Men sana in corpore sano. Didalam tubuh yang sehat terdapat
jiwa yang sehat. Untuk tubuh yang sehat orang mengkunsumsi makanan sehat.
Makanan sehat adalah kandungan unsur keseimbangan gizi sempurna yang dibutuhkan
tubuh sehingga vitalitas dan kesehatan tubuh tetap terjaga dan prima. Dengan
kesehatan tubuh yang baik maka manfaat makanan sehat pun terasa, aktivitas
menjadi lancar dan penyakit menjauh pergi. Akan tetapi yang namanya makan
akhir-akhir ini bukan saja sekadar mengunyah makanan dan membuat perut kenyang
dengan kandungan gizi yang ada. Makan kini sudah menjadi bagian dari seni dan
gaya hidup tersendiri. Dulunya ada kebahagiaan ketika pulang rumah dan
menikmati masakan istri atau orang tua. Saat ini tidak cukup di rumah saja,
tidak cukup nongkrong di satu warung langganan. Makan saat ini sudah dimasukkan
dalam paket jalan-jalan dan wisata menikmati keindahan alam. Masyarakat
mengeksplorasi beragam jenis makanan dan cita rasa. Wisata kuliner menjadi life syle masyarakat terutama di
kota-kota besar. Hampir setiap malam kawasan Mega Mas dan Hyper Mart penuh
dengan penjaja makanan. Yang lain lagi mencari sea food di pantai Kalasei atau
sate kolombi di boulevard Tondano. Tidak mengherankan bahwa banyak orang saat
ini kelebihan karbohidrat, kalori, protein, atau lemak dan melahirkan masyarakat kolesterol, diabetes, atau juga
asam urat. Tubuh tak sehat lagi sehingga jiwa juga terganggu. Orang dibodohi
oleh makanan dan segala perkembangan cita-rasanya. Citarasa terbaik menjadi
sasaran banyak orang. Orang menghamburkan uang hanya untuk makanan. Muncullah
generasi golojo! Sampai sesama manusia bahkan mau dimakan.
Yang
namanya wisata kuliner ternyata bukan hal yang baru lagi. Dalam Perjanjian Lama
ternyata hal makan minum itu sudah terdengar. Orang ke sana kemari mencari
makanan. Ada Israel yang konsumtif dan ada Sang Hikmat yang menyediakan menu
terbaik. Masyarakat bahkan tidak harus menghamburkan rupia untuk menikmatinya.
“Marilah, makanlah rotiku dan minumlah anggur yang telah kucampur.” Satu
petunjuk tentang kebaikan hati Tuhan. Allah bahkan menyediakan pelayan
perempuan yang memanggil mampir masyarakat tak berakal budi. Orang berotak yang
tak bisa berpikir dan mengusahakan tumbuhnya gandum dan roti untuk kelangsungan
hidup. Mereka yang hanya hidup untuk mengurus perut. Sang Hikmat telah memotong
ternak sembelihan dan mencampur anggurnya. Hidangan sudah tersedia. Nikmatilah
agar hidup itu bisa dimaknai dan ikutlah jalan pengertian. Perlu datang pada
Sang Hikmat agar bisa berhikmat. Semacam sindirin untuk Israel yang bodoh karena
makanan. Hidup bukan hanya soal makan dan minum. Yang paling penting sebenarnya
adalah Sabda. Yesus sendiri perna mengatakan bahwa manusia hidup bukan dari
roti saja tetapi dari setiap sabda yang keluar dari mulut Allah. Ia
memperkenalkan diri sebagai roti surgawi. Roti yang diberikan-Nya adalah
daging-Nya sendiri. Sebutan “daging” menunjuk pada “sabda”. Ingat peristiwa
inkarnasi. Sabda yang menjadi daging. Daging itulah yang perlu “dikunya” sebanyak
mungkin sebagai nutrisi pengembangan hidup rohani. Daging tersebut dikemas satu
paket dengan darah sebagai minuman. Darah adalah tanda kehidupan. Manusia bisa
hidup tanpa kaki, tetapi jika darahnya habis, maka ia pasti mati. Dengan
memakan tubuh-Nya dan meminum darah-Nya kehidupan kekal telah menanti. Kasih
dan pengurbanan Yesus sampai diri-Nya yang dibagi-bagi berbanding terbalik
dengan mentalitas Israel yang tak perna kenyang. Terus menggerutu seperti
pengalaman padang gurun dan bahkan terheran-heran bingung mirip kaum Yahudi
yang mendengar pernyataan Yesus di Kapernaum. “Apakah kita masyarakat kanibal
atau bangsa vampire yang menghisap darah manusia?
Menanyakan
dan meragukan kebenaran Roti Surgawi sebagai makanan rohani telah menjadikan
banyak orang zaman ini juga telah menjadi bodoh. Bodoh seperti sebagian
masyarakat Yahudi zaman Yesus yang hanya menanti makanan gratis atau mencari
uang untuk belanja kebutuhan perut. Orang hanya melihat manna di padang gurun
sebagai pengenyang atau pelipatgandaan roti untuk menghilangkan rasa lapar
tanpa melihat karya Allah sebagai “koki” kreatif yang menyediakan makanan
dengan kualitas terbaik. Tak ada makanan yang abadi di dunia selain Yesus Roti
Surgawi. Tutuplah mata inderawi yang selalu tertarik dan terpesona dengan kfc, pizza hut, spaghetti, spring onion
pancakes, tinutuan, dll. dan
kembalilah ke hati, membuka mata hati untuk melihat karya Allah yang luar
biasa. Yesus yang memberikan diri-Nya sebagai kurban keselamatan dan kebahagiaan
dunia dan manusia. Wisata kuliner akan bermakna jika kita tidak perna lupa
untuk setiap hari dan setiap minggu berwisata ke gereja, melihat keindahan
karya keselamatan Tuhan dan menikmati santapan surgawi, tubuh dan darah
Kristus. Gereja sebagai komunitas orang beriman percaya bahwa Yesus itu ada di
tengah-tengah mereka dan menghayatinya dalam bentuk ekaristi. Yesus itu
pemberian dari surga yang membawakan hidup ke dunia. Pemberian ini lebih luas
dari kehidupan biasa yang beriramakan lapar, kenyang, dan lapar lagi, melainkan
yang membawa ke kehidupan yang tak lagi berorientasi pada perputaran tersebut.
Iman akan ekaristi menjadi cara Gereja menerima kebenaran warta Yesus itu.
Sikap orang beriman berkebalikan dengan sikap mereka yang mempertanyakan bagaimana
itu mungkin? Fr. Lucky
Tidak ada komentar:
Posting Komentar