KOMISI KARYA MISIONER KWI
COMMISSION FOR MISSION OF THE BISHOPS' CONFERENCE OF INDONESIA
COMMISSION FOR MISSION OF THE BISHOPS' CONFERENCE OF INDONESIA
Fr. Lucky Singal
Karya Misi Kepausan (The Pontifical Mission Works) atau disebut juga Serikat Misi Kepausan (The Pontifical Mission Societies) atau lebih dikenal dengan istilah yang lebih singkat saja Karya Kepausan adalah lembaga yang membantu tugas Bapa Paus yang secara struktural berada di bawah Kongregasi Suci untuk Evangelisasi Bangsa-bangsa (Sacred Congregation for Evangelization of Peoples). Perfectur Kongregasi Suci untuk Evangelisasi Bangsa-bangsa (Sacred Congregation for Evangelization of Peoples) saat ini adalah Ivan Kardinal Dias, sedangkan presiden untuk Karya Kepausan (The Pontifical Mission Societies) adalah Msgr. Piergiuseppe Vacchelli. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, presiden Karya Kepausan (The Pontifical Mission Societies) dibantu oleh empat serikat yang ada di bawah Karya Kepausan (Pontifical Mission Societies), yaitu:
1. Serikat Kepausan untuk Pengembangan Iman (The Pontifical Society for the Propagation of Faith), didirikan oleh : Pauline Marie Jaricot [1](1799-1862). Sekretaris Jenderal Serikat Kepausan untuk Pengembangan Iman saat ini adalah : Mgr. Timothy Lehane, SVD
2. Serikat Kepausan St. Petrus Rasul untuk Promosi Panggilan (The Pontifical Society of St. Peter Apostle), didirikan oleh seorang ibu dan anak gadisnya: Stephanie dan Jeanne Bigard[2] (1859-1934). Sekretaris Jenderal Serikat Kepausan St. Petrus Rasul saat ini adalah : Mgr. Jan Dumon
3. Serikat Kepausan Anak/Remaja Misioner (The Pontifical Society of Missionary Childhood /The Holy Childhood), didirikan oleh : Mgr. Charles de Forbin Janson[3] (1785-1844). Sekretaris Jenderal Serikat Kepausan Anak/Remaja Misioner saat ini adalah : Mgr. Patrick Byrne, SVD
4. Serikat Kepausan Imam/Religius/Awam Misioner (The Pontifical Missionary Union), didirikan oleh : Paolo Manna, PIME[4] (1872-1952), Sekretaris Jenderal Serikat Kepausan Imam, Religius, Awam Misioner saat ini adalah : Msgr. Vito del Prete, PIME
Tiga serikat yang pertama yaitu : Serikat Kepausan untuk Pengembangan Iman (The Pontifical Society for the Propagation of Faith), Serikat Kepausan St. Petrus Rasul untuk Promosi Panggilan (The Pontifical Society of St. Peter Apostle), dan Serikat Kepausan Anak/Remaja Misioner (The Pontifical Society of Missionary Childhood /The Holy Childhood), mendapat status kepausan pada tanggal 3 Mei 1922, sementara Serikat Kepausan Imam/Religius/Awam Misioner (The Pontifical Missionary Union) mendapat status kepausan pada tanggal 28 Oktober 1956. Status kepausan telah mengangkat status serikat-serikat itu, dari serikat lokal menjadi serikat yang bersifat internasional langsung di bawah kewenangan (yurisdiksi) Bapa Paus.
Tujuan keempat serikat ini secara umum adalah membangkitkan kesadaran dan tanggung jawab misioner dalam hati setiap umat Katolik yang terbaptis, sehingga umat memiliki kepekaan terhadap kepentingan karya perutusan Gereja secara Universal. Di setiap negara atau gabungan beberapa negara kecil, terdapat Biro Nasional Karya Kepausan yang menjalankan fungsi yang diemban oleh Pontifical Mission Societies. Setiap Biro Nasional Karya Kepausan dipimpin oleh seorang Direktur Nasional (Dirnas).
1. Sejarah KKI-KWI
Karya Kepausan di Indonesia (KKI) mulai hadir setelah Perang Dunia I, pada tahun 1919. Pada saat itu Indonesia masih berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda (Nederlands Indie) sehingga Karya Kepausan Indonesia masih bergabung dengan Karya Kepausan Negeri Belanda. Selama kurang lebih lima dasawarsa Karya Kepausan Indonesia tidak dapat berkembang dengan baik, antara lain karena saat itu negara kita sedang dalam masa penjajahan Belanda, yang kemudian dilanjutkan oleh penjajahan Jepang. Perhatian Gereja dan Bangsa Indonesia saat itu lebih terfokus pada perjuangan kemerdekaan dan setelah kemerdekaan perhatian terfokus pada pemulihan dan pembenahan keadaan dalam negeri. Pada tahun 1970-an dapat dikatakan Karya Kepausan Indonesia mulai bangkit kembali dengan menggunakan nama Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia atau dalam hubungan dengan dunia Internasional digunakan istilah National Office of The Pontifical Mission Societies of Indonesia. Dalam sidang MAWI (sekarang KWI) tanggal 22 November - 4 Desember 1971, para Uskup Indonesia mengakui keberadaan Karya Kepausan yang mengemban tugas untuk membangkitkan kesadaran dan tanggungjawab misioner di dalam hati umat Katolik Indonesia. Sejak itu Karya Kepausan Indonesia mulai diperkenalkan ke Keuskupan-keuskupan di seluruh Indonesia.
Para Direktur Nasional yang pernah memimpin Karya Kepausan Indonesia adalah :
1. R.P. H. Bastiaanse, SJ ( ... - 3 Juni 1971)
2. R.P. Diaz Viera, SVD (1972 - 1982)
3. R.P. Theo Tidja Balela, SVD (1984 - 1993)
4. R.D. Petrus Turang, Pr (1993 - 1998)
5. R.D. Th. Terry Ponomban, Pr (1988 - 2003)
6. R.P. Patrisius Pa, SVD (2003 - 2009)
7. R.P. Romanus E. Harjito, O.Carm (2009 - ...)
2. R.P. Diaz Viera, SVD (1972 - 1982)
3. R.P. Theo Tidja Balela, SVD (1984 - 1993)
4. R.D. Petrus Turang, Pr (1993 - 1998)
5. R.D. Th. Terry Ponomban, Pr (1988 - 2003)
6. R.P. Patrisius Pa, SVD (2003 - 2009)
7. R.P. Romanus E. Harjito, O.Carm (2009 - ...)
Karya Kepausan Indonesia adalah bagian dari PONTIFICAL MISSION SOCIETIES atau SERIKAT-SERIKAT KEPAUSAN MISIONER, yang merupakan karya-karya utama melalui mana Gereja Universal, bersama Gereja Lokal dan segenap umat beriman dapat memenuhi tugas dan tanggung jawab misioner mereka. Karya Kepausan Indonesia adalah organisasi internasional guna membantu Gereja-gereja yang sedang berkembang dalam mengambil bagian dalam karya misi dan evangelisasi Gereja semesta. Konsili Vatikan II, menginginkan bahwa semua Serikat Karya Kepausan menduduki tempat sentral dalam kerjasama misioner : "Seyogianya karya-karya ini mendapat tempat yang pertama. Sebab, mereka merupakan alat, karenanya orang-orang Katolik sejak kecil mendapat pandangan benar-benar universal dan misioner serta giat mengumpulkan dana secara efektif bagi semua daerah misi, masing-masing menurut kebutuhannya." (AG 38). Dengan menjadi alat resmi dari semua Gereja untuk kerjasama misioner, maka Karya Kepausan menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Dipimpin langsung oleh Paus Yohanes Paulus II dan masuk dalam Kongregasi suci untuk Evangelisasi Bangsa-bangsa [Propaganda Fide] yang dipimpin oleh Prefeknya: YM Kardinal Cresecensio Sepe. Pelaksanaan hariannya dipimpin oleh Sekretaris Pelaksana sekaligus presiden karya-karya kepausan : Mgr. Charles Schleck.
2. Dasar dan keputusan terbentuknya KKM-KWI
Dasar dari pempentukan KKM itulah bahwa Gereja bersifat misioner (Ad Gentes 2). Itu berarti bahwa Gereja (umat Allah) diutus untuk menampakkan wajah Gereja di seluruh dunia. Hal ini sesuai dengan amanat perutusan Yesus untuk menjadikan semua bangsa menjadi murid-Nya (Bdk. Mrk. 16:15). Dalam rangka tugas misioner tersebut maka Gereja perlu juga untuk menyesuaikan diri dan memperhatikan khazana kebudayaan yang ada sebagai medan misioner. Hal itu berarti bahwa unsur inkulturatif (RM 52-54) juga perlu mendapat perhatian dan perlu berusaha mengembangkan dialog dengan agama lain (RM 55-57, DP 9, 32, 38-39, 42, 80, passim). MAWI dalam keputusannya No. 8 tahun 1979 membentuk wadah yang diberi nama Panitia Waligereja Indonesia Karya Misioner, yang pada tahun 1982 diubah menjadi Komisi Karya Misioner berdasarkan keputusan MAWI No. 20. Dan sejak tahun 1986, berdasarkan keputusan MAWI No. 2, menjadi Komisi Karya Misioner Konferensi Waligereja Indonesia
3. Visi
Dalam terang Iman Katolik, Gereja menyadari diri sebagai umat musafir yang beriman, sekaligus diutus oleh Yesus Kristus ke seluruh dunia. Gereja juga merasa diutus menunjukkan persekutuan (Koinonia) melalui karya-karya pelayanan (Diakonia).
Dalam menjalankan perutusan itu umat masuk dalam proses membudaya bangsa Indonesia, untuk terbuka dan mengadakan dialog hidup dengan sesamanya (bdk. Pedoman Gereja Katolik Indonesia, khususnya: Arah Dasar Gereja Katolik Indonesia, hasil Sidang Agung KWI-Umat Katolik 1995, no. 1, 4, 7-10).
Dalam kerangka inilah KKM-KWI mengembangkan dan menyebarluaskan pemikiran hasil refleksi dan studi melalui penelitian yang dirasa perlu untuk menunjang terwujudnya Gereja Partikular yang semakin mandiri dan misioner.
4. Misi
Visi di atas dijabarkan melalui kegiatan-kegiatan:
4.1. | Mempelajari situasi dan perubahan dalam kerangka perkembangan pastoral misioner Gereja Indonesia pada umumnya dengan mengadakan penelitian lapangan mengenai beberapa seginya. Usaha ini dijalankan melalui program jangka pendek (tahunan) maupun jangka panjang (tiga tahunan). |
4.2. | Menganalisa hasil penelitian lapangan untuk menjadi bahan refleksi dan sumbangan pemikiran bagi kemajuan Gereja Indonesia baik secara nasional (KWI) maupun secara partikular dan lokal pada masing-masing Keuskupan. |
4.3. | Mempelajari bidang-bidang pastoral dalam konteks budaya Indonesia (inkulturasi) yang belum terjangkau oleh Lembaga-lembaga dan Komisi-komisi KWI lainnya. |
4.4. | Mendorong studi tentang pertumbuhan dan perkembangan Gereja lokal untuk memperkembangkan dialog dan refleksi atas pemahaman makna iman dan kesadaran untuk menghayatinya secara lebih mendalam. |
5. Mitra kerja
5.1. | Dalam mempelajari dan mendalami pengembangan dan pelayanan Gereja Katolik Indonesia, Komisi Karya Misioner bekerjasama dengan Lembaga-lembaga dan Komisi-komisi yang terhimpun dalam satu badan koordinasi Sekretariat Jenderal KWI. | |
5.2. | Komisi Karya Misioner bekerjasama secara khusus dengan Karya Kepausan Indonesia (KKI) dengan pembagian tugas: | |
5.2.1. | KKI bertujuan membangkitkan dan memperdalam kesadaran dan semangat misioner. | |
5.2.2. | Komisi Karya Misioner mempelajari situasi dan perkembangan Pastoral misioner dan memberi saran dan petunjuk tentang animasi umat. | |
5.3. | Untuk memperoleh data lapangan yang terpercaya dalam bidang sosial, budaya dan gerejani Komisi Karya Misioner bekerjasama dengan: | |
5.3.1. | CRI (Centre for Research and Information/Pusat Penelitian dan Informasi) ALOCITA, Yogyakarta. | |
5.3.2. | Pusat Penelitian Agama dan Kebudayaan (Research Centre for the Study of Religion and Culture) CANDRADITYA, Ledalero- Maumere. | |
5.3.3. | Bagian Peneltian Sosial Kegerejaan BADAN KAJIAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT (BKPM), Jakarta. | |
5.4. | Di tingkat Keuskupan Komisi Karya Misioner mempunyai penghubung- penghubung yang disebut Delegatus Misioner (Del-Mis) yang diangkat oleh uskup setempat dengan tugas: | |
5.4.1. | Mendorong studi kebudayaan dan inkulturasi dalam wilayah Keuskupan. | |
5.4.2. | Membuat inventarisasi mengenai studi tersebut dan mengkomuni- kasikannya dengan Sekretariat Komisi Karya Misioner. | |
5.4.3. | Bekerjasama dengan Lembaga-lembaga dan Komisi-komisi lain di tingkat Keuskupan untuk menawarkan saran-saran kebijakan umum |
6. Konteks Manado
Karya Misi kepausan dalam konteks keuskupan Manado boleh dilihat sebagai penjabaran dari karya misi secara umum. Ini tentu saja berangkat dari komisi kepausan sampai pada KKM-KWI. Yang ada dalam komisi karya misioner keuskupan Manado lebih dikonkritkan pada Sekami. Akan tetapi hal tersebut tidak berarti bahwa serikat misi yang lain diasingkan. Boleh dikatakan bahwa keuskupan Manado dalam arti gereja lokal juga tetap menanamkan kesadaran misi entah itu untuk penyebaran iman, promosi panggilan, maupun kepausan religius dan awam misioner.
Dalam buku komisi-komisi keuskupan Manado tahun 2008 ditemukan beberapa gagasan dasar tentang serikat kepausan anak misioner sebagai berikut:
Latar belakang
Dalam suratnya kepada anak dan remaja missioner seluruh dunia, berkenaan dengan 160 tahun lahirnya Serikat Kepausan Anak/ Remaja Missioner, Paus membangun kesejahteraan rohani maupun jesmani sesama anak, menggaris bawahi hal ini:
“Putra-putriku, kegiatan missioner membantu kamu tumbuh dalam iman dan menjadikan kamu murid-murid Kristus yang gembira. Dengan setia kawan kepada yang malang, hati kamu terbuaka kepada sesamamu. Berdoalah setiap hari agar kurnia iman yang kamu miliki boleh juga dibagikan kepada teman-temanmu yangbelum mengenal Yesus.”.
Dengan seruannya ini, menjadi jelas bahwa Paus Yohanes Paulus II memiliki harapan agar anak-anak dan remaja katolik tumbuh dalam iman akan Yesus Kristus dan menjadi warga Gereja, bahkan masyarakat yang gembira, missioner, setia kawan, terbuka dan murah hati.
Paus Benediktus XVI tentang SEKAMI telah menekankan akan pentingnya bina iman anak. Paus mengatakan bahwa ada tiga sentral pokok dalam bina iman anak itulah keluarga, sekolah dan gereja. Ketiga-tiganya perlu bekerja sama karena sama-sama bertaggung jawab dalam memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan iman anak. Dan dalam pesannya untuk anak-anak missioner pada Hari Minggu Anak Missioner ke-16 tahun 2008, Paus Benediktus ke XVI, mengatakan:
” saya mau mengatakan bahwa saya sangat menghargai janjimu, pengabdianmu dalam Serikat Kepausan Anak-anak Missioner. Saya menghargai kamu semua sebagai orang yang mau bekerja sam dalam pelayananku sebagai Paus kepada gereja dan duni. Kaliian mendukung saya dengan doa-dsoa dan juga dengan karyamu untuk mewartakan injil. Sungguh, masih banyak anak di dunia ini yang belum mengenal Yesus. Masih banyak anak yang kekurangan hal-hal yang mereka sungguh butuhkan untuk hidup: makanan, kesehatan, pendidikan. Banyak anak yang hidup dalam suasana yang tidak damai dan bahagia. Gereja memberikan perhatian khusus kepada mereka, terutama malalui para misionaris. Kalian juga dipanggil untuk memberikan sumbangan, baik secara pribadi maupun bersama-sama.”
Demikianlah, Paus Benediktus ke XVI memberikan restu serta harapannya untuk Serikat Kepausan Anak-anak Missioner (SEKAMI) sebagai wadah yang membantu Gereja dalam mewartakan injil, terutama kepada anak-anak yang menderita dan membutuhkan perhatian.
Lebih konkrit lagi, Bapa Uskup Keuskupan Manado, Mgr. Josef Suwatan, MSC dalam suratnya untuk Anak pada tanggal 23 Januari 2000, mengatakan:
”Anak-anakku yang tercinta jika hanya sendirian, saya, biar saya uskup, tentu tidak bisa berbuat banyak. Saya yakin, kalu anak-anakku semua ikut membantu sesama anak, sesama temannya, maka akan lebih banyak hasilnya. Dan inilah yang dilakukan oleh Serikat Kepausan Anak-anak Missioner! Anak-anak ini merasa tergerak dan terutus membantu anak-anak lain khususnya jauh lebih susah, lebih menderita dan lebih malang nasibnya. Kamulah anak-anak missioner itu. Kamulah anak-anak SEKAMI itu!”.
SEKAMI sebagai gerakan internasional bertujuan mendampingi iman anak-anak untuk mengalami kasih Allah Bapamelalui cinta Yesus; membangun dalam diri anak suatu hubungan pribadi yang akrab dengan Yesus sebagai sahabat sejati dan dengan sesama teman lainnya; membangkitkan semangat solidaritas anak-anak terhadap teman-temannya yang jauh lebih menderita; membimbing anak-anak untuk menjadi missionaris Yesus dan menjadi anak-anak lain, missionaris-missonaris bagi Yesus. Berdasarkan pada tujuan ini SEKAMI menjadi wadah yang bertekad untuk melayani anak dari usia 0-14 tahun. Semangat dasar dari SEKAMI ini adalah ”children helping children”-anak menolong anak.
VISI :
”Terbentuknya Anak dan Remaja di Keuskupan Manado sebagai Missionaris Kasih”.
MISI :
• Menanamkan nilai-nilai katolik dalam diri anak dan remaja.
• Membangkitkan dalam diri anak dan remaja kepedulian missioner yang mendunia.
• Mempersiapkan kader missioner sejak dini bagi Gereja dan negara.
LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS
Langkah penunjang:
- Pendampingan dan pelatihan pembina SEKAMI ke-vikep/ paroki
- Pembentukan tim animator/ animatris Sekami Keuskupan
- Sosialisa dan animasi Sekami kepda para Pastor Paroki, Dewan Pastoral Paroki dan Sekolah
- Pembentukan dan pendampingan SEKAMI FAMILY
- Koordinasi dengan KKI Nasional.
Langkah Utama:
- Menghidupkan kelompok SEKAMI di Paroki-paroki se-Keuskupan Manado.
- Pengadaan sarana pembinaan SEKAMI (buku, alat peraga,dll)
- Penyelenggara Hari Anak Missioner, Hari Orang Sakit, Hari Minggu Panggilan dan Hari Minggu Misi.
SUSUNAN PENGURUS:
Direktur Diosesan : Pst. Berty Imbar, Pr.
Moderator : Pst. Steven Lalu,Pr.
Sekretaris : Linda Lumowa
Bendahara : Jein Umboh, SS
Koor. Tim SEKAMI : Plato Rawung, SS
KARYA KEPAUSAN INDONESIA | |||
. | |||
Direktur Nasional KKI | : | P. Romanus E.Harjito, O.Carm | |
Alamat | : | Jl. Cut Meutia 10 | |
Tromol Pos 3044 | |||
JAKARTA 10340 | |||
Telpon | : | 021-31924819 | |
E-mail | : | ||
DIREKTUR/TRIS DIOSESAN KKI SELURUH INDONESIA | ||||
g | ||||
1. | Dirdios KKI Keuskupan Agats D/a. Bag. Ekonom/adm. Keuangan Kecamatan Agats 99677 Merauke - PAPUA | 19. | Rm.Bernard Lie, Pr Dirdios KKI Keuskupan Padang Jl. Datuk Laksamana 99 DUMAI 28811, Riau | |
2. | Rm. Isaias Pius Titirloloby, Pr Dirdios KKI Keuskupan Amboina Jl. Pattimura 26, AMBON 97124. | 20. | P.Alex Dato L.,SVD Dirdios KKI K. Palangkaraya Jl. Cilik Riwut No. 05/KM. 1 PALANGKA RAYA 73112 | |
3. | Sr. Maria Roswitha, PRR Dirdios KKI Keuskupan Atambua Jl. Nela Raya 13 ATAMBUA 85702 - NTT | 21. | P.C.Wahyu Tri Haryadi, SCJ Dirdios KKI KA Palembang Jl. Cipto No. 15, PALEMBANG 30144 | |
4. | Sr.Irena Handayani, OSU Dirdios KKI Keuskupan Bandung BANDUNG 40113 | 22. | Rm. F.X. Hendrawinata, Pr Dirdios KKI K. Pangkal Pinang Jl. Stasiun XXI No. 545 A PANGKAL PINANG 33147 | |
5. | Sr. Christiana, SPM Dirdios KKI Keuskupan Banjarmasin Jl. Lambung Mangkurat No. 40/1 BANJARMASIN 70111 | 23. | P.Fidelis Sajimin, Pr Dirdios KKI KA. Pontianak Jl. A.R. Hakim 92A PONTIANAK 78011 | |
6. | Rm. Jimmy J.Rampengan, Pr Dirdios KKI Keuskupan Bogor Jl. A. Yani No. 31 BOGOR 16161 | 24. | Sr. Yuliana Muna, ADM Dirdios KKI Keuskupan Purwokerto Jl. A. Yani 20 PURWOKERTO 53115 - JATENG | |
7. | Rm. Herman Yoseph Babey, Pr Dirdios KKI Keuskupan Denpasar Jl. Belimbing Gg. Y No. 3 Denpasar - BALI | 25. | Sr.Gabriella, CB Dirdios KKI Keuskupan Ruteng Tromol Pos 801 RUTENG - Flores - NTT | |
8. | Rm. Jeff Woi Bule, Pr Dirdios KKI KA. Ende Pastoran Raja - Bajawa 86462 Flores - NTT | 26. | Sr.Yohanika S.Indrawati, MASF Dirdios KKI KA. Samarinda Jl. D.I Panjaitan 59 A SAMARINDA 75117, Kal-Tim | |
9. | Ibu ML.Jenny Widowati Dirdios KKI KA. Jakarta d/a. Komisi Kateketik KAJ Jl. Katedral No. 7, JAKARTA 10710 | 27. | Rm.Mikael Kopong Kaha, Pr Dirdios KKI Keuskupan Sanggau Jl. Jend. Sudirman No. 43 Sanggau Kapuas 78512, KAL-BAR | |
10. | P. Ferdinand Y. Sahadun, OFM Dirdios KKI Keuskupan Jayapura d/a. Keuskupan Jayapura Jl. Kesehatan No. 12 JAYAPURA 99112, PAPUA | 28. | Rm. Dominikus Bambang, Pr Dirdios KKI KA Semarang Jl. Kartini 3 MUNTILAN 56411 | |
11. | Rm. Philogonius Istejamaya Dirdios KKI Keuskupan Ketapang Jl. A. Yani No. 74 KETAPANG 78811 | 29. | Sr.M.Dominika nababan, OSF Dirdios KKI Keuskupan Sibolga Jl. AIS Nasution No. 27 SIBOLGA 22513 | |
12. | Sr. Maria Dionisia, PRR Dirdios KKI KA Kupang Jl. Thamrin - Oepoi KUPANG 85111, Timor - NTT | 30. | Rm. Elias Silvinus Endi, Pr Dirdios KKI Keuskupan Sintang Jl. Jend. A. Yani No. 8 SINTANG 78611, KAL-BAR | |
13. | Rm.Paulus Yohanes G.Lewoema, Pr Dirdios KKI Keuskupan Larantuka Jl. Mgr. Miguel Rangel 2 San Dominggo LARANTUKA 86213, Flotim - NTT | 31. | Sdri. TVO Ratna Tjandrasari Dirdios KKI Keuskupan Surabaya Jl. Mojopahit No. 38 B SURABAYA 60265 | |
14. | Rm. Thomas Aquino Gheta, O.Carm Dirdios KKI Keuskupan Malang Jl. Guntur No. 2 MALANG 65112 | 32. | Rm.Marino, SCJ Dirdios KKI Keuskupan Tanjung Karang Jl. Tupai 49, KEDATON 35147 BANDAR LAMPUNG | |
15. | P.Berthy Imbar, Pr Dirdios KKI Keuskupan Manado Jl. Sam Ratulangi No. 64 MANADO 95002 | 33. | Sr. Jeanne Wure, SMSJ Dirdios KKI Keuskupan Tanjung Selor Jl. Jelarai, RT.21, RW.07, P.O. Box. 01 TANJUNGSELOR 77212, Kaltim | |
16. | Sr. Sherly Rori, JMJ Dirdios KKI K. Manokwari-Sorong Jl. Jend. A. Yani 83, Kotak Pos 183 SORONG 98401, PAPUA | 34. | Bp. Jack Takimai KeuskupanTimika Pastoran Katolik Tiga Raja Jl. Yos Sudarso 1 TIMIKA, 99901, Papua | |
17. | P. Yoseph Due, SVD Dirdios KKI KA. Medan Jl. Imam Bonjol No. 39 MEDAN 20152 | 35. | P. Stanislaus A.Dammen, Pr Dirdios KKI KA. Makassar Jl. Thamrin No. 5-7 MAKASSAR 90111 | |
18. | Sr. M. Susanne Mekiuw, PBHK Dirdios KKI KA. Merauke Jl. Mandala No. 30 MERAUKE 99602, PAPUA | 36. | Sr.Mariana Sogen, ADM Dirdios KKI Keuskupan Weetebula Radamata WEETEBULA 87254 Sumba Barat - NTT | |
37. | P.Amandus Mite, SVD | |||
Jl. Sugiyopranoto 1 | ||||
Maumere 861112 | ||||
Flores, NTT |
[1] Pauline Marie Jaricot adalah seorang perempuan awam seperti perempuan lain pada umumnya. Karena kepekaannya, ia dapat melihat adanya kebutuhan yang mendesak bagi Gereja, sehingga pada tahun 1819 ia menciptakan suatu gerakan yang melibatkan seluruh orang Katolik. Visinya memiliki jangkauan yang jauh ke depan dan sangat profetis. Serikat Pengembangan Iman yang didirikan pada tahun 1822 merupakan satu bukti bahwa perempuan awam dari Lyons ini sangat berjasa dengan pemikiran, prakarsa dan caranya. Setelah membentuk serikat ini dengan pengorbanan pribadinya, ia kemudian membiarkan orang lain mengembangkan serikat ini lebih lanjut. Ia, seperti dikatakannya sendiri adalah “pemantik yang menyalakan api” (Paus Paulus VI, 1972, pada ulang tahun ke-150 Serikat Kepausan untuk Pengembangan Iman). Karena hatinya tergerak oleh kemiskinan dan penderitaan orang-orang yang tidak mengenal Allah, Pauline mulai mengumpulkan dana untuk karya misi Gereja, meminta setiap orang untuk berkorban dengan tujuan membantu mempersatukan kita dengan Allah yang mana korban itu merupakan tanda sejati dari “persekutuan dengan saudara-saudari sekitar kita”. (Paus Yohanes Paulus II, 1999, pada peringatan dua ratus tahun kelahiran Pauline Marie Jaricot). HIDUPNYA Pauline Marie Jaricot lahir di Lyons (Perancis) pada tanggal 2 Juli 1799. Masa kanak-kanaknya dijalaninya di tengah kemewahan. Ia cerdas, ramah dan penuh semangat. Sebagai seorang remaja dia sangat suka akan pesta-pesta. Hal ini didukung oleh kecantikan, kelembutan wajah dan keanggunannya. Pada usia 17 tahun, setelah menderita sakit serius dan sesudah kematian ibunya dan tersentuh dengan kotbah dari imam di parokinya, ia meninggalkan hidupnya yang penuh kemewahan dan kesia-siaan untuk melayani Tuhan dan mempraktekkan kehidupan spiritualnya melalui jalan mistik devosi kepada Hati Kudus Yesus serta kegiatan amal. Pada usia 19 tahun, ia mengumpulkan para pekerja perempuan di pabrik sutera milik keluarganya dan mendirikan Persekutuan Perempuan yang melakukan Devosi Hati Kudus Yesus (Reparatrices) dengan motto “selalu siap membantu orang lain di mana saja Tuhan memanggil.”
KELAHIRAN SERIKAT
Pada tahun 1819, Pauline berpikir tentang satu cara baru untuk mengumpulkan dana bagi karya misi. Kelompok Reparatrices dibagi dalam kelompok 10 dan setiap orang harus membayar satu Sou (5 sen Franc) seminggu; sepuluh kelompok 10 membentuk kelompok 100 dan sepuluh kelompok 100 menjadi satu divisi. Pada Oktober 1820, serikat itu sudah memiliki 500 anggota dan setahun kemudian, serikat memiliki anggota 2000 orang dan tersebar dengan cepat di Perancis, seluruh Eropa dan di seluruh lingkungan Katolik. Dengan cara ini, Pauline Marie Jaricot mengawali gerakan yang terorganisasi baik untuk memberikan sumbangan yang tetap bagi semua karya misi Gereja oleh semua orang beriman Katolik. Mulailah terbentuk satu serikat baru pada 3 Mei 1822, di bawah kepemimpinan awam yang terlibat dalam membantu karya misi. Pimpinan pertemuan, Benoit Coste, secara tepat mendefinisikan semangat Serikat Pengembangan Iman ini: “Kita adalah orang Katolik. Kita tidak boleh hanya mendukung misi ini atau misi itu, tetapi harus mendukung semua misi di seluruh dunia.” Serikat Pengembangan Iman mendapatkan pengakuan resmi Gereja pada tahun 1922 oleh Paus Pius IX dan dinyatakan sebagai Serikat Kepausan. “Benih yang ditebarkan dengan rendah hati oleh Pauline Marie Jaricot telah tumbuh menjadi pohon yang tinggi Karya Pengembangan Iman… Dengan mengikuti Pauline Marie Jaricot, seluruh Gereja diajak untuk melakukan tindakan konkret.” (Paus Paulus VI, 1972).
DIMENSI SPIRITUAL
Pauline percaya bahwa untuk menjalankan karya luhur seperti karya misi, pengumpulan dana saja tidak cukup. Bagi Pauline, karya misi juga membutuhkan doa. Ia berkeyakinan bahwa mereka yang berdoa bersama untuk karya misi juga sama-sama membantu mereka. Walaupun selalu tertarik dengan kegiatan sosial bagi para pekerja miskin dan pembaharuan hidup moral para pekerja muda perempuan, Pauline juga merasa semakin tertarik pada kehidupan spiritual. Baginya, satu periode pemurnian dimulai dan hidupnya merupakan suatu perjalanan di padang gurun di bawah pimpinan Roh. “Saya merasa mati terhadap segala sesuatu kecuali terhadap kepentingan Guru Kebaikan, Kristus, Gereja dan jiwa-jiwa yang sangat saya cintai.” Suatu malam pada usia 23 tahun ia menulis sebuah buku kecil, Cinta Tak Terbatas dalam Ekaristi Kudus, dan mengakui bahwa tanpa doa dan penderitaan, dia mungkin tidak akan pernah berkarya sebagai alat-Nya untuk Pengembangan Iman dan Rosario Hidup.
ROSARIO HIDUP
Di bawah bimbingan Roh, ia sangat yakin akan mendesaknya dan pentingnya tugas Pengembangan Iman. Apa yang menjadi keprihatinan Pauline dan kelompok Reparatrices-nya bukan hanya banyaknya orang yang tidak percaya dan tidak sadar akan cinta Allah yang memelihara, melainkan juga kemerosotan hidup iman di kalangan orang Katolik di tanah airnya, Perancis yang telah menjadi semakin sekuler dan dipengaruhi oleh ajaran Pencerahan. Dengan keprihatinan yang mendalam atas keadaan pada zamannya, pada tahun 1826 ia mendorong karya baru lainnya, yaitu ROSARIO HIDUP. Pauline pada usia 7 tahun berbicara tentang praktek Rosario Kudus. Ia dengan sedih mengamati bahwa hal yang paling penting dan sulit untuk dilakukan adalah membuat Rosario dapat diterima oleh banyak orang. Untuk mewujudkan tujuan ini, Pauline menggunakan metode yang sama dengan yang ia gunakan dalam Pengembangan Iman. Ia mengubah kelompok 10 menjadi kelompok 15. Setiap kelompok 15 berjanji untuk berdoa Rosario sepuluh Salam Maria setiap hari dan merenungkan satu dari 15 misteri yang diberikan kepada mereka. Dengan cara ini, Pauline secara cerdas mengumpulkan 15 orang untuk brdoa bagi pertobatan orang berdosa. Pauline sungguh menyadari dan mengakui keterbatasan setiap orang, yaitu bahwa ada orang yang baik, orang yang sedang-sedang saja dan lainnya yang tidak memiliki apapun untuk diberikan tetapi memiliki kehendak baik. Dari 15 orang tampak nyata, hanya satu yang bernyala dengan baik, tiga atau empat bernyala sedang-sedang saja dan sisanya tidak bernyala sama sekali. Himpunan yang baik akan mendapatkan cahaya yang besar. Ia meminta agar setiap anggota Rosario Hidup harus memberikan lima Franc setiap tahun untk disumbangkan bagi GOOD LITERATURE (perpustakaan keliling untuk rakyat jelata, 1826) serta harus berusaha untuk mendapatkan lima pendukung lainnya yang kemudian akan melipatgandakan jumlah mereka yang berdoa dan menjalani Rosario Hidup. Praktek ini menyebar ke seluruh Eropa, berkembang hingga ke Amerika dan India dan pendukungnya diperkirakan mencapai jutaan orang. Pauline sendiri mengatakan bahwa kebanyakan anggota Serikat Pengembangan Iman, terutama di Perancis dan Belgia merupakan anggota Rosario Hidup sehingga kedua karya ini menjadi suatu kerja sama misioner yang paling ideal dan efektif. Kerja sama ini didukung dan diakui oleh Tahta Suci sebagai “pemikiran, prakarsa dan cara yang cerdas.” (Paus Paulus VI, 1972). Sifat universalnya membuatnya menjadi lebih dari karya Katolik manapun.
KOMITMEN SOSIAL
Pauline Jaricot menjalani suatu kehidupan spiritual yang mendalam dan bersahabat dengan para religius dalam konteks panggilan tugas awam. Dalam hal ini , ia memberi contoh tentang pribadi seorang awam ideal yang kemudian hari ditekankan dalam dokumen Gereja. Cinta yang mendalam kepada orang miskin dan kesadaran yang tinggi akan keadilan sosial mendorongnya mengabdikan dirinya untuk memperbaiki kehidupan para pekerja. Pemberontakan revolusioner di Lyons pada tahun 1830 mendorongnya terlibat secara pribadi dan menggunakan seluruh warisan keluarganya untuk menjalankan satu sistem produksi yang baru, lebih manusiawi dan lebih Kristiani. Dengan tujuan ini , ia mengembangkan Bank of Heaven (Bank Surgawi), suatu program bantuan sosial Katolik. Sayangnya, program ini dipercayakan kepada orang yang tidak tepat, sehingga tidak berjalan baik dan Pauline jatuh miskin serta terdaftar sebagai warga negara di Lyons yang tidak memiliki apa-apa. “Pada tahun 1845, Allah berkenan menaruh tangan-Nya atas diri saya seperti Ia lakukan atas Ayub… saya jatuh, seperti orang yang turun dari Yerusalem ke Yeriko, ke dalam tangan para perampok…”
KESAKSIAN HIDUP ROHANI
Tahap terakhir dari hidupnya dimulai. Selama 10 tahun ia bekerja keras dan segala macam tantangan. Pauline menulis: “Misteri yang menyelubungi usaha-usahaku adalah misteri Salib.” Singkatnya, sebelum kematiannya pada tanggal 9 Januari 1862, St. Cure dari Ars, sahabat dan orang yang ia percayai berkata: “Saudaraku yang terkasih, saya mengenal seseorang yang memanggul banyak penderitaan salib yang berat dan menanggungnya dengan rasa cinta yang besar. Dia adalah Marie Jaricot.” Hal ini merupakan pemurnian terakhir dari jiwa yang kebajikan-kebajikan dan kepahlawanannya diakui oleh Paus Yohanes XXIII, dengan dekrit pada 25 Februari 1963 yang memberikan gelar: “VENERABILIS PAULINE MARIE JARICOT” Venerabilis Pauline Marie Jaricot meninggalkan tiga batu penjuru kehidupan kristianinya sebagai warisan bagi kita semua: 1. Doa yang tekun dengan devosi kepada Ekaristi dan Perawan Maria melalui doa Rosario; 2. Mempersembahkan hidupnya dalam komitmen persekutuan doa dan dalam solidaritas material demi Pengembangan Iman; 3. Status ziarah rohani Katolik yang terbuka bagi setiap orang dengan keyakinan bahwa tugas panggilannya adalah untuk tetap berada di dalam dunia. “Kepada putri sejati Gereja yang secara radikal mempersembahkan dirinya demi karya misi di tanah yang jauh dan pada saat yang sama sangat peduli terhadap masalah dunia kerja yang berada di sekitarnya, membuatnya pantas mendapat penghormatan baru.” (Paus Paulus VI, 1972). Kita berharap dan berdoa semoga “penghormatan baru dan pantas” ini diwujudkan dalam gelar BEATA. Missio KKI # 19/IX – 2007
[2] Jeanne Bigard dan ibunya Stephanie adalah dua orang awam yang telah memprakarsai berdirinya Serikat Kepausan St. Petrus Rasul, tahun 1889. Atas dorongan ibunya Stephanie, Jeanne Bigard berhasil menyelesaikan karyanya dengan setia sampai akhir hayatnya. Jeanne Bigard, memfokuskan karyanya dalam memperhatikan “pembinaan calon-calon imam pribumi”, yang dia anggap penting khususnya di daerah-daerah misi. Baginya, imam adalah gembala yang mempunyai tugas mulia, melayani umat-Nya. Keyakinan ini tidak lepas dari pengalaman pribadinya bersama keluarga. Ayahnya, Charles Viktor Bigard, dan kakaknya, Rene Bigard, meninggal tanpa menerima sakramen perminyakan suci. Pengalaman ini mengubah hidupnya dan menumbuhkan tekad yang kuat dalam dirinya untuk membantu dan memajukan calon-calon imam di tanah misi. Setelah kematian ayah dan kakaknya, Jeanne, yang rajin mengikuti kegiatan Gereja sejak kecil, mengambil keputusan untuk berkontak dan menjalin relasi dengan Mgr. Alphonse Cousin. Saat itu Mgr. Cousin menjabat sebagai Administrator Apostolik Nagasaki, Jepang. Melalui surat-menyurat, Mgr. Cousin menjelaskan kepada Jeanne tentang pentingnya pembinaan para calon imam pribumi dan kurangnya dana serta tempat yang layak untuk mereka. Dari penjelasan Mgr. Cousin, Jeanne tersentuh hatinya dan berniat untuk membantu khususnya bagi pembinaan calon imam di tanah misi. Selain itu, Jeanne bersama ibunya memberikan harta yang mereka miliki dan menyumbangkan dana untuk membangun Gereja St. Fransiskus Xaverius di Kyoto, Jepang. Doa dan cinta yang membara membawa Jeanne dan ibunya Stephanie pada suatu pengabdian dalam karya misi. Kepedulian dan solidaritas bagi pertumbuhan panggilan imam pribumi di daerah-daerah misi, di setiap Gereja lokal, mulai dirintis. Itulah yang menjadi keajaiban dalam hidup mereka, memberikan hidup mereka dalam doa dan kurban.
Singkatnya tentang serikat kepausan untuk misi:
Pendiri
Jeanne Bigard (1859 - 1934)
Didirikan di Caen, Prancis pada tahun 1889.
Mendapatkan pengakuan Roma, tanggal 3 Mei 1922 oleh Paus Pius XI menjadi Serikat Kepausan untuk Promosi Panggilan.
Motivasi Pendiri
Keprihatinan akan kekurangan tenaga imam Gereja lokal dan fasilitas pendidikan calon imam.
Semboyan
Panggilan muncul dan benihnya bertumbuh subur hanya memalui doa yang terus menerus.
Pelindung
Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus.
Tujuan
Membantu pendidikan calon Imam dan Hidup Bakti Gereja lokal dalam bentuk doa dan derma.
Hari Minggu Panggilan Sedunia
Minggu Paskah ke-IV atau Hari Minggu Gembala Yang Baik. Doa, Derma, untuk calon Imam dan Hidup Bakti.
Nilai-nilai Misioner
a. Kepedulian terhadap Pengembangan Panggilan Gereja Lokal
Apa yang telah dilakukan oleh Jeanne dan Stephanie Bigard adalah suatu tugas yang mulia karena demi kepentingan Gereja Universal. Mereka sungguh menjadi sarana Tuhan untuk meneruskan karya perutusan-Nya. Bagi Jeanne Bigard, imam mempunyai tugas perutusan yang sangat luhur sebab para imam, berkat tahbisan dan perutusan yang mereka terima, diangkat untuk melayani Kristus, Guru, Imam dan Raja. Mereka ikut menunaikan pelayanan-Nya, yang bagi Gereja merupakan upaya untuk tiada hentinya dibangun di dunia ini menjadi umat Allah, Tubuh Kristus dan Kenisah Roh Kudus (bdk. PO 1). Untuk itu pendidikan calon imam pun sangatlah penting, khususnya dalam pembinaan di seminari, karena para imam adalah pemimpin umat Allah (PO 6). Dan Jeanne Bigard mewujudkan dalam karyanya melalui doa dan derma bagi para calon imam pribumi di tanah misi.
b. Perhatian terhadap keterbatasan dana dan fasilitas pendidikan imam
Stephanie dan Jeanne Bigard menyumbangkan harta mereka dan mereka pun mengajak orang lain untuk memberikan derma bagi pendidikan imam pribumi di seluruh dunia. Allah berkarya, karena keterbukaan hati mereka pada kehendak Allah. Cinta akan Allah dapat diwujudkan dengan mencintai Gereja dan dengan mengembangkan panggilan imam pribumi. Tujuan pengembangan panggilan imam pribumi adalah agar Kabar Gembira Kristus dapat diwartakan khususnya dalam budaya setempat, pelayanan pastoral dapat ditingkatkan, dan saksi-saksi Kristus semakin nyata di dunia ini. Secara perlahan-lahan Kerajaan Allah di dunia ini semakin tampak dan nama Tuhan semakin dimuliakan. “Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakannya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka tidak diutus?,” (Rm 10:14-15). Para imam dipanggil secara khusus untuk meneruskan karya perutusan Kristus di tengah dunia ini. Melalui pewartaan, karya, dan kesaksian mereka, para imam diharapkan menjadi gembala-gembala yang baik bagi jiwa-jiwa yang merindukan keselamatan dari Tuhan.
c. Berdoa mohon panggilan imam dan hidup bakti
Jeanne Bigard tak pernah berhenti berdoa mohon panggilan dan kesalehan imam, biarawan-biarawati di daerah-daerah misi. Panggilan ini akan muncul dan bertumbuh dengan sumbur apabila dipupuk melalui doa yang terus-menerus. Jeanne mengajak umat beriman untuk berdoa terus-terus kepada tuan yang empunya panenan untuk mengaruniakan bagi Gereja pekerja-pekerja yang bermutu di ladang Tuhan.
Gereja mengundang seluruh umat beriman untuk turut terlibat dan memperhatikan calon-calon imam pribumi. Kerjasama misioner mereka lakukan melalui doa, derma dan dana. Umat beriman ikut ambil bagian dalam kerjasama misioner yang telah dirintis oleh Jeanne Bigard dan ibunya Stephanie. Tugas perutusan misioner dapat dilakukan apabila umat beriman mempunyai kepekaan hati seperti Jeanne Bigard dan menyadari akan pentingnya seorang imam dan biarawan-biarawati. Dengan teladan Stephanie dan Jeanne Bigard maka begitu banyak orang tergerak hati untuk melakukan seperti yang telah mereka lakukan. Maka tepatlah jika Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Redemptoris Missio menyatakan demikian:
“Di sini kami mau bersyukur kepada semua orang yang melakukan pengorbanan dan menyokong karya di daerah misi. Pengorbanan-pengorbanan mereka dan keterlibatan mereka adalah teramat penting untuk membangun Gereja dan untuk memperlihatkan cinta” (RM 81).
Komitmen kita
Mengikuti teladan Jeanne Bigard dan ibunya Stephanie, hendaklah kita bersyukur atas panggilan imam serta biarawan-biarawati. Kita bersyukur karena Allah telah memanggil dan memilih mereka untuk secara khusus melayani umat-Nya. Ungkapan syukur kita dapat kita wujudkan dalam berbagai bentuk dukungan terhadap panggilan:
Pertama, kita bisa mendukung panggilan dengan doa, baik doa peribadi maupun doa bersama (kita mengajak orang lain untuk berdoa bagi perkembangan panggilan).
Kedua, kita memberikan derma untuk panggilan, baik yang dilakukan setahun sekali pada Hari Minggu Paskah Ke-4, maupun yang bisa kita lakukan kapan saja berupa sumbangan pribadi kepada seminari-seminari atau rumah-rumah biara.
Ketiga, kita bisa menjadi promotor panggilan di dalam keluarga, komunitas basis, Paroki, Keuskupan.
[3] Mgr. Charles Augustie Marie de Forbin-Janson berasal dari keluarga bangsawan. Lahir 3 November 1785 dan meninggal tahun 1844 di Perancis. Mgr. Charles adalah Uskup Nancy - Perancis. Mgr. Charles memiliki keprihatinan khusus terhadap anak-anak yang menderita, anak-anak yang haus akan kasih sayang dan pembinaan yang memadai. Ia sangat prihatin dengan keadaan anak-anak di seluruh dunia, teristimewa di Cina, yg pada waktu itu memiliki banyak anak yg menderita rohani dan jasmani. Keadaan politik dan sosial ekonomi menyebabkan banyak anak :
1. Menderita kelaparan
2. Dipaksa kerja berat
3. Tidak mendapatkan pendirikan
4. Hidup di jalanan
5. Mengemis dan berbuat kejahatan 6. Banyak anak yg mati tanpa mengenal Tuhan
2. Dipaksa kerja berat
3. Tidak mendapatkan pendirikan
4. Hidup di jalanan
5. Mengemis dan berbuat kejahatan 6. Banyak anak yg mati tanpa mengenal Tuhan
Beliau selalu mengimpikan hidup sebagai misionaris yang mempunyai semangat apostolik untuk menuntun anak-anak kepada Yesus. Maka beliau pun mulai mengembangkan karya misioner yang dikhususkan bagi anak-anak dengan berdevosi pada “Kanak-kanak Yesus”. Pada tanggal 19 Mei 1843, dalam sidang Keuskupan, secara resmi, didirikan serikat ini:
· Nama : “Serikat Kanak-Kanak Suci” - “the Holy Childhood Association ”.
· Motto : “Anak Menolong Anak - Children Helping Children”
· Semangat misioner : Doa, Derma, Kurban dan Kesaksian ( 2D2K)
· Pelindung : Kanak-kanak Yesus
Pada tanggal 3 Mei 1922 Paus Pius XI mengesahkan persekutuan ini sebagai Serikat Kepausan Anak-anak Misioner.
Nilai-nilai Misioner:
Kepekaan Hati untuk Misi Sejagat
Mgr. Charles de Forbin Janson memiliki kepekaan hati terhadap penderitaan anak-anak di seluruh dunia. Beliau adalah Gembala Pencinta anak-anak yang melarat. Sejak pendidikan dasar di Seminari St. Sulpicius, beliau sudah menaruh cinta terhadap anak-anak dan memperkenalkan Yesus kepada anak-anak. Karya misi memerlukan seorang yang peka akan kebutuhan sesamanya, hati yang terbuka untuk semua orang
Penghargaan terhadap Hak dan Martabat Anak
Mgr. Charles merasa turut bertanggung jawab atas penderitaan anak-anak di dunia. Beliau memperjuangkan hak anak-anak untuk memperoleh cinta, perhatian dan pendidikan selayaknya sebagai Citra Allah. Beliau menghargai potensi, karunia yang ada pada anak-anak untuk menolong anak-anak lain yang tidak beruntung. Karya misi membutuhkan seseorang yang sungguh menghargai martabat manusia dan memberdayakan potensi yang ada pada mereka
Sikap solider
Mgr. Charles menaburkan benih iman dan kasih akan Tuhan Yesus dalam diri anak-anak. Nilai-nilai universal seperti cinta, kesetiakawanan, doa dan korban harus sudah ditanamkan dalam diri anak-anak sejak usia dini. Semangat ini tertera dalam motto Serikat Kanak-Kanak Suci ”Children Helping Children”. Anak-anak belajar menjadi sahabat Yesus dan bersahabat dengan semua anak lain di dunia. Karya misi membutuhkan seseorang yang bersikap solider dan berbelarasa dengan sesama yang menderita
Hari Minggu Anak Misioner
Hari Anak Misioner Sedunia diperingati tanggal 6 Januari. Dengan alasan pastoral-liturgis, pada tahun 1950, Paus Pius XII, menetapkan Hari Minggu I Januari sebagai Hari Minggu Anak Misioner Sedunia bertepatan dengan Hari Raya Penampakan Tuhan. Inilah hari yang mempersatukan semua anak-anak misioner sedunia dalam semboyan “Children Helping Children” dan dalam semangat/kebajikan Doa, Derma, Kurban dan Kesaksian ( 2D2K ).
Di Indonesia
Sekami telah mulai bergiat sejak tahun 1970-an. Mulanya bernama SEKAR (Serikat Kepausan Anak dan Remaja)
Sejak Lokakarya Nasional KKI di Denpasar (1996), wakil-wakil dari seluruh keuskupan, bersama pimpinan Karya Kepausan Indonesia, bersepakat untuk merubah namanya menjadi SEKAMI (Serikat Kepausan Anak/Remaja Misioner)
Tambahan kata Misioner dirasa perlu oleh para Dirdios KKI se-Indonesia, agar anak dan remaja lebih menyadari peran dan perutusan misioner mereka
Sejak Lokakarya Nasional KKI di Denpasar (1996), wakil-wakil dari seluruh keuskupan, bersama pimpinan Karya Kepausan Indonesia, bersepakat untuk merubah namanya menjadi SEKAMI (Serikat Kepausan Anak/Remaja Misioner)
Tambahan kata Misioner dirasa perlu oleh para Dirdios KKI se-Indonesia, agar anak dan remaja lebih menyadari peran dan perutusan misioner mereka
Tujuan SEKAMI:
1.Membangun hubungan pribadi penuh persahabatan dengan Yesus dan dengan sesama sahabat lainnya
2.Membangun kesadaran misioner dalam hati dan budi anak dan remaja (setiap anak adalah Misionaris cilik)
3.Membngun persekutuan misioner di kalangan anak dan remaja (bersama-sama merekan diutus sebagai misionaris)
4.Membangun kerja sama misioner sejak dini di kalangan anak dan remaja (belajar bertanggungjawab dan bekerja sama)
5. Membangun kepedulian misioner anak lewat, doa dan derma (khusus bagi anak yg jauh lebih menderita
6. Mempersiapkan kader misioner dari kalangan anak (persiapan masa depan mereka dan Gereja) Sasaran yang ingin dicapai :
2.Membangun kesadaran misioner dalam hati dan budi anak dan remaja (setiap anak adalah Misionaris cilik)
3.Membngun persekutuan misioner di kalangan anak dan remaja (bersama-sama merekan diutus sebagai misionaris)
4.Membangun kerja sama misioner sejak dini di kalangan anak dan remaja (belajar bertanggungjawab dan bekerja sama)
5. Membangun kepedulian misioner anak lewat, doa dan derma (khusus bagi anak yg jauh lebih menderita
6. Mempersiapkan kader misioner dari kalangan anak (persiapan masa depan mereka dan Gereja) Sasaran yang ingin dicapai :
1. Rela dan sedia membagikan imannya akan Yesus, sebab :
a. Anak juga mengambil bagian dalam perutusan Gereja
b. Anak adalah misionaris : garam, terang dan cahaya dunia
c. Anak bukan hanya obyek misi, tp subyek misi bersama orang lain, sesama anggota Gereja
2. Rela dan sedia membagikan miliknya yg kendati sedikit bagi anak-anak lain :
a. Perbuatan nyata adalah ungkapan konkrit iman dan doa serta tanggung jawab misionernya
b. Kesadaran misioner menghasilkan kerelaan untuk berbagi, secara nyata dalam hal material/derma, lebih gembira karena memberi dan bukan karena menerima
c. Kerelaan berbagi dinyatakan juga dengan saling menerima teman lain: budaya, agama, bakat, talenta, dll. Keanggotaan
1, Setiap anak dan remaja Katolik (untuk Sekami Internasional, dibatasi 14 thn ke bawah), boleh menjadi anggota Sekami
Untuk Indonesia, tak ada keberatan untuk melibatkan anak-anak remaja, khususnya usia SMP
2. Setiap anggota Sekami hendaknya siap menjadi “sahabat di tengan sahabat”, dalam bentuk sebuah serikat anak-anak, yaitu kumpulan/pertemanan/persahabatan nasional bahkan internasional
3. Seorang anak menjadi anggota resmi dengan memohon untuk menjadi anggota dan permohonannya disetujui dan dikabulkan oleh Direktur Diosesan KKI Keuskupannya, dengan sepengetahuan Direktur Nasional, melalui sebuah pelantikan.
4. Sebelum mengajukan diri dan diterima sebagai anggota resmi, setiap anak harus sudah pernah mengikuti pertemuan-pertemuan Sekami serta mengenal dan memahami tujuannya
5. Dianjurkan agar kelompok anak-anak membentuk kelompok para rasul, berjumlah sekitar 12 orang. Ada seorang penanggung jawab; ada beberapa tugas yang dapat digilirkan, agar anak-anak mulai belajar bekerja sama dan beroganisasi. Setiap kelompok hendaknya mempunyai nama kelompok yg diambil dari seorang kudus/rasul, yg menjadi pelindung rohani sekaligus teladan khusus mereka,dll.
6. Penerimaan resmi anggota dilakukan lewat Ibadat Khusus atau dalam kesempatan Misa Anak-anak.
7. Hendaknya orang tua juga dilibatkan dalam perayaan pelantikan sehingga mereka pun dapat lebih memahami peran misioner anaknya maupun mereka sebagai orang tua/keluarga.
b. Anak adalah misionaris : garam, terang dan cahaya dunia
c. Anak bukan hanya obyek misi, tp subyek misi bersama orang lain, sesama anggota Gereja
2. Rela dan sedia membagikan miliknya yg kendati sedikit bagi anak-anak lain :
a. Perbuatan nyata adalah ungkapan konkrit iman dan doa serta tanggung jawab misionernya
b. Kesadaran misioner menghasilkan kerelaan untuk berbagi, secara nyata dalam hal material/derma, lebih gembira karena memberi dan bukan karena menerima
c. Kerelaan berbagi dinyatakan juga dengan saling menerima teman lain: budaya, agama, bakat, talenta, dll. Keanggotaan
1, Setiap anak dan remaja Katolik (untuk Sekami Internasional, dibatasi 14 thn ke bawah), boleh menjadi anggota Sekami
Untuk Indonesia, tak ada keberatan untuk melibatkan anak-anak remaja, khususnya usia SMP
2. Setiap anggota Sekami hendaknya siap menjadi “sahabat di tengan sahabat”, dalam bentuk sebuah serikat anak-anak, yaitu kumpulan/pertemanan/persahabatan nasional bahkan internasional
3. Seorang anak menjadi anggota resmi dengan memohon untuk menjadi anggota dan permohonannya disetujui dan dikabulkan oleh Direktur Diosesan KKI Keuskupannya, dengan sepengetahuan Direktur Nasional, melalui sebuah pelantikan.
4. Sebelum mengajukan diri dan diterima sebagai anggota resmi, setiap anak harus sudah pernah mengikuti pertemuan-pertemuan Sekami serta mengenal dan memahami tujuannya
5. Dianjurkan agar kelompok anak-anak membentuk kelompok para rasul, berjumlah sekitar 12 orang. Ada seorang penanggung jawab; ada beberapa tugas yang dapat digilirkan, agar anak-anak mulai belajar bekerja sama dan beroganisasi. Setiap kelompok hendaknya mempunyai nama kelompok yg diambil dari seorang kudus/rasul, yg menjadi pelindung rohani sekaligus teladan khusus mereka,dll.
6. Penerimaan resmi anggota dilakukan lewat Ibadat Khusus atau dalam kesempatan Misa Anak-anak.
7. Hendaknya orang tua juga dilibatkan dalam perayaan pelantikan sehingga mereka pun dapat lebih memahami peran misioner anaknya maupun mereka sebagai orang tua/keluarga.
[4] Blessed Father Paolo Manna was born in Avellino on January 16, 1872. After primary and technical education in Avellino and in Naples he went to Rome for higher studies. While studying philosophy at the Gregorian University he followed the call of the Lord and entered the Theology Seminary of the Institute for Foreign Missions in Milan. On May 19, 1894 he was ordained a priest in the cathedral of Milan. On September 27, 1895 departed for the mission of Toungoo in Eastern Burma. He worked there for a total of ten years with two short repatriations until 1907, when his illness forced him to come back to Italy for good. Beginning in 1909, through writing and a variety of other activities, he dedicated all his energy for the next forty years to fostering missionary zeal among the clergy and the faithful. In 1916 founded the Missionary Union of the Clergy on which Pius XII bestowed the title of “Pontifical” in 1956. He saw the Union as “a radical solution to the problem of involving Catholics in the apostolate.” His assumption was that a mission-minded clergy would make all Catholics missionaries. Today the Union has spread throughout the world and the membership includes seminarians, religious and consecrated laity. By 1909 he became the director of Le Missioni Cattoliche; and in 1914 he launched Propaganda Missionaria – a popular broadsheet with a large circulation; in 1919 he started Italia Missionaria for young people. In an effort to foster the missionary vocations in Southern Italy, the Sacred Congregation for the Propagation of the Faith asked Father Manna to establish a seminary for foreign missions. He opened Sacred Heart Seminary at Ducenta in the province of Caserta – a foundation he had long encouraged and promoted. In 1924 was elected Superior General of the Institute of Foreign Missions of Milan. In 1926 at the instigation of Pope Pius XI the Institute united with the Missionary Seminary of Rome to form the Pontifical Institute for the Foreign Missions (P.I.M.E.). The P.I.M.E. General Assembly of 1934 gave him mandate to establish the Society of the Missionary Sisters of the Immaculate. He played a primary role in the foundation of this institute in 1936. From 1937 to 1941 Father Manna was in charge of the International Secretariat for the Missionary Union of the Clergy . The Italian Southern Province of P.I.M.E. was established in 1943 and Father Manna became its first superior and launched the family missionary magazine Venga il tuo regno. Father Paolo Manna died in Naples on September 15, 1952. His remains were laid to rest at Ducenta, “his seminary”. On December 13, 1990 Pope John Paul II visited his tomb. His Beatification Cause began in Naples in 1971 and concluded in Rome on April 24, 2001 with a Papal Decree on a miracle attributed to the intercession of the Servant of God
Tidak ada komentar:
Posting Komentar