Selasa, 26 Januari 2010

Jalan

Hidup itu sebenarnya merupakan perjalanan tiada akhir. Dalam perjalanan itu terkadang orang bertanya: ”Jalan mana yang benar dan perlu dilalui.” Akan ada orang-orang yang menjadi penunjuk jalan. Banyak suara yang menunjukkan jalan terbaik, akan tetapi sendirilah yang menentukan mana yang harus dilalui karena sendiri yang akan melaluinya. Manusia lalu berjalan, terus-menerus berjalan. Dalam perjalanan tersebut acapkali ada jalan buntu yang menghadang. Berhadapan dengan kebuntuan tersebut orang tak mungkin berjalan terus. Berjalan terus sama artinya dengan menabrak satu tembok besar. Akibatnya adalah kecelakaan dan malapetaka. Saat-saat seperti itulah manusia harus berhenti sejenak, berpikir dan berefleksi. Lewat refleksi itu akan muncul kesadaran bahwa kita mungkin harus kembali sedikit untuk melihat jalan yang benar atau mungkin harus belok kanan/kiri karena di situlah jalan yang tepat. Bahkan bisa juga mencari dan melihat sekeliling kalau-kalau ada orang lain yang bisa menunjukkan jalan yang sebenarnya. Namun sehebat-hebatnya manusia, dia tetap masih membutukan petunjuk jelas dari Dia yang menyebut diri-Nya: ”Jalan.” Kalau Yesus mengatakan: ”Akulah jalan kebenaran dan hidup,” maka itu bukan omong kosong. Orang datang kepada-Nya karena Dialah Gembala yang pasti menuntun manusia pada jalan yang sebenarnya. Ia pasti akan menyapa kalau disapa. Kendati demikian, perlu disadari pula bahwa sapaan dan jawaban-Nya berbeda-beda. Kadang Ia langsung mengatakan ”ya” atas apa yang diminta. Kadang Ia mengatakan ”tunggu sedikit”, dan kadang Ia mengatakan tidak karena itu memang tidak baik untuk keselamatan. Singkatnya, ke mana pun kita berjalan, tangan kanan-Nya terus menggandeng dan menuntun kita. Kita tak perna sendirian karena Ia selalu ada untuk kita. (saduran) Alone but not alonely!