Saudara-saudariku yang terkasih,
Tahun lalu surat saya kepada kaum wanita itu, saya berusaha memajukan dialog, khususnya dengan wanita-wanita itu sendiri, mengenai artinya menjadi wanita di jaman kita (bdk. n. 1) juga saya menyebutkan beberapa halangan yang di pelbagai bagian dunia mencegah wanita berintegrasi sempurna dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi. (n. 4). Inilah dialog yang dapat dan harus dimajukan dan didukung oleh mereka yang berkarya di media komunikasi. Mereka itu sering juga menjadi -dan ini patut dipuji- penyokong orang yang tak bersuara dan yang digeser ke pinggiran masyarakat. Orang ini juga berada dalam posisi paling baik untuk merangsang kesadaran masyarakat mengenai dua masalah tentang kaum wanita di dunia masa kini.
Pertama-tama sebagaimana saya tulis dalam surat itu, menjadi ibu lebih sering bagaikan di"pidana"kan daripada dihargai, walaupun justru karena ada wanita yang memilih menjadi istri dan ibu, bangsa manusia dilestarikan. Dan tentu saja itu tidak adil kalau wanita-wanita itu didiskriminasikan, entah secara ekonomis atau sosial, hanya karena mereka mengikuti panggilan fundamental itu. Demikian juga saya menjelaskan bahwa sangatlah perlu mencapai kesamaan nyata di segala bidang: gaji sama untuk karya sama, perlindungan untuk ibu-ibu yang bekerja, keadilan dalam kenaikan pangkat kerja, kesamaan suami dan istri berkenaan dengan hak-hak keluarga, dan pengakuan terhadap apa saja yang merupakan bagian dari hak dan kewajiban para warga negara dalam Negara demokratis. (bdk. n.4)
NILAI-NILAI KEHIDUPAN DAN CINTA HARUS DIKUATKAN SECARA RADIKAL
Kedua, kemajuan emansipasi wanita sejati merupakan hal yang menyangkut keadilan, dan tidak boleh diabaikan lebih lama lagi, sebab merupakan bagian dari kesejahteraan masyarakat. Syukurlah kesadaran bahwa wanita harus diberi kemungkinan memainkan perannya dalam hal menyelesaikan masalah dan masa depan masyarakat, tumbuh menjadi semakin besar. Di setiap bidang "kehadiran wanita di tengah-tengah masyarakat, yang lebih berarti akan ternyata sangat berharga, sebab akan membantu menunjukkan kontradiksi yang ada kalau masyarakat diatur hanya menurut kriteria efisiensi dan produktifitas, lalu kehadiran wanita itu akan memaksa orang membentuk kembali sistim-sistim sedemikian, sehingga proses pemanusiaan dimajukan, yang menjadi tanda "kebudayaan cintakasih".(n.4)
"Kebudayaan Cintakasih" pada dasarnya merupakan penegasan nilai kehidupan dan nilai cintakasih secara radikal. Dan terutama para wanita memiliki bakat dan hak dalam bidang-bidang ini, baik bidang kehidupan maupun bidang cintakasih. Sejauh menyangkut kehidupan, walaupun tidak bertanggung jawab sendirian atas nilai hakikinya, namun wanita memiliki kecakapan khusus memberikan penegasan itu karena hubungan erat mereka dengan misteri meneruskan kehidupan. Sejauh menyangkut masalah cintakasih, wanita dapat memberikan kepada setiap aspek kehidupan, termasuk tingkat mengambil keputusan paling tinggi, mutu essensiil kewanitaan, yang terdiri atas obyektivitas dalam pertimbangan, yang dilembutkan oleh kecakapannya untuk mengerti secara mendalam tuntutan-tuntutan hubungan antar manusia.
Media komunikasi, termasuk pers, film, radio dan televisi, industri musik dan jaringan-jaringan komputer, merupakan forum modern, tempat informasi diterima dan diteruskan secara pesat ke sidang penerima di seluruh dunia; tempat gagasan-gagasan ditukarkan, sikap-sikap dibentuk dan memang kebudayaan baru diciptakan. Maka media ditakdirkan agar memiliki pengaruh sangat kuat dalam hal menentukan apakah masyarakat sungguh-sungguh mengakui serta menghargai bukan hanya hak-hak, melainkan juga bakat-bakat wanita khususnya.
Namun menyedihkan sekali, kita sering melihat bahwa wanita tidak diagungkan, melainkan dieksploitasikan dala media. Betapa sering wanita diperlakukan bukan sebagai pribadi dengan martabat yang tidak boleh diganggu-gugat, tetapi sebagai obyek yang kegunaannya ialah memuaskan nafsu akan kesenangan atau kekuasaan orang lain? Betapa sering peran wanita sebagai istri dan ibu diremehkan atau bahkan ditertawakan? Betapa sering pula peran wanita di bidang usaha atau hidup profesional digambarkan sebagai karikatur kelaki-lakian, dengan menyangkal bakat khusus pengetahuan, kasihan dan pengertian kewanitaan, yang merupakan sumbangan begitu besar kepada "kebudayaan cintakasih"?
PATUT MEDIA MEMPERHATIKAN PAHLAWAN MASYARAKAT YANG SEJATI
Para wanita sendiri dapat saja berbuat banyak untuk mengembangkan perlakuan wanita di media yang lebih baik; dengan memajukan program pendidikan media yang sehat dengan cara mengajar orang-orang lain, terutama keluarga mereka agar menjadi pengguna media cerdas di pasaran media: memberitahukan pandangan mereka kepada perusahaan produksi, para penerbit, jaringan radio/televisi dan pemasang iklan berhubung dengan cara dan penerbitan yang menghina martabat wanita atau merendahkan derajat peranan mereka dalam masyarakat. Apalagi, para wanita dapat dan harus menyiapkan diri untuk mengambil kedudukan penting dan kreatif dalam media, tidak dengan menentang peranan kaum pria atau menirunya, tetapi dengan menanamkan "genius" mereka sendiri pada karya aktivitas profesional mereka.
Media pasti akan berbuat baik kalau memperhatikan khusus pahlawan wanita sejati masyarakat, termasuk wanita kudus tradisi Kristiani, sebagai contoh peranan untuk kaum muda dan generasi-generasi mendatang. Demikian juga dalam hal ini tidak dapat melupakan wanita suci yang banyak itu, yang telah mengorbankan segala-galanya untuk mengikuti Yesus dan membaktikan diri untuk berdoa dan melayani kaum miskin, para orang sakit, para tuna aksara, kaum muda, jompo dan cacat. Beberapa wanita ini juga terlibat dalam karya media - berkarya demikian sehingga "kepada kaum miskin kabar gembira diwartakan (bdk. Lk. 4:18).
"Jiwaku mengagungkan Tuhan" (Luk. 1:46). Sang Perawan tersuci Maria memakai kata-kata ini ketika membalas salam sepupunya Elisabeth, dan dengan demikian mengakui "hal-hal besar" yang telah dibuat Allah dalam dirinya. Gambar wanita yang dikomunikasikan oleh media seharusnya memasukkan pengakuan bahwa setiap bakat wanita mewartakan keagungan Tuhan. Tuhan yang telah mengkomunikasikan kehidupan dan cintakasih, kebaikan dan rahmat, Tuhan yang merupakan sumber martabat dan kesamaan wanita, dan sumber "genius" istimewa mereka.
Saya berdoa agar Hari Komunikasi Sedunia ke 30 ini mendorong semua yang terlibat dalam media komunikasi sosial, terutama para putera dan puteri Gereja, agar mempromosikan kemajuan sejati dari martabat dan hak-hak wanita, dengan memproyeksikan gambaran benar dan terhormat peranan mereka dalam masyarakat, dan dengan memperlihatkan "kebenaran penuh mengenai para wanita" (surat kepada kaum wanita n.12).
Dari Vatikan, 24 Januari 1996
Johannnes Paulus PP II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar