Martinus terpilih menjadi Paus pada tahun 649. Ia memimpin Gereja
selama 7 tahun. Pada awal pontifikatnya, situasi Gereja umumnya aman.
Perhatiannya pada kepentingan Gereja dan umat sangat besar. Ia berusaha
memimpin Gereja dengan sikap seorang gembala. Tiga pokok perhatiannya
yang utama ialah doa, membantu para miskin dan mengajar. Perhatiannya
terhadap nasib kaum miskin sangat besar sehingga ia sendiri pun hidup
dalam kondisi serba kekurangan.
Keaman Gereja terganggu dengan naiknya Konstantin II ke atas tahkta
sekaligus menyatakan diri sebagai kepala Gereja Kristus. Selain itu ia
pun menyebarkan ajaran palsu monotelitisme, bahwa Kristus hanya
mempunyai satu kehendak. Hal ini menimbulkan pertentangan antara
Martinus dan Konstantin II, karena Martinus dengan tegas menolak ajaran
itu. Penolakan Martinus itu menimbulkan amarah besar di pihak kaisar,
bahkan melahirkan rencana pembunuhan atas dirinya. Para serdadu
berusaha membunuh Martinus, tetapi gagal.
Sebagai gantinya, Martinus yang sudah tua dan sakit-sakitan itu
ditangkap dan diusung ke sebuah kapal yang hendak berangkat ke
Konstantinopel. Setelah sebulan berlayar, sampailah kapal itu di pulau
Naksos. Di pulau itu, Martinus ditawan selama lebih dari satu tahun
dengan penderitaan yang mengerikan. Setelah itu ia dibawa menghadap
kaisar. Ia dihadapkan kepada senat kekaisaran dan dihukum mati dengan
berbagai tuduhan palsu. Pakaian pontifikatnya ditanggalkan dan ia
dihantar mengelilingi kota seperti para penjahat. Hukuman mati
ditangguhkan dan diganti dengan pembuangan ke sebuah tempat sunyi
hingga kematiannya pada tahun 655 sesudah empat menderita sakit dan
kelaparan.
Santa Margaretha dari Metola, Pengaku Iman
Margaretha lahir di Metola, dekat Florence, Italia pada tahun 1287.
Kondisi tubuhnya menyedihkan karena ia pendek, bungkuk, pincang dan
buta. Meski demikian, ia dengan senang hati menerima kondisinya itu. Ia
dikenal sebagai anggota Ordo Ketiga Santo Dominikus yang saleh dan
menaruh perhatian besar pada orang-orang sakit dan para tahanan di
penjara.
Orangtuanya kaya raya dan bangsawan itu merasa sungguh sedih bahkan merasa malu karena kelainan tubuh anaknya. Karena itu, ketika Margaretha berumur enam tahun, mereka mengurungnya dalam sebuah sel kecil di pegunungan Apennin selama 10 tahun. Dari sana mereka membawanya ke Citta-di-Castello, dengan harapan bahwa ia dapat pulih dari keadaannya atas cara yang ajaib di sebuah tempat sakral di kota itu. Tetapi karena tidak terjadi suatu apapun atas diri Margaretha seperti yang diharapkan, mereka meninggalkan dia sendirian di sana, lalu pulang ke rumah.
Orangtuanya kaya raya dan bangsawan itu merasa sungguh sedih bahkan merasa malu karena kelainan tubuh anaknya. Karena itu, ketika Margaretha berumur enam tahun, mereka mengurungnya dalam sebuah sel kecil di pegunungan Apennin selama 10 tahun. Dari sana mereka membawanya ke Citta-di-Castello, dengan harapan bahwa ia dapat pulih dari keadaannya atas cara yang ajaib di sebuah tempat sakral di kota itu. Tetapi karena tidak terjadi suatu apapun atas diri Margaretha seperti yang diharapkan, mereka meninggalkan dia sendirian di sana, lalu pulang ke rumah.
Di
kota itu Margaretha diangkat sebagai saudara oleh pengemis di kota
itu. Kepadanya ditunjukkan tempat-tempat strategis untuk mengemis,
sekaligus sebuah tempat dimana ia dapat tidur dengan tenang. Dalam
menjalani hidup dengan cara mengemis dan menggelandang, Margaretha
senantiasa menampilkan diri sebagai seorang yang periang dan tidak
pernah mengeluh. Ia bahkan meneguhkan rekan-rekannya agar tabah dalam
menanggung segala penderitaan yang menimpa diri mereka. Ia sendiri
merasa prihatin dan bingung kalau orang berbelaskasihan terhadap
dirinya dan mencemasi hidupnya. Lama kelamaan, orang-orang sekitar yang
mengenalnya, pun rekan-rekannya, mulai menyadari bahwa Margaretha
adalah seorang wanita pengemis yang luhur kepribadiannya, saleh
hidupnya dan tulus hatinya. Kagum atas kepribadiannya, maka orang-orang
yang berpengaruh di kota itu membujuk para biarawati di sebuah biara di
kota itu, agar menerima Margaretha sebagai seorang postulan. Usaha ini
berhasil. Margaretha diterima dalam biara suster-suster itu. Ia sendiri
senang sekali dengan penerimaan itu. Tetapi kegembiraannya karena
menjadi anggota religius ini tidak berlangsung lama. Setelah beberapa
lama tinggal di biara itu, ia mulai prihatin atas cara hidup
biarawati-biarawati itu. Mereka terlalu bersemangat duniawi. Karena
sikapnya ini, ia kemudian dikeluarkan dari biara itu, meskipun pada
mulanya ia disambut dengan baik.
Setelah keluar dari biara itu, Margaretha diterima sebagai anggota Ordo
Ketiga Santo Dominikus. Dalam ordo itu, Margaretha adalah satu-satunya
wanita muda yang diterima selagi dalam status belum menikah. Ini
sesuatu yang istimewa, karena pada masa itu semua orang yang menjadi
anggota Ordo ketiga itu sudah menikah.
Dalam ordo ini, Margaretha berkembang pesat dalam kehidupan berbakti kepada Tuhan dan sesama. Ia dikenal sebagai seorang anggota yang taat, saleh dan rajin berdoa. Ia memusatkan perhatiannya pada orang-orang sakit dan narapidana di penjara. Dia berdoa untuk mereka, mengobati mereka dan memberi makanan kepada mereka. Dalam tugasnya ini, ia berhasil menobatkan banyak narapidana dan menyembuhkan banyak orang sakit.
Dalam ordo ini, Margaretha berkembang pesat dalam kehidupan berbakti kepada Tuhan dan sesama. Ia dikenal sebagai seorang anggota yang taat, saleh dan rajin berdoa. Ia memusatkan perhatiannya pada orang-orang sakit dan narapidana di penjara. Dia berdoa untuk mereka, mengobati mereka dan memberi makanan kepada mereka. Dalam tugasnya ini, ia berhasil menobatkan banyak narapidana dan menyembuhkan banyak orang sakit.
Kehidupan rohaninya dikembangkan dengan melakukan devosi khusus kepada
Sakramen MahaKudus, Bunda Maria dan Santo Yosef. Akhirnya pada usia 33
tahun, pada tanggal 13 April 1320, ia meninggal dunia dan dikuburkan di
Gereja Santo Dominikus di Cattadi-Castello.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar