Cacat kesepakatan
Kanon-kanon yang berbicara tentang cacat kesepakatan nikah
adalah kanon 1095 sampai dengan 1103. Kanon 1095 - kan 1100 dan kan 1102 - 1103
berbicara tentang cacat dalam perbuatan kemauan; dan kanon 1101 berbicara
tentang cacat dalam tujuannya.
Kanon 1095 berbicara tentang: tidak mampu melangsungkan
perkawinan:
1. Yang
kekurangan penggunaan akal budi yang memadai,
2. Yang menderita
cacat berat dalam kemampuan menegaskan penilaian mengenai hak-hak serta
kewajiban- kewajiban hakiki perkawinan yang harus diserahkan dan diterima
secara timbal balik
3. Yang karena
alasan-alasan psikis tidak mampu mengemban kewajiban-kewajiban hakiki
perkawinan.
Perbuatan kemauan memberikan kesepakatan perkawinan sebagai
suatu perbuatan manusiawi menuntut suatu kesadaran diri akan apa yang sedang
dibuat dan kebebasan kehendak untuk memilih melakukan hal itu.
Kan 1095 no. 1
Kanon ini berbicara tentang mereka yang tidak mampu
melaksanakan perbuatan kemauan karena alasan tidak dapat menggunakan
akalbudinya secukupnya. Misalnya pada waktu menikah tidak secukupnya sadar akan
apa yang dilakuakan. Menggunakan akalbudi secukupnya bukan semata-mata berarti
sui compos tetapi menyangkut suatu keadaan tidak sadar dalam hubungannya dengan
beratnya perbuatan kemauan yang menuntut keterlibatan semur hidup. Seseorang
bisa menjadi tidak mampu menggunakan akalbudi secukupnya untuk kesepakatan
nikah oleh karena cacat permanen, seperti penyakit mental atau oleh karena
cacat sementara. Misalnya gangguan mental sementara yang serius karena diracui
oleh obat atau alkohol dan sebagainya. Jika yang mengakibatkan tidak mampu
menggunakan akal secukupnya adalah sesuatu yang permanen seperti penyakit
mental tetap. Hal itu menyebabkan cacat berat dalam pembentukan pandangan dan
bahkan bagi yang menderita dia tidak akan mampu memenuhinya.
Kan. 1095 no. 2
Supaya orang bisa menikah dengan sah, selain mengetahui apa
yang sedang dilakukan kini dan disini, orang itu juga harus mampu mengerti
kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan dan memilihnya dengan bebas dan
bertanggungjawab. Untuk itu dituntut kemampuan tertentu dalam membentuk
pandangannya tentang kewajiban perkawinan. Pembentukan pandangan ini adalah
kemampuan kodrati yang memungkinkan seseorang untuk membuat penilaian evaluatif
yakni tidak hanya mengetahui sesuatu tetapi juga kewajiban atau rentetan
perbuatan yang diakibatkan bagi dia sendiri dan kemudian setelah
menimbang-nimbang soal itu memilih dengan bebas untuk bertindak.
Kita harus ingat bahwa dalam tindakan manusiawi manapun
pikiran dan kehendak saling bekerjasama. Pikiran memahami suatu obyek apa itu
dan membentuk pemahaman atas obyek itu lewat kemampuan kognitif. Jika timbul
minat untuk memiliki obyek itu, lalu pikiran di bawah pengawsan kehendak, mulai
membuat penilaian evaluatif tentang obyek itu. Kemudian mengolah apa yang
menjadi dampak dari pilihan itu, apakah akan memengaruhi hidupnya, apa yang
akan diakibatkan, kewajiban apa yang ditimbulkan dan sebagainya.
Jika seseoarang menjadi dewasa, biasanya dia mendapatkan
kemampuan membentuk pandangan ini. Pembentukan pandangan dapat menjadi cacat
karena ketidakdewasaan. Karena penyakit psikis tertentu yang mengganggu proses
penilaian itu atau karena cacat kepribadian yang begitu memengaruhi seorang
sehinga dia tidak mampu menegaskan penilaian. Kebebasan untuk memilih dapat
secara serius terpengaruh oleh penyakit psikis tertentu dan membuat seseorang hanya
mengikuti dorongan irasional yang tidak terkontrol. Kan. 1095 no.2 tidak
berbicara tentang tidak adanya sama sekali kemampuan membentuk pandangan tetapi
adanya cacat serius yang menyangkut hak-ha dan kewajiban-kewajiban perkawinan.
Apa itu cacat serius harus dinilai seimbang dengan apa itu perkawinan yakni
keterlibatan seumur hidup yang tak bisa dibatalkan (communio totius vitae).
Sehubungan dengan ketidakdewasaan, telah ditunjukkan bahwa
dalam menangani perkara-perkara semacam itu suasana hidup mempelai harus
diperhitungkan juga, sebab beberapa unsur ikut memengaruhi. Misalnya sejarah,
latarbelakang keluarga, kepercayaan religius mempunyai pengaruh kuat atas
seseorang dan dapat menghalangi pemahaman hak dan kewajiban perkawinan.
Kan 1095 no 3
Jika seseorang menikah dia diandaikan mampu memikul
kewajiban-keajiban hakiki perkawinan. Tetapi bisa terjadi bahwa seseorang walau
mampu menyadari apa yang menjadi kewajiban-kewajiban hakiki dan apa dampaknya,
tidak mampu memenuhi atau mengemban kewajiban-kewajiban itu. Bukan karena jahat
tetapi karena ada cacat dalam kepribadiannya. Maka kan 1095, no. 3 menegaskan
bahwa mereka yang karena alasan-alasan yang bersifat psikologis tidak mampu
memikul kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan, tidak mampu melaksanakan
perkawinan.
Ungkapan karena alasan-alsan psikis bersifat terbuka,
maksudnya memberi kesempatan berkembang bagi penafsiran kanonik dan
iursiprudensi. Iurisprudensi Rota Romana telah memilih beberapa kewajiban
hakiki perkawinan yang mungkin ditolak oleh salah satu atau kedua mempelai
karena adanya kelainan psikis yang serius (bdk. A. Mendoça, Psychopatic
Personality and the Nullity of Marriage, studia Canonica, 1982, p. 101-102):
a. Hak dan
kewajiban persetubuhan,
b. Kelanggengan
hak dan kewajiban persetubuhan,
c. Ekslusivitas
hak dan kewajiban persetubuhan,
d. Hak dan
kewajiban untuk bersetubuh mensura normali et moho humani,
e. Hak dan
kewajiban untuk kesejahteraan fisik anak sejak di dalam kandungan,
f. Hak dan
kewajiban untuk pendidikan rohani dari anak,
g. Hak dan
kewajiban untuk membangun hubungan pribadi (communio viate),
h. Kelanggengan
dan eksklusivitas dari hak dan kewajiban atas communio vitae.
Kesimpulan
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban di atas adalah apa yang
dituntut untuk membangun dan mendukung persekutuan hidup suami-isteri (communio
totius vitae). Maka seseorang harus mampu membangun hubungan antar pribadi
mengusahakan kebaikan pasangannya (bonum coniugum), menjadikan perbuatan
persetubuhan norma dan manusiawi untuk dirinya untuk melahirkan anak dan dengan
cara yang wajar mengusahakan pengembangan fisik dan rohani anak-anak (bonum
proli) serta menaati kesetiaan suami-isteri (bonum fidei).
Romo D.Gusti Bagus Kusumawanta, Pr
http://www.mirifica.net/artList.php?kid=23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar