Menjelang Hari Komunikasi Sosial Sedunia tahun 2013 ,saya ingin menyampaikan beberapa permenungan mengenai suatu kenyataan yang semakin penting tentang cara manusia sezaman berkomunikasi di antara mereka. Saya ingin mencermati perkembangan jejaring sosial digital yang membantu menciptakan "agora" baru, suatu alun-alun publik tempat manusia berbagi gagasan, informasi dan pendapat, dan yang dalamnya relasi-relasi dan bentuk-bentuk komunitas baru dapat terwujud.
Ruang-ruang tersebut - bila dimanfaatkan secara bijak dan berimbang- membantu memajukan berbagai bentuk dialog dan debat yang, bila dilakukan dengan penuh hormat dan memerhatikan privasi, bertanggungjawab dan jujur, dapat memperkuat ikatan kesatuan di antara individu-individu dan memajukan kerukunan keluarga manusiawi secara berdaya-guna. Pertukaran informasi dapat menjadi komunikasi yang benar, relasi-relasi dapat mematangkan pertemanan, koneksi-koneksi dapat mempermudah persekutuan. Bila jejaring sosial terpanggil untuk mewujudkan potensi besar ini, orang-orang yang terlibat di dalamnya harus berupaya menjadi otentik , karena di dalam ruang itu, orang tidak hanya berbagi gagasan dan informasi, tetapi pada akhirnya orang mengkomunikasikan dirinya sendiri.
Perkembangan jejaring sosial menuntut komitmen: orang melibatkan diri di dalamnya untuk membangun relasi dan menjalin persahabatan, mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan mencari hiburan, tetapi juga dalam menemukan dorongan intelektual serta berbagi pengetahuan dan keterampilan. Jejaring sosial semakin menjadi bagian dari tatanan masyarakat sejauh menyatukan orang dengan berpijak pada kebutuhan dasar. Jejaring sosial dengan demikian terpelihara oleh aspirasi yang tertanam dalam hati manusia.
Budaya jejaring sosial dan perubahan dalam sarana dan gaya berkomunikasi membawa tantangan bagi mereka yang ingin berbicara tentang kebenaran dan nilai. Seringkali, sama halnya dengan sarana-sarana komunikasi sosial yang lain, makna dan efektifitas berbagai bentuk ekspresi nampaknya lebih ditentukan oleh popularitasnya ketimbang kepentingan hakiki dan nilainya. Pada gilirannya, popularitas seringkali lebih melekat pada ketenaran ataupun strategi persuasi daripada logika argumentasi. Kadangkala suara lembut dari pikiran dikalahkan oleh membludaknya informasi yang berlebihan dan gagal menarik perhatian pada apa yang disampaikan kepada orang yang mengungkapkan diri secara lebih persuasif. Dengan demikian, media sosial membutuhkan komitmen dari semua orang yang menyadari nilai dialog, debat rasional dan argumentasi logis dari orang-orang yang berusaha keras membudidayakan bentuk-bentuk wacana dan pengungkapan yang menggerakkan aspirasi luhur dari orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Dialog dan debat dapat juga berkembang dan bertumbuh ketika kita berbicara dengan dan sungguh-sungguh menghargai orang-orang yang gagasan-gagasannya berbeda dengan kita. "Mengingat kenyataan keragaman budaya, perlulah memastikan bahwa manusia bukan saja mengakui keberadaan budaya orang lain tetapi juga bercita-cita diperkaya olehnya dan menghargai segala yang baik, benar dan indah"( Pidato pada Pertemuan dengan Dunia Budaya, Belem, Lisabon, 12 Mei 2010).
Tantangan yang dihadapi oleh jejaring sosial adalah bagaimana benar-benar menjadi inklusif: dengan demikian mereka memperoleh manfaat dari peran serta penuh dari orang-orang beriman yang ingin berbagi amanat Yesus dan nilai martabat manusia yang dikemukakan melalui pengajaran-Nya. Kaum beriman semakin menyadari bahwa kalau Kabar Baik tidak diperkenalkan juga di dalam dunia digital, ia akan hilang dalam pengalaman banyak orang yang menganggap ruang eksistensial ini penting. Lingkungan digital bukanlah sebuah dunia paralel atau murni virtual, tetapi merupakan bagian dari pengalaman keseharian banyak orang teristimewa kaum muda. Jejaring sosial adalah hasil interaksi manusia akan tetapi pada gilirannya, ia memberikan bentuk baru terhadap dinamika komunikasi yang membangun relasi: oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang lingkungan ini merupakan prasyarat untuk suatu kehadiran yang bermakna.
Kemampuan untuk menggunakan bahasa baru dituntut, bukan terutama untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup sezaman, tetapi justru untuk memampukan kekayaan tak terbatas dari Injil menemukan bentuk-bentuk pengungkapan yang mampu menjangkau pikiran dan hati semua orang. Di dalam lingkungan digital, perkataan tertulis sering disertai dengan gambar dan suara. Komunikasi yang efektif seperti yang terungkap dalam perumpamaan Yesus memerlukan pelibatan imaginasi dan kepekaan emosional mereka yang ingin kita ajak untuk berjumpa dengan misteri kasih Allah. Disamping itu kita mengetahui bahwa tradisi Kristiani selalu kaya akan tanda dan simbol: Saya berpikir, misalnya, salib, ikon, Patung Perawan Maria, kandang natal, jendela kaca berwarna-warni dan lukisan-lukisan di dalam gereja kita. Suatu bagian bernilai dari khazanah artistik umat manusia telah diciptakan oleh para seniman dan musisi yang berupaya untuk mengungkapkan kebenaran iman.
Dalam jejaring sosial, orang beriman menunjukkan kesejatiannya dengan berbagi sumber terdalam dari harapan dan kegembiraan mereka: iman kepada Allah pengasih dan penyayang yang terungkap dalam Kristus Yesus. Wujud berbagi ini tidak hanya terdiri dari ungkapan iman yang eksplisit, tetapi juga dalam kesaksian mereka, dalam cara mereka mengkomnikasikan "pilihan, preferensi, penilaian yang sungguh sesuai dengan Injil, bahkan bila tidak disampaikan secara ekspisit" (Pesan untuk Hari Komunikasi Sedunia 2011). Suatu cara yang secara khusus bermakna dengan memberikan kesaksian serupa terjadi melalui kerelaan untuk mengorbankan diri kepada orang lain seraya menanggapi pertanyaan dan keraguan mereka dengan sabar dan penuh hormat tatkala mereka mencari kebenaran dan makna eksistensi manusia. Dialog yang berkembang dalam jejaring sosial tentang iman dan kepercayaan menegaskan penting dan relevannya agama di dalam debat publik dan dalam kehidupan masyarakat. Bagi mereka yang telah menerima karunia iman dengan hati yang terbuka, jawaban yang paling radikal akan pertanyaan manusia tentang kasih, kebenaran dan makna hidup- pertanyaan - pertanyan serupa yang tentu tidak absen dari jejaring sosial - ditemukan dalam pribadi Yesus Kristus. Wajar bahwa mereka yang memiliki iman ingin berbagi dengan orang yang mereka jumpai dalam forum digital dengan rasa hormat dan bijaksana. Namun pada akhirnya, jika upaya kita untuk berbagi Injil menghasilkan buah yang baik, hal itu selalu dikarenakan oleh kekuatan sabda Allah itu sendiri yang menyentuh hati banyak orang mendahului segala usaha dari pihak kita. Percaya pada kekuatan karya Allah harus selalu lebih besar daripada kerpecayaan apa saja yang kita letakan pada sarana-sarana manusia. Dalam ruang lingkup digital, juga, dimana suara yang tajam dan memecahbelah dibesar-besarkan dan dimana sensasionalisme menang, kita diundang untuk berlaku arif, penuh kehati-hatian. Dalam hal ini hendaklah kita ingat bahwa Eliyah mengenal suara Allah tidak dalam angin yang besar dan kuat, tidak melalui gempa bumi dan api tetapi dalam hembusan angin sepoi-sepoi" (1 Raj 19:11-12). Kita perlu percaya bahwa kerinduan mendasar manusia untuk mengasihi dan dikasihi dan untuk menemukan makna dan kebenaran -sebuah kerinduan yang Allah sendiri tanamkan dalam hati setiap laki-laki dan perempuan- menetap di zaman kita ini, selalu dan setidak-tidaknya terbuka kepada apa yang Beato Kardinal Newmann sebut ‘ cahaya ramah' dari iman.
Jejaring sosial, dengan menjadi sarana Evangelisasi dapat juga menjadi faktor dalam pembangunan manusia. Sebagai contoh, dalam konteks geografis dan budaya dimana orang Kristiani merasa terisolasi, jejaring sosial dapat memperkuat rasa kesatuan nyata dengan komunitas kaum beriman di seluruh dunia. Jejaring sosial mempermudah orang berbagi sumber-sumber rohani dan liturgi, menolong orang untuk berdoa dengan perasaan kedekatan bersama mereka yang mengaku iman yang sama. Suatu keterlibatan yang sejati dan interaktif dengan pertanyaan dan keraguan dari mereka yang berada jauh dari iman seharusnya membuat kita merasa perlu untuk memelihara iman kita melalui doa dan permenungan, iman akan Allah serta amal kasih kita: " Walaupun saya berbicara dengan bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi apabila aku tidak mempunyai kasih, aku adalah gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing". (1 Kor 13:1)
Di dalam dunia digital terdapat jejaring-jejaring sosial yang memberikan peluang-peluang sezaman untuk berdoa, meditasi, dan berbagi firman Allah. Akan tetapi jejaring sosial itu dapat juga membuka pintu terhadap dimensi lain dari iman. Banyak orang benar-benar menemukan, tepatnya berkat kontak awalnya di internet, pentingnya pertemuan langsung, pengalaman komunitas-komunitas dan bahkan peziarahan, unsur-unsur yang senantiasa penting dalam perjalanan iman. Dalam upaya untuk membuat Injil hadir dalam dunia digital, kita dapat mengundang orang untuk datang bersama-sama untuk berdoa dan perayaan liturgi di tempat-tempat tertentu seperti gereja dan kapel. Seharusnya tidak kekurang kobersamaan atau kesatuan dalam pengungkapan iman kita dan dalam memberikan kesaksian tentang Injil di dalam realitas apa saja dimana kita hidup entah itu fisik atau digital. Kita kita berada bersama orang lain, selalu dan dengan cara apapun, kita dipanggil untuk memperkenalkan kasih Allah hingga ujung bumi.
Saya berdoa agar Roh Allah mendampingi dan senantiasa menerangi kamu, dan dengan seggenap hati saya memberkati kamu sekalian, agar kamu benar-benar mampu menjadi bentara-bentara dan saksi-saksi Injil." Pergilah ke seluruh dunia, beritakan Injil kepada segala mahkluk" (Mrk 16:15)
Vatikan, 24 Januari 2013
Pesta Santo Frasiskus de Sales
BENEDICTUS XVI
Ruang-ruang tersebut - bila dimanfaatkan secara bijak dan berimbang- membantu memajukan berbagai bentuk dialog dan debat yang, bila dilakukan dengan penuh hormat dan memerhatikan privasi, bertanggungjawab dan jujur, dapat memperkuat ikatan kesatuan di antara individu-individu dan memajukan kerukunan keluarga manusiawi secara berdaya-guna. Pertukaran informasi dapat menjadi komunikasi yang benar, relasi-relasi dapat mematangkan pertemanan, koneksi-koneksi dapat mempermudah persekutuan. Bila jejaring sosial terpanggil untuk mewujudkan potensi besar ini, orang-orang yang terlibat di dalamnya harus berupaya menjadi otentik , karena di dalam ruang itu, orang tidak hanya berbagi gagasan dan informasi, tetapi pada akhirnya orang mengkomunikasikan dirinya sendiri.
Perkembangan jejaring sosial menuntut komitmen: orang melibatkan diri di dalamnya untuk membangun relasi dan menjalin persahabatan, mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan mencari hiburan, tetapi juga dalam menemukan dorongan intelektual serta berbagi pengetahuan dan keterampilan. Jejaring sosial semakin menjadi bagian dari tatanan masyarakat sejauh menyatukan orang dengan berpijak pada kebutuhan dasar. Jejaring sosial dengan demikian terpelihara oleh aspirasi yang tertanam dalam hati manusia.
Budaya jejaring sosial dan perubahan dalam sarana dan gaya berkomunikasi membawa tantangan bagi mereka yang ingin berbicara tentang kebenaran dan nilai. Seringkali, sama halnya dengan sarana-sarana komunikasi sosial yang lain, makna dan efektifitas berbagai bentuk ekspresi nampaknya lebih ditentukan oleh popularitasnya ketimbang kepentingan hakiki dan nilainya. Pada gilirannya, popularitas seringkali lebih melekat pada ketenaran ataupun strategi persuasi daripada logika argumentasi. Kadangkala suara lembut dari pikiran dikalahkan oleh membludaknya informasi yang berlebihan dan gagal menarik perhatian pada apa yang disampaikan kepada orang yang mengungkapkan diri secara lebih persuasif. Dengan demikian, media sosial membutuhkan komitmen dari semua orang yang menyadari nilai dialog, debat rasional dan argumentasi logis dari orang-orang yang berusaha keras membudidayakan bentuk-bentuk wacana dan pengungkapan yang menggerakkan aspirasi luhur dari orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Dialog dan debat dapat juga berkembang dan bertumbuh ketika kita berbicara dengan dan sungguh-sungguh menghargai orang-orang yang gagasan-gagasannya berbeda dengan kita. "Mengingat kenyataan keragaman budaya, perlulah memastikan bahwa manusia bukan saja mengakui keberadaan budaya orang lain tetapi juga bercita-cita diperkaya olehnya dan menghargai segala yang baik, benar dan indah"( Pidato pada Pertemuan dengan Dunia Budaya, Belem, Lisabon, 12 Mei 2010).
Tantangan yang dihadapi oleh jejaring sosial adalah bagaimana benar-benar menjadi inklusif: dengan demikian mereka memperoleh manfaat dari peran serta penuh dari orang-orang beriman yang ingin berbagi amanat Yesus dan nilai martabat manusia yang dikemukakan melalui pengajaran-Nya. Kaum beriman semakin menyadari bahwa kalau Kabar Baik tidak diperkenalkan juga di dalam dunia digital, ia akan hilang dalam pengalaman banyak orang yang menganggap ruang eksistensial ini penting. Lingkungan digital bukanlah sebuah dunia paralel atau murni virtual, tetapi merupakan bagian dari pengalaman keseharian banyak orang teristimewa kaum muda. Jejaring sosial adalah hasil interaksi manusia akan tetapi pada gilirannya, ia memberikan bentuk baru terhadap dinamika komunikasi yang membangun relasi: oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang lingkungan ini merupakan prasyarat untuk suatu kehadiran yang bermakna.
Kemampuan untuk menggunakan bahasa baru dituntut, bukan terutama untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup sezaman, tetapi justru untuk memampukan kekayaan tak terbatas dari Injil menemukan bentuk-bentuk pengungkapan yang mampu menjangkau pikiran dan hati semua orang. Di dalam lingkungan digital, perkataan tertulis sering disertai dengan gambar dan suara. Komunikasi yang efektif seperti yang terungkap dalam perumpamaan Yesus memerlukan pelibatan imaginasi dan kepekaan emosional mereka yang ingin kita ajak untuk berjumpa dengan misteri kasih Allah. Disamping itu kita mengetahui bahwa tradisi Kristiani selalu kaya akan tanda dan simbol: Saya berpikir, misalnya, salib, ikon, Patung Perawan Maria, kandang natal, jendela kaca berwarna-warni dan lukisan-lukisan di dalam gereja kita. Suatu bagian bernilai dari khazanah artistik umat manusia telah diciptakan oleh para seniman dan musisi yang berupaya untuk mengungkapkan kebenaran iman.
Dalam jejaring sosial, orang beriman menunjukkan kesejatiannya dengan berbagi sumber terdalam dari harapan dan kegembiraan mereka: iman kepada Allah pengasih dan penyayang yang terungkap dalam Kristus Yesus. Wujud berbagi ini tidak hanya terdiri dari ungkapan iman yang eksplisit, tetapi juga dalam kesaksian mereka, dalam cara mereka mengkomnikasikan "pilihan, preferensi, penilaian yang sungguh sesuai dengan Injil, bahkan bila tidak disampaikan secara ekspisit" (Pesan untuk Hari Komunikasi Sedunia 2011). Suatu cara yang secara khusus bermakna dengan memberikan kesaksian serupa terjadi melalui kerelaan untuk mengorbankan diri kepada orang lain seraya menanggapi pertanyaan dan keraguan mereka dengan sabar dan penuh hormat tatkala mereka mencari kebenaran dan makna eksistensi manusia. Dialog yang berkembang dalam jejaring sosial tentang iman dan kepercayaan menegaskan penting dan relevannya agama di dalam debat publik dan dalam kehidupan masyarakat. Bagi mereka yang telah menerima karunia iman dengan hati yang terbuka, jawaban yang paling radikal akan pertanyaan manusia tentang kasih, kebenaran dan makna hidup- pertanyaan - pertanyan serupa yang tentu tidak absen dari jejaring sosial - ditemukan dalam pribadi Yesus Kristus. Wajar bahwa mereka yang memiliki iman ingin berbagi dengan orang yang mereka jumpai dalam forum digital dengan rasa hormat dan bijaksana. Namun pada akhirnya, jika upaya kita untuk berbagi Injil menghasilkan buah yang baik, hal itu selalu dikarenakan oleh kekuatan sabda Allah itu sendiri yang menyentuh hati banyak orang mendahului segala usaha dari pihak kita. Percaya pada kekuatan karya Allah harus selalu lebih besar daripada kerpecayaan apa saja yang kita letakan pada sarana-sarana manusia. Dalam ruang lingkup digital, juga, dimana suara yang tajam dan memecahbelah dibesar-besarkan dan dimana sensasionalisme menang, kita diundang untuk berlaku arif, penuh kehati-hatian. Dalam hal ini hendaklah kita ingat bahwa Eliyah mengenal suara Allah tidak dalam angin yang besar dan kuat, tidak melalui gempa bumi dan api tetapi dalam hembusan angin sepoi-sepoi" (1 Raj 19:11-12). Kita perlu percaya bahwa kerinduan mendasar manusia untuk mengasihi dan dikasihi dan untuk menemukan makna dan kebenaran -sebuah kerinduan yang Allah sendiri tanamkan dalam hati setiap laki-laki dan perempuan- menetap di zaman kita ini, selalu dan setidak-tidaknya terbuka kepada apa yang Beato Kardinal Newmann sebut ‘ cahaya ramah' dari iman.
Jejaring sosial, dengan menjadi sarana Evangelisasi dapat juga menjadi faktor dalam pembangunan manusia. Sebagai contoh, dalam konteks geografis dan budaya dimana orang Kristiani merasa terisolasi, jejaring sosial dapat memperkuat rasa kesatuan nyata dengan komunitas kaum beriman di seluruh dunia. Jejaring sosial mempermudah orang berbagi sumber-sumber rohani dan liturgi, menolong orang untuk berdoa dengan perasaan kedekatan bersama mereka yang mengaku iman yang sama. Suatu keterlibatan yang sejati dan interaktif dengan pertanyaan dan keraguan dari mereka yang berada jauh dari iman seharusnya membuat kita merasa perlu untuk memelihara iman kita melalui doa dan permenungan, iman akan Allah serta amal kasih kita: " Walaupun saya berbicara dengan bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi apabila aku tidak mempunyai kasih, aku adalah gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing". (1 Kor 13:1)
Di dalam dunia digital terdapat jejaring-jejaring sosial yang memberikan peluang-peluang sezaman untuk berdoa, meditasi, dan berbagi firman Allah. Akan tetapi jejaring sosial itu dapat juga membuka pintu terhadap dimensi lain dari iman. Banyak orang benar-benar menemukan, tepatnya berkat kontak awalnya di internet, pentingnya pertemuan langsung, pengalaman komunitas-komunitas dan bahkan peziarahan, unsur-unsur yang senantiasa penting dalam perjalanan iman. Dalam upaya untuk membuat Injil hadir dalam dunia digital, kita dapat mengundang orang untuk datang bersama-sama untuk berdoa dan perayaan liturgi di tempat-tempat tertentu seperti gereja dan kapel. Seharusnya tidak kekurang kobersamaan atau kesatuan dalam pengungkapan iman kita dan dalam memberikan kesaksian tentang Injil di dalam realitas apa saja dimana kita hidup entah itu fisik atau digital. Kita kita berada bersama orang lain, selalu dan dengan cara apapun, kita dipanggil untuk memperkenalkan kasih Allah hingga ujung bumi.
Saya berdoa agar Roh Allah mendampingi dan senantiasa menerangi kamu, dan dengan seggenap hati saya memberkati kamu sekalian, agar kamu benar-benar mampu menjadi bentara-bentara dan saksi-saksi Injil." Pergilah ke seluruh dunia, beritakan Injil kepada segala mahkluk" (Mrk 16:15)
Vatikan, 24 Januari 2013
Pesta Santo Frasiskus de Sales
BENEDICTUS XVI


Lanciano
adalah sebuah kota kecil di pesisir Laut Adriatic di Italia. Lanciano
berarti “tombak”. Menurut tradisi, Santo Longinus, prajurit yang
menikamkan tombaknya ke lambung Yesus hingga mengalir Darah dan Air (Yoh
19:34), berasal dari Lanciano. Longinus bertobat setelah peristiwa
penyaliban dan di kemudian hari wafat sebagai martir demi imannya.
Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak
Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.
Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang
kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” (Yoh 6:53-54)
Mukjizat
ini terjadi di Gereja St. Maria dari Ford di Ferrara, Italia lebih dari
800 tahun yang silam. Mukjizat terjadi pada Hari Minggu Paskah pada
saat Konsekrasi. Ketika Hosti dipecah menjadi dua bagian, semua yang
hadir terkejut melihat cucuran darah muncrat dari Hosti. Darah yang
memancar demikian banyak hingga memercik ke dalam kubah setengah
lingkaran yang berada di belakang dan di atas altar. Tidak saja para
saksi mata melihat darah, mereka juga melihat Hosti telah berubah
menjadi daging.
Mukjizat
ini terjadi ketika seorang wanita ingin menyimpan Hosti yang telah
dikonsekrasikan dalam rumahnya. Suatu pagi, ia menerima Ekaristi, tetapi
tidak menyantapnya. Ia membawa pulang Hosti dan menempatkannya dalam
segel, menjadikannya suatu reliqui sederhana. Ia menyimpan Tubuh Kristus
di rumahnya selama lima tahun, tetapi lama-kelamaan timbul perasaan
bersalah hingga akhirnya ia mengatakannya kepada pastor paroki.
Seorang
wanita yang suaminya tidak setia, meminta nasehat dari seorang wanita
tenung. Wanita sihir itu berjanji akan mengubah perilaku suaminya jika
si wanita membawakan baginya sekeping Hosti yang telah dikonsekrasikan.
Ia juga menasehati si wanita untuk berpura-pura sakit agar dapat
menerima Komuni Kudus dalam minggu itu dan segera memberikan Hosti
kepadanya. Si wanita tahu bahwa hal itu dosa. Ia pergi menerima Komuni,
tetapi tidak menyantap Tubuh Kristus. Ia meninggalkan Misa dan dalam
perjalanan menuju tempat wanita tenung, Hosti mulai mengeluarkan darah.
Beberapa orang yang melihat kejadian tersebut menyangka bahwa ia
mengalami pendarahan. Rasa takut menguasai dirinya dan ia pulang ke
rumah, menempatkan Hosti dalam sebuah peti, membungkusnya dengan
saputangan, lalu menutupinya dengan linen yang bersih.
Cascia adalah sebuah kota kecil di pegunungan di lembah Umbrian, Italia. Itulah kota kediaman
Blanot,
suatu dusun pertanian kecil, tidak pernah digambarkan dalam peta-peta
Perancis. Orang-orang Perancis yang meninggalkan Paris dan wilayah utara
untuk menikmati matahari pantai selatan akan melewatinya dari tahun ke
tahun tanpa pernah mengetahui keberadaan Blanot.
Mukjizat
ini terjadi pada tahun 1333 di Bologna, Italia karena seorang gadis
remaja saleh yang berumur sebelas tahun memiliki kerinduan yang
berkobar-kobar untuk menyambut Kristus dalam Ekaristi.
Mukjizat
Ekaristi ini terjadi di sebuah kota kecil di Italia bernama Bagno di
Romagna ketika seorang imam merayakan Misa dengan dihantui keragu-raguan
yang besar akan Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi. Setelah
mengkonsekrasikan anggur, imam melihat ke dalam piala dan amat terkejut
melihat bahwa anggur telah berubah menjadi darah. Darah mulai meluap
keluar dari piala dan membasahi korporal. Terguncang oleh peristiwa
adikodrati ini, imam segera berdoa mohon pengampunan. Kelak, ia bahkan
digelari Venerabilis karena kesalehan hidupnya setelah terjadinya
mukjizat.
Mukjizat
Ekaristi ini terjadi pada akhir pekan Pesta Santa Perawan Maria
Diangkat ke Surga, di kota Siena, Italia, pada tahun 1730. Siena adalah
sebuah kota yang menawan, yang terkenal karena sejarah seni dan
kebudayaannya, dan juga karena di kota itulah
Semua
Mukjizat Ekaristi yang lain terjadi beberapa ratus tahun yang silam.
Tetapi, mukjizat yang terjadi dalam Perayaan Misa di Betania, Venezuela,
terjadi pada pesta SP Maria Dikandung Tanpa Dosa pada tahun 1991.
Sekeping Hosti yang telah dikonsekrir, yang adalah sungguh Daging
Kristus, mulai memancarkan darah. Sesudahnya, sebuah tim medis
memastikan bahwa cairan yang memancar dari Hosti Kudus adalah darah
manusia. Uskup setempat memaklumkannya sebagai tanda transsubstansiasi
dengan mengatakan, “Tuhan hendak menyatakan kepada kita bahwa iman kita
akan Hosti yang telah dikonsekrir adalah benar.”


