karena saya sebenarnya sangat mencintai Perawan Tersuci, sehingga seharusnya mudah bagi saya mendaraskan doa-doa pujian kepadanya. Kini, saya tidak terlalu sedih lagi, sebab Ratu Surga adalah Bundaku dan saya kira ia tentu melihat kemauan baikku lalu merasa puas dengan itu. Kadang-kadang, bila kekeringan besar meliputi saya sehingga tidak satu pikiran pun timbul dan mendorong kepada persatuan dengan Allah yang baik, maka dengan amat perlahan-lahan saya mendoakan Bapa Kami disusul Salam Maria. Doa ini mengharukan hati saya, sungguh menghidupkan lebih daripada bila saya seratus kali mendaraskannya tanpa berpikir.


Perawan Suci menunjukkan bahwa ia tidak marah pada saya. Tak pernah ia lalai melindungi saya bila saya mohon kepadanya. Bila ada sesuatu yang mencemaskan saya, atau ada suatu kesulitan, maka segera saya mengarahkan hati kepadanya. Dan sebagai seorang Ibu yang terkasih di antara segala ibu, ia menyelenggarakan kepentingan saya. Betapa sering terjadi saya memohon bantuannya, bila saya sedang berbicara dengan para novis, lalu saya pun mengalami kasih keibuannya.
dikutip dari: “Otobiografi St. Theresia dari Lisieux: Aku Percaya Akan Cinta kasih Allah”


    St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus: “Lift Menuju Kekudusan”


Saya senantiasa rindu menjadi orang kudus. Namun sayang, bila saya membandingkan diri saya dengan para kudus, maka saya senantiasa berpendapat bahwa antara mereka dan saya terdapat perbedaan laksana sebuah gunung yang tinggi menjulang, yang puncaknya menghilang di angkasa, dengan sebutir pasir yang tersembunyi, yang diinjak-injak kaki orang yang berjalan lewat.


Daripada berputusasa karenanya, saya berkata kepada diri saya: “Allah yang baik tidak mungkin memberikan suatu keinginan yang tidak dapat terpenuhi! Meskipun aku hina, aku boleh merindukan kekudusan. Aku tidak dapat menjadi besar, itu tak mungkin, aku harus menanggung diriku dengan segala ketidaksempurnaannya. Namun, aku mau menemukan suatu cara untuk menuju ke surga, melalui sebuah jalan yang kecil, langsung, dan sangat pendek, sebuah jalan yang sama sekali baru.”


Kita hidup dalam jaman penemuan. Sekarang kita tidak perlu perpayah-payah menaiki anak-anak tangga. Di rumah orang-orang kaya, tangga diganti dengan lift. Saya juga mau menemukan sebuah lift yang akan mengangkat saya menuju Yesus, sebab saya terlalu kecil untuk menaiki tangga kesempurnaan. Lalu saya mencari dalam buku-buku kudus keterangan tentang lift yang sangat ingin saya miliki itu. Maka saya membaca kata-kata kebijaksanaan ini yang keluar dari mulut Kebijaksanaan Abadi: “Siapa yang sangat kecil, biarlah ia datang kepadaKu.”


Maka saya pun datang, sebab saya pikir saya telah menemukan apa yang saya cari. Dan karena saya ingin tahu, O Allahku, apa yang akan Kaubuat dengan “yang terkecil”, yang mau mengikuti panggilanMu, saya meneruskan pencarianku dan, amboi! Inilah yang saya temukan: “Bagaikan seorang ibu yang menghibur anaknya, demikianlah Aku akan menghibur kamu. Aku akan meletakkan kamu di atas ribaanku dan membelai kamu di atas pangkuanKu”. Ah, tak pernah ada perkataan yang begitu manis, begitu merdu, yang menggembirakan jiwaku. Lift yang akan mengangkat saya ke surga adalah tanganMu, ya Yesus! Untuk itu saya tak perlu menjadi besar, sebaliknya, saya harus tetap kecil, saya harus semakin menjadi kecil. Allahku, Engkau telah melampaui keinginanku dan aku mau menyanyikan Kerahiman-Mu! “Engkau telah mengajar aku sejak masa mudaku, dan sampai kini aku menceriterakan keajaiban-keajaibanMu, dan akan terus kuwartakan sampai umur tuaku!”
dikutip dari: “Otobiografi St. Theresia dari Lisieux: Aku Percaya Akan Cinta kasih Allah”


    St. Yohanes Bosco: “Pendidikan Anak”


Don Bosco dan Anak-Anak“Anak-anakku, selama pengalamanku yang panjang, seringkali aku harus diyakinkan oleh kebenaran penting ini. Adalah lebih mudah menjadi marah daripada menguasai diri, dan mengancam anak daripada membujuknya. Ya, sungguh, adalah lebih tepat jika kita gigih menghukum diri sendiri atas ketidaksabaran dan kesombongan kita daripada berusaha memperbaiki anak-anak itu. Kita harus tegas, tetapi lemah lembut, serta sabar terhadap mereka.


Janganlah seorang mendapati kalian dikuasai oleh ketidaksabaran atau kekerasan hati. Memanglah sulit bersikap lembut ketika memberikan teguran, tetapi hal ini haruslah dilakukan apabila kita hendak menjauhkan diri dari sikap sewenang-wenang atau melampiaskan amarah kita.


Mari menganggap anak-anak yang ada di bawah bimbingan kita sebagai anak-anak kita sendiri. Mari menempatkan diri kita untuk melayani mereka. Mari merasa malu jika kita dikuasai sikap sok kuasa. Mari tidak menguasai mereka kecuali dengan maksud demi kebaikan mereka.  


Inilah cara yang digunakan Yesus terhadap para rasul-Nya. Ia sabar terhadap kedegilan hati mereka, kekasaran mereka, dan bahkan ketidaksetiaan mereka. Ia memperlakukan orang-orang berdosa dengan kelemahlembutan dan kasih sayang hingga sebagian dari mereka tergoncang, sebagian lain merasa malu, sementara bagi yang lainnya timbul harapan akan belas kasihan Tuhan. Begitu jugalah Ia menghendaki agar kita lemah lembut dan rendah hati.”


   Yohanes Henry Newman, Kardinal: “Yesus Anak Domba Allah”


Lihatlah Anak Domba Allah, lihatlah Ia yang menghapus dosa-dosa dunia. Demikian seruan St. Yohanes Pembaptis ketika ia melihat Kristus datang kepadanya. Dengan demikian, ia menyerukan gelar dengan mana Kristus dikenal sejak awal mula. Seperti Habel menyatakan iman kepada-Nya dengan mempersembahkan anak sulung dari kambing dombanya. Abraham, sebagai ganti puteranya Ishak yang diselamatkan Tuhan, mempersembahkan kurban yang serupa. Bangsa Israel diperintahkan untuk mempersembahkan kurban satu kali dalam setahun, pada waktu Paskah, seekor anak domba - seekor anak domba bagi setiap keluarga, anak domba yang tanpa cela - untuk disantap seluruhnya, semuanya kecuali darahnya, yang disapukan, sebagai perlindungan, pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu rumah-rumah mereka. Nabi Yesaya berbicara tentang Kristus dengan mempergunakan gambaran yang sama: “seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya” (Yes 53:7); dan semuanya ini karena “dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; … oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes 53:5). Serupa dengan itu, St Yohanes Penginjil yang kudus, dalam penglihatan Wahyu, berkata tentang Dia: “aku melihat … berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih” (Why 5:6), dan kemudian ia melihat “tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak Domba itu, ….  Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: `… Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa'” (Why 5:8-9)…. “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” (Why 5:12).


Itulah dia Yesus Kristus, yang ketika kegelapan, dosa, pelanggaran dan kesengsaraan meliputi dunia, datang dari surga, mengenakan kodrat kita atas DiriNya, dan menumpahkan DarahNya yang Mahasuci di atas Salib demi segenap umat manusia.


   St. Yohanes Krisostomus: “Lima Cara Tobat Sejati”


Apakah engkau ingin aku menyebutkan juga cara-cara tobat sejati? Ada banyak cara dan variasi, dan semuanya menghantarmu ke surga.


Cara tobat pertama adalah menggugat dosa-dosamu sendiri: Jadilah yang pertama mengakui dosa-dosamu, maka engkau akan dibenarkan. Karena alasan ini juga, pemazmur menulis: “aku berkata: `Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,' dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.” Sebab itu, engkau juga patut mengakui dosa-dosamu sendiri; hal itu akan menjadikan cukup alasan bagi Tuhan untuk mengampunimu, sebab orang yang menggugat dosa-dosanya sendiri lebih lambat dalam melakukan dosa-dosa itu lagi. Bangkitkanlah nuranimu untuk menggugatmu dalam rumahmu sendiri, agar ia tidak menjadi pendakwamu di hadapan tahta pengadilan Tuhan.


Jadi, itu adalah suatu cara tobat yang sangat baik. Cara tobat yang lain, yang tak kalah pentingnya, adalah mengenyahkan dari benak kita rasa sakit yang diakibatkan oleh para musuh kita, agar kita dapat menguasai amarah kita, dan agar kita dapat mengampuni kesalahan sesama hamba dosa terhadap kita. Maka, dosa-dosa kita terhadap Tuhan juga akan diampuni. Dengan demikian, engkau mendapatkan suatu cara untuk menebus dosa-dosamu: Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.


Apakah engkau ingin tahu cara yang ketiga? Cara yang ketiga menyangkut doa yang tekun, sungguh dan keluar dari dalam lubuk hati.


Jika engkau ingin mendengar yang keempat, aku akan menyebutkan amal kasih, yang sungguh besar kuasanya dan luas jangkauannya.


Jika, terlebih lagi, orang hidup bersahaja dan rendah hati, tak kurang dari hal-hal yang telah aku sebutkan di atas, maka dosa-dosa diampuni. Bukti akan hal ini adalah pemungut cukai yang tak ada perbuatan baiknya yang pantas disebutkan, tetapi ia justru mempersembahkan kerendahan hatinya dan dibebaskan dari beban dosa yang berat.


Demikianlah, telah aku tunjukkan kepadamu lima cara tobat sejati: menggugat dosa-dosamu sendiri, mengampuni kesalahan sesama yang bersalah kepada kita, doa, amal kasih dan kerendahan hati.


Jadi, janganlah engkau berpangku tangan, melainkan berjalanlah setiap hari di kelima jalan di atas; kelima cara tersebut mudah dilakukan dan kalian tak dapat berdalih kalian tak mampu. Sebab, meskipun engkau hidup berkekurangan, engkau senantiasa dapat memadamkan amarahmu, rendah hati, berdoa dengan tekun dan menggugat dosa-dosamu sendiri; kemiskinan bukanlah halangan. Kemiskinan bukanlah suatu rintangan dalam melaksanakan perintah Tuhan, meskipun ketika hal itu sampai pada cara tobat yang berhubungan dengan memberikan uang (amal kasih, maksudku). Janda miskin itu membuktikannya ketika ia memasukkan dua pesernya ke dalam kotak!


Sekarang, setelah kita tahu bagaimana menyembuhkan luka-luka kita ini, marilah kita menggunakan obatnya. Lalu, ketika kita telah memperoleh kembali kesehatan kita yang sempurna, kita dapat datang ke meja perjamuan yang kudus dengan penuh keyakinan, pergi dengan gemilang menghadap Kristus, raja kemuliaan, dan memperoleh berkat-berkat abadi melalui rahmat, belas kasihan dan kebaikan hati Yesus Kristus, Tuhan kita.


   Yohanes Paulus II, Paus : “Manusia Dikuduskan oleh Roh Kudus”


1. Tindakan Yesus “menghembusi” para Rasul untuk memberikan Roh Kudus kepada mereka (bdk. Yoh 20:21-22), mengingatkan kita akan penciptaan manusia, seperti dikisahkan dalam Kitab Kejadian ketika Tuhan Allah “menghembuskan nafas hidup” (Kej 2:7). Roh Kudus adalah “nafas” yang dihembuskan oleh Ia yang Bangkit, untuk memberikan hidup baru bagi Gereja yang diwakili oleh para murid pertama. Tanda paling nyata dari hidup baru ini adalah kuasa untuk mengampuni dosa. Sesungguhnya Yesus berkata: “Terimalah Roh Kudus.  Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni” (Yoh 20:22-23). Di mana “Roh Kekudusan” (Rom 1:4) dicurahkan, apapun yang berlawanan dengan kekudusan, seumpama dosa, dimusnahkan. Seturut perkataan Yesus, Roh Kudus adalah Ia yang “akan menginsafkan dunia akan dosa” (Yoh 16:8). Roh Kudus menyadarkan kita akan dosa, tetapi pada saat yang sama Ia Sendiri yang mengampuni dosa. Mengenai hal ini St. Thomas mengatakan, “Karena Roh Kudus yang membangun persahabatan kita dengan Tuhan, adalah normal bagi Tuhan untuk mengampuni dosa melalui Dia” (Contr. Gent., IV, 21, 11).


2. Roh Tuhan tidak hanya menghapus dosa, tetapi juga menyempurnakan pengudusan dan pengilahian manusia. St. Paulus mengatakan “sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai” (2 Tes 2:13). Mari kita memahami lebih dalam akan apa yang terkandung dalam “pengudusan - pengilahian”. Roh Kudus adalah “Pribadi Cinta; Ia adalah Pribadi Karunia” (Dominum et Vivificantem, n. 10). Cinta ini dianugerahkan oleh Bapa, diterima serta ditanggapi oleh Putra, dan dikaruniakan kepada mereka yang telah ditebus, mereka yang dengan demikian menjadi “manusia baru” (Ef 4:24)“ciptaan baru” (Gal 6:15). Kita, umat Kristiani, tidak hanya dimurnikan dari dosa, tetapi juga dilahirkan kembali dan dikuduskan. Kita menerima hidup baru, karena kita telah “boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Pet 1:4); kita “disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah!” (1 Yoh 3:1). Inilah hidup rahmat: karunia cuma-cuma dengan mana Tuhan menjadikan kita layak ambil bagian dalam kehidupan Trinitas-Nya.


dari“Man Is Sanctified by the Holy Spirit”, 22 Juli 1998


    St. Yosephus Cafasso: “Martabat Imam”


St. Yosephus Cafasso“Siapakah orang ini yang di dunia disebut sebagai imam? Siapakah tokoh ini yang diberkati sebagian orang dan dikutuk oleh yang lainnya? Siapakah dia ini yang dibicarakan dan dikritik oleh seluruh dunia, yang menjadi topik pembicaraan baik lisan maupun tulisan? Apakah pentingnya nama ini yang bergema di setiap sudut dunia? Siapakah itu imam? Guna menerangkan secara jelas siapa itu imam, saya akan mempergunakan pembedaan-pembedaan yang dibuat St. Bernardus mengenai para imam dan menilai mereka menurut sifat dasarnya, pribadinya dan tingkah lakunya. Quid in natura, quis in persona, qualis in moribus! Menurut sifat dasarnya, seorang imam adalah manusia sama seperti yang lainnya. Menurut pribadinya, martabatnya melebihi semua manusia lainnya di seluruh muka bumi. Menurut sikap dan tingkah lakunya, ia haruslah menjadi manusia yang sama sekali berbeda dari manusia-manusia lainnya oleh karena martabat dan kuasanya. Inilah ketiga pokok yang aku kemukakan sebagai bahan pertimbangan kalian.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar