Saudara-saudari yang terkasih,
Selama beberapa dasawarsa ini, televisi telah mempelopori suatu revolusi di bidang komunikasi, yang telah sangat mempengaruhi kehidupan keluarga. Dewasa ini televisi telah menjadi sumber utama untuk warta berita, informasi dan hiburan untuk keluarga-keluarga yang tak terbilang jumlahnya, membentuk sikap dan pendapat, nilai dan tingkahlakunya.
Televisi itu mampu memperkaya kehidupan keluarga. Mampu mendekatkan anggota-anggota keluarga satu sama lain dan memajukan solidaritas keluarga itu dengan keluarga-keluarga lain dan dengan masyarakat umumnya. Televisi mampu menambah bukan hanya pengetahuan umum, melainkan juga pengetahuan agama mereka, memungkinkan mereka mendengar Sabda Allah, memperkuat identitas religius serta memajukan kehidupan rohani mereka.
Namun televisi juga dapat merugikan kehidupan keluarga; dengan mempropagandakan nilai-nilai yang merendahkan dan model-model tingkah laku, dengan menyiarkan pornografi dan penyajian secara telanjang kekerasan kejam; dengan menanamkan relativisme di bidang moral dan sikap skeptis terhadap agama, dengan menyebarluaskan laporan yang mengubah atau memanipulasi peristiwa dan persoalan-persoalan yang sedang beredar; dengan memuat iklan-iklan berani yang menarik naluri rendah, dan dengan mengagungkan pandangan hidup palsu yang menghalangi diwujudkannya saling penghormatan, keadilan dan damai.
Tetapi, kalau pun acara televisi itu sendiri dapat saja diterima dari sudut moral, namun masih dapat saja berakibat negatif untuk keluarga. Televisi dapat memisahkan anggota keluarga dari yang lain ke dalam dunia mereka tersendiri, sehingga tidak ada lagi hubungan antar perseorangan yang manusiawi; dapat juga menyebabkan keluarga terpisah-pisah dengan menjauhkan orang tua dari anak-anaknya, dan anak-anak dari orang tua.
Karena pembaharuan moral dan spiritual keluarga umat manusia harus berakar dalam pembaharuan otentik keluarga-keluarga individual, maka tema hari komunikasi sosial sedunia tahun 1994- "Televisi dan keluarga: garis-garis pedoman untuk menonton dengan baik"- sangat tepat waktunya, khususnya selama tahun internasional untuk keluarga, saat umat manusia mencari jalan untuk memperkuat kehidupan keluarga.
Dalam pesan ini, secara khusus ingin saya tekankan tanggungjawab para orang tua, para karyawan dan karyawati di bidang industri televisi, para penguasa negara dan mereka yang bertugas di dalam Gereja di bidang pastoral dan pendidikan. Dalam tangan merekalah kemungkinan menjadikan televisi suatu medium semakin efektif untuk membantu keluarga-keluarga memainkan perannya sebagai kekuatan untuk pembaharuan moral dan sosial.
Kepada orang tua Allah mempercayakan tanggung jawab berat membantu anak-anak mereka "mencari kebenaran mulai tahun-tahun pertama hidup mereka dan kemudian hidup sesuai dengan kebenaran, mencari dan memajukan yang baik" (Pesan Hari Perdamaian Sedunia 1991, no 3). Maka mereka berkewajiban membimbing anak-anak agar menghargai apa saja yang benar, terhormat, adil murni, indah dan agung (Filipi. 4:8).
Maka dari itu, selain sendiri menjadi penonton televisi yang kritis, para orang tua harus membantu agar terbentuk dalam diri anak-anak mereka kebiasaan menonton yang menghasilkan perkembangan yang sehat dibidang kemanusiaan, moral dan keagamaan. Seharusnya para orang tua mencari informasi sebelumnya mengenai isi program dan atas dasar itu memilih menonton atau tidak, demi kebaikan keluarga.
Resensi dan evaluasi yang disediakan oleh lembaga-lembaga keagamaan dan kelompok-kelompok bertanggungjawab lainnya - bersama dengan program-program pendidikan media yang sehat- dapat membantu dalam perkara ini. Seharusnya orang tua juga membicarakan televisi dengan anak-anak mereka, membimbing mereka untuk mengatur jumlah dan mutu program yang mereka tonton dan juga untuk memperhatikan serta mempertimbangkan nilai etis program-program tertentu, karena "keluarga merupakan sarana dengan hak istimewa untuk meneruskan nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan, yang membantu orang yang memperoleh identitasnya sendiri" (Pesan untuk hari komunikasi perdamaian sedunia 1994, no 2).
Membentuk kebiasaan anak-anak dalam hal menonton, kadang-kadang akan berakibat pesawat televisi dimatikan saja: karena ada hal-hal lebih baik yang harus dikerjakan, atau karena perhatian untuk anggota keluarga lain memaksanya, atau karena menonton televisi secara sembarangan dapat menjadi berbahaya. Orang tua, yang secara teratur dan lama menggunakan televisi sebagai semacam "penjaga anak-anak" (baby-sitter) elektronis, menyerahkan peranannya sebagai pendidik utama anak-anak mereka. Ketergantungan pada televisi macam itu dapat juga merampas dari anggota-anggota keluarga kesempatan-kesempatan untuk bergaul bersama melalui percakapan, kegiatan-kegiatan serta doa bersama. Orang tua bijaksana juga menyadari, bahwa juga program-program baik seharusnya dilengkapi dengan sumber-sumber berita, hiburan, pendidikan dan kebudayaan lain.
Demi untuk menjamin agar industri televisi melindungi hak-hak keluarga, seharusnya orang tua mengungkap keprihatinan sah mereka kepada para pemimpin dan pengusaha media. Kadang-kadang mereka akan merasa berguna kalau bergabung dengan orang-orang lain dalam suatu asosiasi yang mewakili kepentingan mereka dalam hubungan dengan media, para sponsor dan pemasang iklan, dan juga para penguasa negara.
Para karyawan televisi - para pelaksana dan pemimpin, produser dan sutradara, pengarang dan peneliti, wartawan, aktor dan karyawan di bidang teknik - mereka semua memiliki tanggung jawab moral yang serius terhadap keluarga-keluarga yang merupakan bagian sangat besar sidang penonton mereka. Mereka yang bekerja di bidang televisi harus, baik dalam kehidupan profesional maupun pribadinya, melibatkan diri kepada keluarga sebagai kesatuan hidup, cinta kasih dan solidaritas utama dalam masyarakat. Karena mengenal pengaruh medium, tempat mereka berkarya, mereka harus memajukan nilai moral dan spiritual yang sehat, dan menjauhi "apa saja yang mungkin dapat merugikan keluarga dalam kehidupan, stabilitas, keseimbangan dan kebahagiaannya", termasuk "erotik atau kekerasan, pembelaan perceraian atau sikap anti sosial antara kaum muda." (Paus Paulus VI, pesan untuk hari komunikasi sedunia 1969, no 2).
Sering televisi harus memberitakan pokok-pokok serius: kelemahan manusia dan dosa serta akibatnya untuk orang perorangan dan masyarakat; kekurangan lembaga-lembaga dalam masyarakat, termasuk pemerintah dan keagamaan; masalah-masalah penting mengenai arti kehidupan. Pokok-pokok ini harus dibicarakan dengan rasa tanggung jawab tinggi, tidak suka menimbulkan sensasi, tetapi dengan rasa prihatin demi kebaikan masyarakat, pun pula dengan menghormati kebenaran secara teliti. "Kebenaran akan memerdekakan kamu" kata Yesus (Yohanes 8:32), dan pada akhirnya segala kebenaran memiliki dasarnya dalam diri Allah, yang sekaligus merupakan sumber kemerdekaan dan kreativitas kita.
Memenuhi tanggungjawab umumnya, patutlah industri televisi mengembangkan dan mematuhi kode etik, termasuk melibatkan diri untuk melayani kebutuhan keluarga dan memajukan nilai-nilai yang merupakan sandaran untuk kehidupan keluarga. Dewan-dewan media yang beranggotakan wakil-wakil dari industri maupun khalayak ramai, juga merupakan cara yang sangat diinginkan agar televisi menjadi lebih mau memperhitungkan kebutuhan dan nilai sidang para pemirsanya.
Saluran-saluran televisi, entah dikelola oleh pihak pemerintah atau swasta, mendapat kepercayaan masyarakat untuk mengabdi kepada kebijakan bersama; tidak menjadi benteng yang pribadi belaka untuk kepentingan komersial saja atau sarana kekuasaan atau propaganda untuk golongan atas di bidang sosial, ekonomi atau politik. Saluran-saluran ini diberikan untuk kesejahteraan masyarakat seluruhnya.
Maka dari itu, sebagai "sel" fundamental masyarakat, keluarga patut dibantu dan dibela dengan tindakan-tindakan tepat dari pihak negara dan lembaga-lembaga lain (bdk. pesan untuk hari perdamaian sedunia 1994, no 5). Ini menunjukkan tanggungjawab tertentu dari pihak penguasa negara, sejauh menyangkut televisi.
Karena mengakui pentingnya pertukaran gagasan dan informasi yang bebas, Gereja mendukung adanya kebebasan berbicara dan kebebasan pers. (bdk. Gaudium et Spes, 59). Tetapi sekaligus menegaskan bahwa "hak orang perorangan, keluarga dan masyarakat sendiri atas kebebasan dan rahasia pribadi, kesusilaan umum dan perlindungan nilai-nilai dasar" menuntut perlindungan (Dewan Kepausan untuk komunikasi sosial: pornografi dan kekerasan dalam media: tanggapan Pastoral no 21). Penguasa negara diundang untuk menentukan dan mengundangkan patokan-patokan etis yang layak dalam menyusun acara, mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan yang menjadi dasar kehidupan keluarga, serta melawan apa saja yang membahayakannya. Seharusnya mereka menganjurkan adanya dialog antara industri televisi dan para pemirsa, dengan menyediakan struktur dan forum yang memungkinkan dialog itu.
Dari pihak lembaga-lembaga yang berhubungan dengan Gereja, dapat diberikan pelayanan yang baik sekali kepada keluarga-keluarga dengan menawarkan pendidikan media dan resensi film dan acara televisi. Kalau persediaan dana mengijinkan, lembaga komunikasi Gereja juga dapat membantu keluarga-keluarga dengan menciptakan dan menyebarkan acara yang ditujukan kepada keluarga atau dengan memajukan penyusunan acara macam itu. Konperensi Waligereja dan Keuskupan secara konsisten harus menjadi "dimensi keluarga" televisi sebagian dari perencanaan pastoral untuk komunikasi. (bdk. dewan kepausan untuk komunikasi sosial , Aetatis Novae, 21-23).
Karena para karyawan televisi terlibat dalam hal menyajikan pandangan hidup kepada sidang pemirsa yang sangat besar, termasuk anak-anak dan kaum muda, mereka bisa mendapat keuntungan dari pelayanan pastoral Gereja, yang dapat membantu mereka menghargai prinsip-prinsip etis dan religius itu, yang memberikan arti penuh kepada hidup manusia dan hidup keluarga. "Secara khusus, program-program pastoral semacam ini hendaknya mencakup pembinaan yang terus-menerus, yang akan membantu para pria dan wanita ini untuk semakin lebih penuh mengintegrasikan norma-norma moral ke dalam karya profesional mereka maupun dalam kehidupan pribadi mereka, karena banyak diantara mereka itu dengan jujur ingin mengetahui dan melaksanakan apa yang secara etis dan moral benar".(Aetatis Novae, no 19).
Keluarga, yang didirikan atas perkawinan, merupakan kesatuan khas orang-orang yang oleh Allah dijadikan "kelompok kesatuan alamiah dan fundamental masyarakat" (Deklarasi Universal Hak-Hak Azasi manusia, art. 16,3). Televisi dan sarana komunikasi lainnya memiliki kekuatan amat besar untuk menopang dan menguatkan kesatuan macam ini di dalam keluarga, maupun solidaritas dengan keluarga-keluarga lain dan semangat pengabdian diri kepada masyarakat. Sambil berterima kasih atas sumbangan untuk kesatuan macam itu di dalam keluarga dan antar keluarga yang telah dan dapat diberikan televisi sebagai media komunikasi, maka Gereja -yang merupakan sendiri atau suatu kesatuan dalam kebenaran dan cinta kasih Yesus Kristus, Sabda Allah- menggunakan kesempatan hari Komunikasi Sosial sedunia 1994 ini, untuk menganjurkan keluarga-keluarga sendiri, para karyawan televisi dan para penguasa negara, agar menyadari sepenuhnya panggilan mulia mereka untuk menguatkan dan memajukan kesatuan pertama dan paling penting di masyarakat, yakni keluarga.
Dari Vatikan, 24 Januari 1994
Johanes Paulus pp II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar