Saudara-saudara terkasih,
Selama 26 tahun yang berturut-turut ini, demi menjawab petunjuk Konsili Vatikan II, Gereja merayakan Hari Komunikasi Sosial se-dunia.
Apa yang dirayakan hari ini? Yang dirayakan hari ini adalah pengakuan penuh syukur akan anugerah khusus Allah, yang memiliki arti teramat besar dalam era sejarah umat manusia, dalam mana kita hidup dewasa ini, yakni anugerah terdiri atas peralatan teknis yang memudahkan, meningkatkan dan memperkaya komunikasi antar manusia.
Hari ini, kita merayakan berkat yang diperoleh dalam bentuk dapat berbicara, mendengar dan melihat, yang memungkinkan kita keluar dari suasana terpencil dan sepi, sehingga terjalin tukar-menukar pikiran dan perasaan hati dengan orang-orang di sekitar kita.
Kita merayakan anugerah dapat menulis dan membaca, yang menyediakan kepada kita kebijaksanaan para leluhur kita, dan dengan yang mana pengalaman serta pemikiran kita sendiri diteruskan kepada generasi-generasi mendatang.
Dan seakan-akan hal-hal yang menakjubkan ini masih kurang berharga, maka kita menyaksikan nilai "keajaiban-keajaiban" yang masih lebih mengagumkan lagi: "keajaiban-keajaiban teknologi yang dimaksudkan Allah untuk ditemukan oleh kecerdasan pikiran manusia (Inter Mirifica, No 1). Dengan cara tak terhingga penemuan-penemuan itu dewasa ini telah meningkatkan dan meluaskan jarak dan jangkauan komunikasi kita serta menambah volume suara kita sehingga bisa didengar saat yang sama tak terbilang jumlahnya.
Media komunikasi - dan tak satupun yang disisihkan dari perayaan ini - merupakan karcis masuk bagi setiap orang, pria dan wanita, ke pasar modern dimana pikiran-pikiran diungkapkan secara terbuka, diadakan tukar-menukar gagasan, berita diedarkan, serta segala jenis informasi dikirim dan diterima (bdk. Redempotoris Missio no. 137).
Untuk semuanya ini kita memuji Bapa di surga, asal "setiap pemberian baik dan setiap anugerah sempurna (Yak. 1:17).
Namun, perayaan syukur dan kegembiraan ini terpaksa sedikit diwarnai kesedihan dan penyesalan. Justru lewat media yang kini kita rayakan, terus menerus terdengar peringatan akan keterbatasan keadaan manusiawi kita, akan adanya kejahatan dalam diri manusia pribadi dan dalam masyarakat, akan kekejaman tak berperikemanusiaan serta ketidakadilan antar sesama yang ditimpakan manusia sendiri yang satu kepada yang lain dengan begitu banyak dalih.
Lewat media kita sering menemukan diri sebagai penonton tak berdaya, yang menghadiri kekejaman yang dilakukan di seluruh dunia, dengan alasan apa saja, enyah persaingan dari masa lampau atau prasangka rasial, keinginan untuk membalas dendam, keinginan untuk berkuasa, kerakusan harta, egoisme, atau karena kurang menghargai hidup dan hak asasi manusia.
Orang-orang Kristiani menyesalkan motivasi dan kejadian-kejadian ini. Namun mereka dipanggil untuk berbuat lebih banyak lagi; mereka harus berusaha mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (bdk. Roma 12:21)
Tanggapan Kristiani terhadap kejahatan adalah, terutama, mendengarkan Kabar Gembira dan makin menghadirkan pesan keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Orang Kristiani memiliki "kabar gembira" untuk disebarluaskan. Kita memiliki pesan dan merupakan kegembiraan kita kalau kita wartakan kepada setiap orang berkehendak baik yang siap mendengarkannya.
Cara mewartakannya, pertama-tama dengan kesaksian hidup, karena seperti telah dikatakan dengan bijaksana oleh Paus Paulus VI, "orang-orang modern lebih suka mendengarkan guru, maka itu hanya karena mereka telah menjadi saksi" (Evangelii Nuntiandi no. 41)
Kita diharap menjadi bagaikan kota yang terletak di atas gunung, lampu di atas gantang, yang bisa dilihat oleh semua orang, kalau sinar kita bercahaya seperti menara api yang menunjuk jalur aman menuju pelabuhan penuh damai (bdk. 5:13-14).
Kalau hidup pribadi dan hidup bermasyarakat kita menjadi contoh iman nilai-nilai yang sebagai umat Kristiani kita akui, maka hal ini pasti akan disajikan kepada perhatian oleh semua media komunikasi, yang sungguh-sungguh mencerminkan kenyataan. Pewartaan pesan Kristus dengan cara itu sudah dapat menghasilkan banyak kebaikan. Betapa berdaya guna kesaksian universal macam itu dari pihak para anggota Gereja!
Namun, dari para pengikut Kristus masih juga diharapkan pewartaan yang lebih eksplisit. Iman wajib kita ungkapkan "dalam terang" dan "dari atas atap" (Mat. 10:27; Luk 12:3), rasa takut dan kompromi, dan tentu saja kita menyesuaikannya dengan cara bicara dan pola berpikir masyarakat" (Communio et Progressio, no.11), juga selalu dengan rasa peka dan keyakinan aktual orang, sebagaimana kita harapkan mereka juga peka akan iman dan keyakinan kita.
Pewartaan iman kita selalu harus dilakukan dengan sikap hormat ganda itu, yang dituntut Gereja: baik menghormati semua orang, tanpa kecuali, dalam usaha mereka mencari jawaban atas masalah terdalam tentang hidup mereka, maupun menghormati karya Roh Kudus, yang secara misterius sudah hadir dalam setiap orang. (bdk. Redempotoris Missio, no. 29).
Kita ingat, Kristus tidak memaksakan ajaranNya kepada siapapun. Ia menawarkan kepada semua orang tanpa terkecuali, tetapi Ia membiarkan semua orang bebas dalam hal menanggapi undanganNya, ikuti.
Kita menegaskan bahwa semua memiliki hak untuk mendengarkan pesan yang menyematkan yang ditinggalkanNya kepada kita. Kita menegaskan pula bahwa mereka memiliki hak untuk menganutnya kalau pesan itu meyakinkan mereka. Daripada merasa perlu meminta maaf karena kita menyediakan pesan Kristus itu kepada semua orang, kita dengan penuh keyakinan menegaskan bahwa hak dan kewajiban kita tidak kurang dari itu.
Maka sesuai dengan dan untuk maksud itu, adalah hak dan kewajiban kita untuk menggunakan semua media komunikasi baru, yang secara khas menandai jaman ini. Sesungguhnya, "Gereja akan merasa bersalah jika tidak memanfaatkan sarana-sarana ampuh ini, yang dari hari ke hari semakin dikembangkan dan disempurnakan oleh kepandaian manusia (Evangeli Nuntiandi, no. 45).
Dengan jelas kita menyadari bahwa "sarana-sarana" ini menuntut ketrampilan dan ilmu khusus dari mereka yang mempergunakannya, dan bahwa untuk berkomunikasi dengan jelas dalam "bahasa-bahasa baru" ini diperlukan bakat khusus dan pendidikan yang tepat.
Sehubungan dengan ini, pada hari komunikasi se-dunia, saya mengenangkan kegiatan-kegiatan orang-orang Katolik, baik secara pribadi maupun tergabung dalam banyak sekali lembaga dan organisasi yang ada di bidang ini.
Secara khusus, saya menyebut ketiga organisasi Media Katolik yang besar; Organisasi Katolik Internasional untuk film dan sinema (OCIC), persatuan pers Katolik internasional (UCIP) dan asosiasi radio dan televisi internasional (UNDA).
Khususnya kepada mereka dan kepada sumber-sumber pengetahuan profesional, ketrampilan dan kerajinan yang begitu besar dari para anggota di seluruh dunia, Gereja dengan penuh harapan dan keyakinan berpaling saat berusaha mewartakan pesan Kristus dalam bentuk yang disesuaikan dengan sarana-sarana yang sekarang tersedia baginya dan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh kebudayaan yang telah diciptakan oleh media di seluruh dunia; kepada budaya mana pesannya ditujukan.
Pada hari yang istimewa ini, lembaga besar para ahli media Katolik ini, yang sebagian besar terdiri atas kaum awam, pria maupun wanita, harus diingatkan kembali akan tanggungjawab berat yang ada di pundak mereka. Namun, mereka juga harus merasa diberi dukungan rohani dan rasa solidaritas kuat seluruh umat beriman.
Saya ingin membesarkan hati mereka, supaya semakin menambah dan mengintesifkan usaha mengkomunikasikan pesan kita lewat media dan juga untuk mendidik orang lain agar mereka dapat berbuat demikian juga.
Saya menghimbau semua organisasi Katolik, kongregasi biarawan-wati, dan gerakan-gerakan Gerejani, tetapi secara khusus para konferensi waligereja, baik di tingkat nasional maupun regional, supaya membantu mengembangkan kehadiran Gereja dalam bidang media dan agar mengusahakan koordinasi yang lebih besar di antara para lembaga media Katolik yang terlibat. Dalam memenuhi misinya, Gereja membutuhkan kemungkinan memanfaatkan sarana-sarana komunikasi sosial yang lebih efektif dan yang jauh jangkauannya.
Semoga Allah menjadi kekuatan dan dukungan semua orang Katolik yang terlibat dalam dunia komunikasi saat mereka sekali lagi membaktikan diri kepada karya yang dengan begitu jelas diminta Allah dari mereka itu.
Sebagai tanda kehadiranNya yang Ilahi dan bantuanNya yang menguatkan dalam usaha-usaha mereka, dengan gembira saya memberikan kepada mereka berkata Apostolik saya.
Vatikan, 24 Januari 1992
Pesta Santo Fransiskus de Sales.
Joannes Paulus PP II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar