Jumat, 10 September 2010

MARIA DIANGKAT KE SURGA

MARIA DIANGKAT KE SURGA
Fr. Lucky Singal

Pengantar
            Umat Katolik percaya bahwa sejak dari awal mula perkandungannya, karena kasih karunia istimewa dari Allah Yang Mahakuasa, Maria bebas dari segala noda dosa, termasuk dosa asal. Malaikat mengenali Maria sebagai pribadi yang “penuh rahmat,” yang “terpuji di antara perempuan,” dan yang “bersatu dengan Tuhan.” Maria telah dipilih untuk menjadi Bunda Juruselamat. Dari kuasa Roh Kudus, ia mengandung Tuhan Yesus Kristus, dan melalui dia, sungguh Allah menjadi juga sungguh manusia, “Sabda itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14). Elisabeth menyebut Maria juga sebagai ibu yang terpuji. “Terpujilah engkau di antara wanita.”
            Maria selalu ada bersama dengan Yesus. Hidupnya selalu berkisar di seputar hidup Yesus, dan Maria bersatui seerat-eratnya dengan Tuhan yang telah bangkit.[1] Karena itulah ia kemudian diangkat ke dalam kemuliaan surgawi dan hidup bahagia bersama dengan Putera-Nya. Tak heran pula kalau ia disebut sebagai ratu surga! Lalu, bagaimana sebenarnya iman Gereja akan pengangkatan Maria oleh Allah ke dalam kemuliaan surgawi?

           
1. Dasar Biblis
            Tidak ada teks Kitab Suci yang secara eksplisit mengungkap pengangkatan Maria ke surga. Akan tetapi beberapa hal boleh disebut sebagai pendasaran biblis yang bisa memberikan keterangan tentang pengangkatannya ke surga. Dalam Kitab Wahyu disebut: “Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (12:1). Kata “perempuan” dalam ayat tersebut diyakini menunjuk pada Maria. Demikian pula dengan pengajaran bahwa Bunda Maria adalah Tabut Perjanjian Baru, karena dengan mengandung Yesus ia menjadi tempat kediaman Sabda Allah yang menjadi manusia, Sang Roti Hidup, maka Bunda Maria mengalami persatuan dengan Yesus. Mzm 132:8, mengatakan, “Bangunlah ya Tuhan, dan pergilah ketempat perhentian-Mu, Engkau beserta tabut kekuatan-Mu.” Dan dalam Perjanjian Baru tabut ini adalah Bunda Maria. Bunda Maria-lah juga yang disebut sebagai ‘permaisuri berpakaian emas dari Ofir (Mzm 45: 10,14). Hal ini sejalan dengan penglihatan Rasul Yohanes dalam kitab Wahyu 12, dan tentu, Luk 1:28, 42 (Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau, diberkatilah engkau di antara semua perempuan). Pengangkatan Bunda Maria ke surga sebenarnya merupakan pemenuhan janji Allah bahwa seorang perempuan (Maria) yang keturunannya (Yesus) akan menghancurkan Iblis (lihat Kej 3:15); dan bahwa pengangkatan ini merupakan kemenangan atas dosa dan maut (lihat Rom 5-6, 1 Kor 15:21-26; 54-57), di mana kematian akan ditelan dalam kemenangan (1 Kor 15:54). Nubuat Simeon tentang Bunda Maria juga menunjukkan jalan kehidupan Bunda Maria, yang melalui penderitaan, dan bahwa suatu pedang akan menembus jiwanya (Luk 2:35) dan ini terpenuhi dengan penderitaannya melihat Yesus Puteranya disiksa sampai wafat di hadapan matanya sendiri. Penderitaan tak terlukiskan ini mempersatukannya dengan Kristus, dan karenanya layaklah ia menerima janji yang disebutkan oleh Rasul Paulus, “… jika kita menderita bersama-sama dengan Dia…kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” (Rom 8:17). Dan karena Bunda Maria adalah yang pertama menderita bersama Yesus dengan sempurna, maka layaklah bahwa Tuhan Yesus memenuhi janji-Nya ini dengan mengangkat Bunda Maria dengan sempurna, tubuh dan jiwa ke dalam kemuliaan surga, segera setelah wafat-Nya.

2. Perkembangan Dogma Maria Diangkat ke Surga
Keyakinan akan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga telah lama ada dalam Gereja Katolik. Sejak pertengahan abad 5 sudah ada kalangan kristiani luas yang merayakan pesta dengan sebutan “Peringatan Bunda Allah” pada tanggal 15 Agustus. Tempatnya di suatu tempat jiarah dekat Yerusalem. Uskup Theoteknos dari Livias (± 550-650) menyampaikan salah satu dari khotbah awali yang paling mendalam mengenai SP Maria Diangkat ke Surga, “Sebab Kristus mengambil kemanusiaan-Nya yang tak bernoda dari kemanusiaan Maria yang tak bernoda; dan apabila Ia telah mempersiapkan suatu tempat di surga bagi para rasul-Nya, betapa terlebih lagi Ia mempersiapkannya bagi BundaNya; jika Henokh telah diangkat dan Elia telah naik ke surga, betapa terlebih lagi Maria, yang bagaikan bulan bercahaya cemerlang di antara bintang-bintang dan mengungguli segala nabi dan rasul? Sebab bahkan meski badannya yang mengandung Tuhan merasakan kematian, badan itu tidak mengalami kerusakan, melainkan dipelihara dari kerusakan dan cemar dan diangkat ke surga dengan jiwanya yang murni dan tak bercela.”
Pada akhir abad 6 pesta tersebut khususnya untuk mengenangkan akhir kehadiran Maria di dunia[2]: hari Maria dipanggil kembali kepada Bapa. St Yohanes Damaskus (wafat 749) juga menuliskan suatu kisah[3] yang menarik sehubungan dengan SP Maria Diangkat ke Surga: “St Juvenal, Uskup Yerusalem, dalam Konsili Kalsedon (451), memberitahukan kepada Kaisar Marcian dan Pulcheria, yang ingin memiliki tubuh Bunda Allah, bahwa Maria wafat di hadapan segenap para rasul, tetapi bahwa makamnya, ketika dibuka atas permintaan St Thomas, didapati kosong; dari situlah para rasul berkesimpulan bahwa tubuhnya telah diangkat ke surga.”[4] Kaisar Byzantine Mauritius (582-602) menetapkan perayaan Tertidurnya Santa Perawan Maria pada tanggal 15 Agustus bagi Gereja Timur. (Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa perayaan ini telah tersebar luas sebelum Konsili Efesus pada tahun 431.) Pada akhir abad keenam, Gereja Barat juga merayakan SP Maria Diangkat ke Surga. Sementara Gereja pertama-tama menekankan wafat Maria, secara perlahan-lahan terjadi pergeseran baik dalam gelar maupun substansinya, hingga pada akhir abad kedelapan, Sacramentarium Gregorian memiliki doa-doa bagi perayaan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga[5].
Pada abad 8 Paus Sergius membawa pesta itu ke Roma bersama dengan 3 pesta lain yang berkaitan dengan Maria. Dari Roma pesta itu menyebar ke seluruh Eropa. Pada akhir abad 8, Paus Adrianus memberinya nama Pesta Maria diangkat ke surga. Pada tahun 1169 Paus Alexander III menulis “Maria dikandung tanpa noda, melahirkan tanpa sakit dan berangkat lagi ke surga tanpa mengalami pembusukan kuburan. Ini sesuai dengan kata-kata malaikat bahwa Maria adalah ibu yang penuh rahmat. Menjelang akhir abad 15 sudah hampir tidak ada orang yang menyangsikan perlunya pesta itu. Pada abad 17 Suarez berkata bahwa “Tiada orang katolik saleh yang menyangsikan atau mengangkal misteri itu”. Kemudian Alphonsus Liguori menghubungkan pengangkatan ke surga dengan misteri Maria dikandung dengan tanpa noda. Setelah pengumuman dogma Maria dikandung tanpa noda dosa tahun 1854, banyak sekali usul dari seluruh dunia menghendaki diumumkannya dogma mengenai pengangkatan Maria ke surga. Banyak sekali gereja yang dibaktikan kepada Maria diangkat ke surga. Begitu pula kota dan kabupaten yang berlindung di bawah Maria yang diangkat ke surga. Di Gereja Timur dan Gereja Barat waktu itu sudah ada doa ibadat harian mengenai Maria yang diangkat ke surga pula.
Pada tanggal 1 Nopember 1950, Paus Pius XII memaklumkan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga sebagai suatu dogma, yaitu ajaran iman yang diwahyukan oleh Allah. Ini dinyatakan oleh Paus dengan kekuasaannya sebagai gembala tertinggi bagi Gereja semesta. Sebelumnya sudah disuruhnya mengadakan angket di antara para uskup sedunia dan 98 % menjawab bahwa pernyataan resmi tersebut mungkin dan sudah tepat waktunya. “Keturunannya akan meremukkan kepalamu” (Kej 3:15); sudah sejak dahulu kala ayat ini dibaca Gereja sebagai kemenangan Yesus, Putra Maria, yaitu Hawa yang kedua, atas setan. Selain itu Paus juga mengutip Kitab-kitab Injil di mana nampak jelas bahwa Maria bersatu dengan Putranya - Yesus Kristus. Kesatuan ini tidak dapat dibatasi hanya pada hidupnya di muka bumi ini saja, melainkan mewarnai juga hidupnya di surga. Tradisi Gereja sudah berabad-abad lamanya secara umum mengakui Santa Perawan Maria diangkat ke surga sebagai bagian dari ajaran iman. Pestanya sudah mulai dirayakan sejak abad kedelapan. Memang rumusan resminya baru diungkap sebagai dogma Gereja oleh Paus Pius XII pada tahun 1950 setelah semua Uskup dimintai pendapat dengan surat tanggal 1 Mei 1946.
Pada tahun 1973, Konferensi Waligereja Katolik dalam surat “Lihatlah Bundamu” memaklumkan, “Kristus telah bangkit dari mati; kita tidak membutuhkan kepastian lebih lanjut akan iman kita ini. Maria diangkat ke surga lebih merupakan suatu pengingat bagi Gereja bahwa Tuhan kita menghendaki agar mereka semua yang telah diberikan Bapa kepada-Nya dibangkitkan bersama-Nya. Dalam Maria diangkat ke dalam kemuliaan, ke dalam persatuan dengan Kristus, Gereja melihat dirinya menjawab undangan dari Mempelai surgawi.”

3. Arti Dogma
Secara ringkas, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja dari Konsili Vatikan Kedua mengajarkan dengan jelas: “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Putranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (No 59).
Para bapa Gereja menjelaskan dogma SP Maria Diangkat[6] ke Surga dengan dua alasan[7], yaitu Maria bebas dari noda dosa dan ia tetap perawan selamanya, ia tidak mengalami kerusakan badan, yang adalah akibat dari dosa asal, setelah wafatnya. Juga, jika Maria mengandung Kristus dan memainkan peran yang akrab mesra sebagai Bunda-Nya dalam penebusan manusia, maka pastilah juga ia ikut ambil bagian badan dan jiwa dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya. Diangkatnya Maria ke dalam kemuliaan surgawi tidak berarti bahwa Maria tidak wafat. Sebaliknya hendak dikatakan pula bahwa Maria yang mengikuti jejak Putranya dalam segala hal juga mengalami maut sama seperti yang dialami oleh Yesus. Memang, maut itu akibat dosa. Tetapi Yesus mengubahnya menjadi kesempatan penyerahan diri terakhir kepada Allah. Di salib, Yesus berseru dengan suara nyaring: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Luk 23:46). Sejak saat itu, kematian seorang pengikut Krisus menjadi suatu penyerahan terakhir yang merangkum segala-galanya. Pada saat ajalnya, manusia masih diberi kesempatan untuk mengambil seluruh hidupnya dan menyerahkannya ke dalam tangan Allah. Meninggal itu bagaikan berserah setia, di mana orang berjanji tidak lagi dengan kata-kata, melainkan dengan perbuatan nyata dan dengan kesungguhan penghabisan bahwa ia mau menjadi milik Allah untuk selama-lamanya. Kemungkinan terakhir yang menentukan ini pasti tidak ditolak oleh Allah bagi Maria.
Iman kristiani sejak awal yakin bahwa Kristus menghendaki ibu-Nya mengambil bagian dalam hidup-Nya. Maka dari itu Ia juga membawa Maria ikut serta menikmati kemuliaan-Nya dengan kebangkitan. Kecuali itu, iman para Rasul masih menyimpan iman anak cucu Abraham, bahwa pembusukan makam adalah suatu hukuman atas dosa (Kej 3: 19). Daging kita adalah “daging dosa” (Rom 8:3). Kebanyakan dosa-dosa kita terjadi melalui kehendak daging. Namun dalam Maria tidak ada setitik pun noda dosa. Dengan Maria dikandung tanpa noda dan karena ia penuh rahmat, maka ia dianugerahi kekebalan dari kebusukan dalam tubuhnya. Sebab prinsip pembusukan yang ada pada kita semua itu tidak ada dalam Maria. “Daging dan  darah”, kata Alkitab, “tidak dapat memiliki Kerajaan Allah” (1 Kor 15: 15). Bahkan tubuh para kudus tidak dapat masuk Kerajaan Allah. Mereka harus diperbaharui oleh tangan Allah. Oleh sebab itu tubuh Maria yang tanpa noda, murni dan tanpa dosa tidak dapat dibusukkan.
Sejak pengandungannya, Maria mengatasi keadaan manusia biasa dan berada dalam kondisi seperti Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa. Andaikata mereka itu tidak berdosa, maka mereka tidak akan mendengar kata kutukan: “Kamu debu dan akan kembali menjadi debu” (Kej 3: 19). Dengan demikian, keadilan ilahi tentulah menjaga Maria sehingga tidak jatuh ke dalam akibat kutukan awal itu, dan sebagaimana Maria menerima Kristus di dunia, demikianlah Kristus menerima Maria di surga. Setelah sudi turun atas Maria, tepatlah juga kalau Allah mengangkat Maria kepada kemuliaan surgawi. Tempat Bunda Allah adalah di cahaya kemuliaan abadi dan tidak di kekelaman makam.
Satu hal yang pantas mendapatkan penegasan juga adalah bahwa Bunda Maria diangkat ke surga, dan bukan naik ke surga. Diangkat berarti bukan karena kekuatannya sendiri melainkan diangkat oleh kuasa Allah, sedangkan Yesus naik ke surga oleh kekuatan-Nya sendiri.

4. Makna Pengangkatan Maria Ke dalam Kemuliaan Surgawi
Bagi orang Katolik, peristiwa Bunda Maria diangkat ke surga adalah peringatan mengenai pengharapan akan kebangkitan badan di akhir zaman, di mana setiap orang beriman yang hidup setia dan taat kepada Allah sampai akhir akan mengalami apa yang dijanjikan Tuhan itu, yaitu bersatunya tubuh dan jiwa manusia dengan Tuhan dalam kemuliaan surgawi. Maka, Dogma Maria diangkat ke surga, bukan semata-mata doktrin untuk menghormati Maria, tetapi doktrin itu mau menunjukkan bahwa Maria adalah anggota Gereja yang pertama yang diangkat ke surga. Jika orang hidup setia dalam melakukan perintah Allah dan bersatu dengan Kristus, seperti Bunda Maria, maka ia pada akhir jaman akan diangkat ke surga, jiwa dan badannya. Mau dikatakan bahwa pengangkatan Maria ke dalam kemuliaan surgawi memperkuat harapan bahwa Allah tidak membuat perjanjian kosong dengan manusia.[8] Dengan diangkatnya Bunda Maria ke surga, maka ia yang telah bersatu dengan Yesus akan menyertai orang yang masih berziarah di dunia ini dengan doa-doanya. Karena berpegang bahwa doa orang benar besar kuasanya (Yak 5:16), maka betapa besarlah kuasa doa Bunda Maria yang telah dibenarkan oleh Allah, dengan diangkatnya ke surga. Maria sebenarnya mau menunjukkan pula bahwa meninggal itu suatu karya seni yang harus dilatih seumur hidup. Tak kunjung henti Maria memberikan serta mengulangi persetujuannya yang semula. Artinya, ia selalu melepaskan diri dan “pergi kepada Bapa” (Yoh. 14:28). Inilah rumusan paling tepat bagi kematian dalam paham Kristiani. Bila orang belajar beribu-ribu kali mati selama hidupnya, maka yang dinamakan kematian, berubah rupa menjadi suatu “pengangkatan ke surga”. Hal ini merupakan juga satu pokok penting yang hendak disampaikan dalam rahasia Maria diangkat ke surga. Dipercaya bahwa Bunda Maria diangkat ke surga dengan jiwa-raganya. Artinya dengan seluruh pribadinya. Ketika Yesus bangkit dari alam maut, Ia tidak meninggalkan tubuh-Nya di dalam kubur; Ia tidak kembali kepada Bapa sebagai roh murni belaka, melainkan Ia mengikutsertakan tubuh-Nya dalam kemuliaan kekal. Demikian pula tubuh Maria ikut masuk ke dalam surga. Sesudah bangkit, Yesus berkata kepada para murid-Nya, “Roh tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku” (Luk 24:39). Seperti itu juga yang terjadi pada diri Maria. Ia bukan roh belaka, ia seorang manusia sama seperti kita dan ia sekarang sudah di surga. Ajaran Gereja tentang Maria diangkat ke surga itu sangat menolong kita untuk memahami sedikit rahasia kehidupan sesudah mati. Tidak ada sesuatu pun yang hilang dari kepribadian Maria, seluruh dirinya beralih ke surga. Yang lama tidak dimusnahkan, melainkan diubah. Maria tetap manusia untuk selamanya, namun manusia yang masuk ke dalam kemuliaan. Peristiwa ini tidak hanya menyangkut Maria sebagai Bunda umat beriman, melainkan juga membuka mata untuk  melihat apa yang boleh diharapkan. Setiap orang yang meninggal dalam cinta akan Allah, diangkat ke surga, tidak hanya sebagian atau separoh saja, melainkan dengan seluruh pribadinya.
Seluruh diri Maria memang merupakan persembahkan kepada Allah. Ketika ia diberi kabar oleh Malaikat Tuhan, ia menyediakan tubuhnya bagi karya Roh Kudus. Ketika Roh Kudus menaungi dia, tubuhnya menjadi Bait Allah. Roh Kudus bekerja dalam Maria sepanjang hidupnya. Dan ketika hidupnya di bumi ini hendak berakhir, ia dikuasai oleh kekuatan Roh Kudus yang tak terkalahkan. Seakan-akan ia ditarik ke surga dalam taufan ilahi dan hampir serupa dengan Elia yang diangkat dengan kereta berapi dan naik ke atas dalam angin taufan. Tubuh kita juga ditentukan untuk mengabdi kepada Allah. Tubuh itu telah menjadi kenisah Roh Kudus (1Kor: 6:19) dan dikuduskan dalam sakramen-sakramen, khususnya Sakramen Ekaristi, saat bersatu dengan Tubuh dan Darah Kristus. Maka, tubuh itu pun suatu saat akan diangkat ke surga. Apa yang dipersembahkan kepada Allah tak akan hilang lenyap; semuanya akan diangkat dan dimuliakan.





Penutup
            Pengangkatan Maria ke dalam kemuliaan surgawi sebenarnya terjadi karena kedekatan Maria pada Kristus. Maria dalam hal ini dimuliakan dalam dan pada Allah. Dogma ini hendak menegaskan bahwa kesetiaan Allah senantiasa terungkap pada manusia yang dalam iman kepercayaan terarah seluruhnya kepada Allah. Bahwa keserupaan Maria dengan Yesus Kristus sangatlah matang sepanjang hidupnya karena iman kepercayaannya yang total. Ia memiliki iman sempurna dan menghasilkan keselamatan yang sempurna berkat iman tersebut. Dari situ pula Gereja berkeyakinan bahwa perjanjian Allah bukan ungkapan kosong, melainkan kebenaran yang sudah terungkap pertama lewat Bunda Maria.




[1] Dr. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hlm. 485
[2] Epifanius dari Salamis (377) menyatakan bahwa tak seorang pun tahu nasib akhir dari Maria.
[3] Kesaksian awal pengangkatan Maria ke surga sebenarnya berasal dari suatu narasi yang ditulis oleh Melito dari Sardis dalam buku The Passing Beato Maria. Dalam bagian pengantar tertulis: This text preserves an early version of the Virgin's Dormition, and perhaps the earliest known in Latin.  It is dated by most scholars to sometime in the fifth century.  The narrative's location of Mary's house on the Mount of Olives particularly suggests an early date, since this is the only Dormition narrative to locate her house there.  Later traditions locate the house on Zion.  The narrative's manuscript tradition often includes a brief prologue, in which Melito explains that he has composed this narrative in response to an earlier narrative written by a certain Leucius.  According to (Ps.-)Melito, this narrative was riddled with heresies, and he has composed his own narrative in order to present the truth about the end of Mary's life in an account that is free from the "lies" and "heresies" of Leucius' version.  It is worth noting that many of the earliest exemplars of this literary tradition are quite heterodox, and (Ps.-)Melito's narrative is one of the earliest "orthodox" responses to this earlier tradition.  Thus this narrative has adjusted these traditions so that the end of Mary's life could be claimed for the "orthodox" faith. http://en.wikipedia.org/wiki/Mary_(mother_of_Jesus)
[4] “Straight Answers: Understanding the Assumption” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
[6] Pengangkatan Maria sebenarnya merupakan hadiah ilahi padanya sebagai 'Bunda Allah'. Ludwig Otto menyatakan  bahwa, hidup dan akhir hidup Maria merupakan sebuah contoh cemerlang bagi umat manusia. Ini merupakan karunia yang ditawarkan kepada seluruh umat manusia. http://en.wikipedia.org/wiki/Mary_(mother_of_Jesus)
[8] Sr. M. Yusta, Maria Diangkat Ke Dalam Kemuliaan Surgawi, (Liturgia, Vol. 19, No. 4/Juli-Agustus 2008), hlm. 22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar