Senin, 27 September 2010

DEMOKRASI KRISTIANI

(Refleksi Managemen Kristiani di Paroki Kristus Raja Tolitoli[1])
Fr. Lucky Singal
Demokrasi tampak sebagai momok yang menakutkan bagi Gereja. Orang senantiasa mengaitkannya dengan politik yang kotor. Seorang pastor pernah mengatakan kalimat ini pada seorang bapak ketika ia mengusulkan untuk memasukkan tanggapan sekelompok orang atas suatu kebijakan: "... supaya kamu tah bahwa, di Gereja tidak ada demokrasi ...!"  Ini menjadi pertanda bahwa para pemimpin umat pun masi terasing dan merasa segan dengan praktek demokrasi dalam Gereja. Demokrasi memang muncul di abad ke-18 dari Revolusi Perancis dan Amerika; dan gereja sejak abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-20 sungguh bermasalah dengan demokrasi. Sebagai contoh, ingatlah ketika Paus Gregorius XVI (1831-1846) pertama kali disodori gagasan kebebasan berbicara, kebebasan pers dan kebebasan hati nurani. Ia berkomentar bahwa gagasan-gagasan itu sama sekali berarti kegilaan. Pada abad ke-20, John Courtney Murray dalam suatu pidatonya mengatakan perlunya Gereja melihat dimensi-dimensi positif dari demokrasi dan membuka dialog tentang demokrasi. Atas  ucapan itu, ia dibungkam oleh gereja selama 10 tahun. Namun yang lebih penting ialah bagaimana masalah di masa lalu itu disingkirkan dan dipecahkan di abad XX berawal dari Konsili Vatikan II (1962-1965). Salah satu pokok pentingnya adalah gereja menerima sekularitas Negara, bahwa gereja tidak mengharapkan negara melakukan pekerjaan atau tugas gereja, agama. Sebaliknya gereja juga tidak boleh melakukan pekerjaan negara. Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah. Salah satu warisan penting dari Konsili Vatikan II adalah keberhasilannya menggeser persoalan dari gereja dan negara ke persoalan yang lebih dalam dan luas yakni gereja dan dunia. Ini bukan persoalan legal atau konstitusional, melainkan persoalan sosial dan moral. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa tugas gereja dalam masyarakat ialah melindungi martabat transenden dari pribadi manusia. Alasan gereja tertarik pada proses-proses politik adalah karena gereja tertarik pada manusia, karena sadar akan tugas pengutusannya bagi keselamatan manusia. Maka perlindungan atas martabat manusia bukanlah kegiatan ekstra-kurikuler dari gereja. Juga bukan opsional, marginal atau aksidental. Itulah justru jantung misi gereja! Oleh karena itu, di mana pun martabat manusia direndahkan, diabaikan, apalagi ditindas dan dikorbankan demi pembangunan, gereja harus tampil membela dengan suara lantang. Untuk itu, Konsili Vatikan II menegaskan bahwa orang-orang Katolik harus masuk dalam orde politik berdasarkan apa yang diyakini tentang martabat pribadi manusia. Pribadi manusia tidak hanya suci; pribadi itu juga sosial. Maka, rancang-bangun daripada konteks sosial dan sistem sosial dapat secara desisif memengaruhi sejauh mana pribadi-pribadi punya peluang untuk menyadari martabat mereka, yang terkait dengan keduanya, social context dan social system. Justru dalam arena politiklah masyarakat memutuskan bagaimana memperlakukan setiap dan semua pribadi manusia warganya. Politik adalah salah satu arena, di mana nasib dan masa depan pribadi manusia ditentukan. Namun arena itu menjadi amat desisif dan determinan, karena keputusan menyangkut arena lain ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan dan seterusnya diambil melalui proses-proses politik, menjadi keputusan politik !.Dalam hal ini, warga gereja terbagi dua, yakni warga gereja yang adalah umat dan warga gereja yang adalah pemimpin umatnya, dengan tugas sosialnya berbeda-beda. Pemimpin umat adalah pengemban tradisi gereja sekaligus mengemban tugas sebagai imam, raja dan nabi. Artinya selaku imam yang bertakhta di atas nilai-nilai moral Kristiani senantiasa memberikan inspirasi moral kepada umatnya dan bila umatnya tidak berani menyebarkan benih moralitas Kristiani di manapun, maka seorang pemimpin gereja patut turun untuk meneriakkan nilai-nilai moral tersebut kepada setiap  telinga dan hati untuk mendengarkan dan melaksanakannya. Sebaliknya, tugas warga gereja yang merupakan umat biasa adalah mendengarkan ajaran-ajaran moral yang disampaikan oleh pemimpim umat dan sedapat-dapatnya melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang apa pun di mana
saja.
1. PENGERTIAN
Istilah demokrasi berasal dari kata demos artinya rakyat dan cratein yang berarti pemerintah. Abraham Lincoln (1809-1865) mendifinisikan demokrasi sebagai “ Government of people, by the people, for the people”. Kemunculan demokrasi terinspirasi fakta negara kota (polis) di kota Athena, yunani pada sekitar tahun 450 SM yang mempraktikkan pelibatan seluruh warga kota dalam proses pengambilan keputusan. Konsep yunani kono tersebut digali kembali di Eropa pada “ Zaman pencerahan” yakni era perlawanan terhadap kekuasaan gereja dan kaisar yang sarat dengan penyimpangan dan penindasaan yang mengatasnamakan agama. Oleh karena itu muncullah gerakan reformasi gereja yang menentang dominasi gereja dan menuntut kebebasan. Puncaknya adalah Revolusi Prancis 1789 yang berujung pada upaya kompromistik untuk memisahkan gereja dari masyarakat, negara, dan politik. Pada masa itu, orang mencari suatu model agar kukuasaan tidak dimonopoli oleh  satu orang, keluarga kerajaan, kaum bangsawan atau penguasa gereja. Ironisnya satu-satunya bahan yang tersedia bagi pemikir di abad pertengan adalah dari sejarah yunani kono. Dari sejarah itu mereka belajar bahwa di kota Athena tempo dulu diterapkan satu sistem, yaitu seluruh warga kota turut serta dalam proses pengambilan keputusan. Sistem tersebut dianggap sistem yang baik oleh para pemikir abad pertengahan waktu itu. Mereka yang sedang tertekan oleh kediktatoran para raja dan kaum bangsawan serta para penguasa gereja kemudaian mengadopsi sistem Athena tersebut dan mempopulerkannya dengan nama “Demokrasi“. Demokrasi memang sering indah diucapkan, tetapi kecut dirasakan. Banyak orang tertipu karena tidak memahami hakekat demokrasi yang sebenarnya. Secara konsep, rakyat memiliki wewenang dalam mengatur urusan pemerintahan (kedaulatan rakyat). Rakyatlah penentu kebijakan bagi diri mereka sendiri. Rakyat bebas berbicara, mengkritik, dan berekspresi. Namun, konsep ini hanya ada pada saat kelahiraanya, yakni pada abad ke-6 SM. Fakta justru menunjukan bahwa yang sesungguhnya berdaulat adalah para elit politik dan para pemilik modal. Banyak pihak berharap, demokrasi akan mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat, berdasarkan asumsi bahwa semakin demokratis, rakyat akan kian sejahtera. Berbagai modal demokrasi pun dicoba. Mulai dari demokrasi terpimpin ala Soekarno, demokrasi Pancasila ala Soeharto, hingga demokrasi liberal ala reformasi. Namun, hasil yang diharapkan tak kunjung tiba. Rakyat tetap saja tidak menikmati buah demokrasi selain hanya pesta demokrasi.  Begitulah sejatinya hakekat demokrasi tak ubahnya  racun berbalut madu. Kendati demikian patut diungkap juga bahwa demokrasi sebagai satu system tetap memiliki nilai baiknya. Benar bahwa ada penyimpangan pelaku system, namun dipercaya bahwa ini sebanrnya bagus untuk satu Negara dan kelompok. Lantas bagaimana pandangan Gereja tentang demokrasi?

2. Praktek Demokrasi dalam Gereja
            Beberapa babakan perkembangan demokrasi bisa diruntut dari beberapa hal:

2.1. Abad Pertengahan[2]

Setelah melewati masa-masa suram, gereja pada suatu ketika bertemu dengan seorang kaisar yang bernama Constantinus. Constantinus sangat berjasa dalam proses sosialisasi gereja katolik di dalam wilayah kerajaan Romawi. Constantinuslah yang berani mengakui bahwa peradaban kafir telah menjadi mandul keadaannya.  Maka gereja pun dibebebaskannya untuk diambil manfaatnya guna membina kembali kesatuan politik. Dengan demikian gereja mulai menancapkan benderanya di kekeisaran kafir itu. Dalam perkembangannya gereja mulai meluas ke semua daerah kekaisaran. Konsekuensinya, semua Eropa dan Asia Timur menjadi Kristen. Gereja yang semula disegani, sebab begitu toleran, solider dan memperhatikan kesejahteraan umum, ternyata berubah wajahnya menjadi sebuah gereja yang teokrasi feodal, di mana bidang keagamaan dan politik bercampuraduk sehingga urusan politik diserap ke dalam urusan-urusan keagamaan. Dengan demikian, menurut sistem ini paus sebagai kepala dan pusat segala-galanya dan praktek ini semakin hari semakin bertambah besar pengaruhnya. Kebijakan ini muncul sejak Gregorius VII. Tindakan dan kebijakan seperti  ini dilanjutkan oleh para Paus pengantinya. Namun diantara mereka yang paling terkenal adalah Innocentius III. Ia merasa dirinya  sebagai seorang penguasa dunia sepenuhnya. Sebagai contoh, perseteruannya dengan raja John dari Inggris. Terhadap John, Paus menggunakan cara mengucilkan, memecat dan dengan mengancamannya dengan armada raja Philipd dari Prancis. Dalam situasi yang demikian John pun akhirnya menyerah dan merelakan dirinya hanya menjadi pejabat biasa dalam kerajaannya. Sistem pemerintahan yang dipakai di dalam gereja kalah itu adalah teokrasi, dengan semboyan terkenalnya “Tuhan Allah Menghendakinya”. Akan tetapi siapakah yang berhak menafsirkan kehendak Allah itu? Gereja dan di dalam gereja Pauslah yang menjadi kepala hirarki. Sebagai wakil Kristus, Paus memimpin dan menghukum dunia. Lapangan duniawi tunduk pada lapangan rohani. Dengan sistem itu pula, gereja telah memerangi kerajaan-kerajaan sekular dan menjadikannya bawahan dalam gereja. Konsekuensinya gereja campur tangan dalam segala urusan pribadi kerajaan-kerajaan tersebut, sambil memaksa kebijakan yang diputuskan oleh Paus di Roma untuk harus ditaati. Bahkan kelak dalam perjalanan sejarah diketahui bahwa terjadi semacam kolusi gereja dan negara, misalnya dalam pengangkatan raja-raja perlu peneguhan dari Paus dan demikian halnya dengan pengangkatan atau penobatan Paus. Tidak ada lagi jarak antara kekuasan gereja dan negara. Mungkin tidak berlebihan bila kita menyimpulkan bahwa pada masa Abad Pertengahan gereja telah kehilangan kewibawaannya yang sejati. Atas cara demikian bisa dikatakan juga bahwa sistem demokrasi pada masa Abad Pertengahan mati total. Demokrasi dalam konteks intern sendiri pun tidak jalan dan demikian juga dengan relasi eksternnya. Sekali lagi tidak berlebihan bila kita katakan demikian.
2.2. Zaman Renaissance
Di akhir Abad Pertengahan muncullah apa yang dikenal sebagai Renaissance dan Humanisme. Renaissance dan Humanisme berangkat dari komitmen dasar yaitu untuk mengembalikan manusia – Eropa – pada semangat dan cara hidup kejayaan Romawi-Helenis dulu tanpa embel-embel kristianitas. Di sini hendak digambarkan sedikit situasi zaman itu. Manusia abad 13-14 senantiasa mempercayakan seluruh kehidupan kebudayaan, keagamaan serta pilitik-sosialnya tanpa reserve kepada pimpinan Gereja. Sebaliknya manusia abad 16 memberikan kepercayaannya kepada penguasa-penguasa lain di samping Gereja atau bahkan penguasa yang melawan Gereja. Mereka memberikan kepercayaan kepada injil akan tetapi melepaskan injil dari kekuasaan ajaran gereja, mempercayakan diri kepada penguasa di kerajaannya sendiri; selain itu mereka lebih-lebih mempercayakan diri kepada keputusan-keputusan, selera dan aturannya sendiri, serta kebenaran yang diperoleh dari akal budinya sendiri. Itulah situasi masyarakat pada masa kehancuran Abad Pertengahan dan memasuki era Renaissance. Pada masa ini ada satu pengalaman yang sangat menarik untuk disimak secara saksama seputar prinsip sistem negara Toekrasi dan demokrasi ini. Kurang lebih tahun 1300 timbullah pertentangan antara Paus Bonifasius VIII dan Raja Philips dari perancis. Isi pertentangan kedua orang ini adalah manakah batas yang jelas antara dua kekuasaan yang ada selama ini. Hal ini diakibatkan oleh perpaduan Gereja dan negara tanpa batasan yang jelas dan transparan. Raja Philips mempertanyakan hal itu, maka murkalah Paus. Ia menjatuhkan hukuman ekskomunikasi kepadanya. Murka paus ini juga bisa dimengerti kerana raja sekarang sudah mendapatkan dukungan yang kuat dari para warganya dengan memberi uang, derma, dsb. Tindakan ini hendak mengarah pada sebuah usaha nasionalisme masyarakat Prancis kala itu. Mungkin bisa kita simpulkan bahwa pada masa Renaissance dan Humanisme manusia mulai kembali pada dirinya sendiri atau kuasa lain di luar dirinya, asalkan bukan dalam institusi gereja. Untuk itu, mereka mempercayakan dan bahkan mulai memisahkan diri dari otoritas gereja. Gerja yang tidak demokratis itu mulai dilawan oleh mereka.

2.3. Zaman Modern

Zaman ini sering dikenal juga dengan nama Aufklarung atau “pencerahan akal budi”. Pada era ini segala sesuatu dipulangkan pada daya kerja rasio manusia sebagai pusat segala-galanya. Semua pengetahuan spekulatif ditinggalkan bahkan ditolak, diganti dengan metode penyelidikan ilmiah yang membawa hasil sangat menakjubkan manusia. Ibarat membuang macis bernyala di dalam tumpukan kayu yang telah disirami minyak, gerakan pencerahan akal budi ini membawa konsekuensi yang sangat mengenaskan bagi Gereja Katolik. Terjadi perampasan harta kekayaan Gereja oleh pemerintah, pembubaran dan pembakaran biara-biara, pembunuhan para hirarki, pengasingan para hirarki, pembubaran ordo dan tarekat-tarekat religius oleh pemerintah, dll. Salah satu bentuk kekerasan yang  dikenal yakni pecahnya revolusi Perancis pada  tahun 1789. Revolusi ini menimbulkan suatu pemutarbalikan di Eropa Barat. Revolusi ini menyusun sebuah bentuk pemerintahan berdasarkan hukum untuk menggantikan absolutisme yang dipraktekkan Gereja Katolik selama itu. Dalam revolusi itu juga muncul semboyan yang terkenal, yaitu Egalite,Fraternite dan Liberte. Semua ini atas salah satu cara menentang sistem pemerintahan dalam gereja yang begitu kental dengan teokrasi-feodal dan absolutisme. Menurut manusia zaman modern tindakan seperti sangat tidak demokratis. Tambahan pula bahwa zaman pencerahan dan revolusi Perancis mengakibatkan juga revolusi industri. Alam mulai digarap dan tenaga manusia mulai dieksploitasi besar-besaran, dan gereja mulai mendapatkan kembali posisinya yang benar dan tepat. Maka sejak tahun 1878, Gereja Katolik mulai menunjukkan perhatiannya yang mendalam dan besar bagi kehidupan bersama untuk mencapai bonum communae. Hal ini tampak dalam kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Paus dan para uskup, imam, biarawan-biarawati dan umat awam sejak saat itu sampai hari ini. Namun, sebuah sikap dan penegasan yang sagat penting tentang peran serta atau keikutsertaan dalam politik dan kemasyarakatan diungkapkan dalam ensiklik Pacem in Terris dan kemudian ditindaklanjuti dan disempurnakan dalam konstitusi dogmatis Gaudium et Spes.

2.4.  Penegasan Sikap Gereja atas Demokrasi

2.4.1. Ensiklik Pacem in Terris

Ensiklik ditulis dan diterbitkan oleh Paus Yohanes XXIII pada tahun 1963. Ensiklik ini lebih bersifat politis dan memiliki jangkauan luas dan universal. Ensiklik ini secara khusus dan istimewa berbicara tentang HAM, sebagai bentuk atau bagian dari sistem demokrasi. Dalam Pacem in Terris, Yohanes XXIII mengatakan “oleh karena itu semua ajaran di atas sesuai dengan pola pemerintahan manapun yang bersifat sungguh demokratis” (PT 50). Dalam arti itu, ajaran Paus tentang HAM dan segala sesuatu tentang eksistensi manusia pada bagian-bagian pertama ensiklik ini merupakan juga bagian dari sebuah sistem pemerintahan yang demokratis. Selain itu, bentuk atau struktur negara yang sangat dianjurkannya adalah yang demokratis. Paus mengatakan bahwa “sekali lagi kami anjurkan kepada putra-putri kami, supaya berpartisipasi aktif dalam kehidupan umum dan bekerja sama demi kepentingan segenap umat manusia”(146). Namun bagaimanakah caranya orang katolik harus berpartisipasi secara demokratis? Paus mengatakan bahwa pertama, “mereka perlu melibatkan diri dalam karya lembaga-lembaga dan mempengaruhinya dari dalam” (147). Kedua, setiap orang perlu mengembangkan kemampuan atau kompetensi yang ada dalam dirinya agar dapat tampil dalam kehidupan umum secara proporsional (bdk. 148), dan ketiga, semua tindakan partisipatoris orang katolik itu “harus didasarkan pada kebenaran, diatur oleh keadilan, didorong oleh cinta kasih terhadap sesama dan berpegang teguh pada kebebasan (149). Demikian Yohanes XXIII, mulai membawa umat Katolik kepada suatu bentuk hidup yang tidak saja bersifat teoretis melainkan lebih daripada itu, yakni praksis sosial-politik.
2.4.2. Konstitusi Dogmatik Gaudium et Spes
Pertama-tama harus diketahui bahwa Yohanes XXIII-lah yang memanggil konsili untuk  berkumpul. Itulah yang kita kenal sebagai Konsili Vatikan II (1962-1965). Dengan konsili ini Beliulah telah membantu gereja Katolik untuk terbuka terhadap perkembangan zaman dan kehidupan manusia. Salah satu dokumen yang dihasilkan oleh konsili suci ini adalah Konstitusi dogmatik Gaudium et Spes. “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga” (GS 1). Di sini Konsili Suci menyatakan secara mendalam kerinduannya serta keprihatinannya yang mendalam tentang situasi umat manusia. Situasi umat manusia yang demikian ini menjadi juga lahan perjuangan Gereja untuk menanamkan semangat praktek demokrasi yang sejati. Selain itu Konsili Suci juga mengatakan bahwa: “Dengan mewartakan kebenaran injil, dan dengan menyinari bidang kegiatan manusiawi melalui ajarannya dan melalui kesaksian kristen, Gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab politik para warganya”(GS 76). Dengan pernyatan ini gereja menunjukkan secara tegas posisinya dalam melaksanakan praktek demokrasi atau etos politiknya secara universal. Dengan ajaran iman dan moral serta kesaksian hidup gereja menyatakan sikapnya atas nilai-nilai  demokrasi yang diperjuangkan semua orang di mana-mana.
2.4.3. Demokrasi menurut Centesimus Annus
            Centesimus Annus adalah ensiklik yang ditetapkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1 Mei 1991 untuk memperingati seratus tahun Rerum Novarum, ensiklik pertama tentang  masalah sosial yang diterbitkan oleh Paus Leo XIII pada tanggal 15 Mei 1891.  Ensiklik Centesimus Annus ini sangat penting bagi  gereja dewasa ini karena isinya sangat aktual: (1) Ia memberikan fokus aktual pada ajaran sosial para Paus sampai sekarang. (2) Ia membantu dalam mencari orientasi dalam situasi dunia pada akhir abad ke-20 yang ditandai oleh keambrukan sistem komunisme dunia, krisis makna masyarakat Barat dan krisis kemiskinan yang semakin tajam, terutama di negara-negara berkembang. (3) Ia mempertegas sikap-sikap yang seharusnya diambil oleh umat katolik terhadap masalah-masalah sosial dewasa ini; secara khusus Centesimus Annus mendukung segi-segi pokok perjuangan melawan ketidakadilan. Ensiklik Centesimus Annus merupakan salah satu pembelaan paling kuat dan eksplisit demokrasi dan hak asasi manusia. Pandangan Paus tentang demokrasi di dalam ensiklik ini mengembangkan dengan lebih eksplisit apa yang sudah disinggung dalam ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (Keprihatinan  masalah sosial). Di dalam ensiklik Centesimus Annus, khusus nomor 46 dan 47 bicara tentang demokrasi. Dapat dikatakan bahwa dengan demikian sebuah keragu-raguan yang lama sekali meliputi sikap Pimpinan Gereja Katolik terhadap demokrasi akhirnya dijernihkan: Dalam dunia modern refleksi iman atas martabat manusia menuntut dukungan penuh terhadap pola kenegaraan demokratis. Di dalam ensiklik Centesimus Annus ditemukan penilaian jelas dan eksplisit tentang demokrasi: “Gereja menghargai sistem demokrasi karena membuka wewenang yang luas bagi warga negara untuk berperan serta dalam penentuan kebijakan-kebijakan politik, lagi pula memberi peluang kepada rakyat untuk memilih pemimpin, tetapi juga meminta pertanggungjawaban dari mereka, dan bila itu memang sudah selayaknya menggantikan mereka melalui cara-cara damai“.[3] Berkaitan dengan penilaian ini, gereja dengan jelas menolak pengangkatan pemimpinan yang tidak demokratis dan mencela penyalahgunaan kekuasaan politik untuk mencari keuntungan diri. Selanjutnya gereja berpendapat: „Demokrasi yang sejati hanyalah dapat berlangsung dalam negara hukum, dan berdasarkan paham yang tepat tentang pribadi manusia. Sebab demokrasi menuntut dipenuhinya syarat-syarat yang sungguh perlu untuk mengembangkan warga negara perorangan, melalui pendidikan dan pembinaan dalam menerapkan prinsip-prinsip yang sejati, dan untuk meningkatkan peran serta masyarakat yang semakin sadar melalui struktur-struktur partisipasi dan tanggung jawab bersama“. [4] Di dalam ensiklik ini paus Yohanes Paulus II menempatkan martabat manusia yaitu persona sebagai dasar dan tujuan dari politik. Itu berarti, sebuah demokrasi yang otentik bukanlah sekedar hasil pelaksanaan formal sebuah aturan, melainkan buah dari pengakuan dan keyakinan akan nilai-nilai yang menjadi sumber ilham prosedur demokrasi. Jadi, martabat pribadi manusia sebagai tujuan dan kriterium dari kehidupan politik. Bahaya terbesar bagi demokrasi modern, menurut gereja, adalah relativisme etis yang manyangkal adanya kriteria objektif dan universal tentang nilai guna menjamin stabilitas hierarki nilai tersebut dan landasannya. „…bila tidak ada kebenaran yang paling asasi, yang mengarahkan dan mengatur kehidupan politik, maka di situ ide-ide dan keyakinan-keyakinan dengan mudah dimanipulasi sebagai upaya untuk merebut kekuasaan. Akhirnya, seperti terbukti juga dari sejarah, demokrasi tanpa prinsip-prinsip dengan mudah berubah menjadi totalitarisme terang-terangan atau terselubung“.[5] Pada hakikatnya demokrasi itu adalah suatu sistem dan sebagai sistem ia hanyalah sarana, bukan tujuan. Karena itu, nilai moralnya tidak otomatis, melainkan tergantung pada kesesuaiannya dengan hukum moral yang berlaku bagi manusia, dan dalam hal ini, adalah hukum moral yang berlaku dalam gereja. Partai politik adalah bagian tak terpisah dari demokrasi. Menurut gereja, parpol memiliki tugas untuk menunjang keterlibatan luas dalam tanggung jawab publik. Partai politik dituntut untuk menemukan apa sebenarnya keinginan masyarakat dan menegerahkan keinginan itu kepada kesejahteraan umum[6] dan membuka kemungkinan yang efektif kepada warga masyarakat untuk memberi sumbangan atau berpatisipasi dalam pengambilan keputusan politik. Untuk itu, menurut gereja, partai politik harus bersifat demokratis. Hanya dengan semangat demokratis, segala pertentangan dan kontradiksi politis yang terjadi di dalam tubuh partai politik, dapat diatasi cara yang memadai dan akhirnya partai politik bisa berkembang dan mampu membuat perencanaan ke depan dengan lebih baik bagi dirinya maupun bagi pembangunan masyarakat. Pertanyaannya sekarang, bagaimana praktek demokrasi yang real dalam Gereja?
3. Demokrasi dalam Umat Katolik Paroki Kristus Raja[7] Tolitoli
            Dari uraian di atas paling tidak beberapa penegasan bisa diangkat. Pertama itulah bahwa Gereja menganjurkan supaya para pemimpin itu harus dipilih secara demokratis, kedua, penekanan pada penghargaan HAM dalam berdemokrasi, ketiga adalah sifat-sifat demokrasi, seperti kebebasan untuk berbicara, keterwakilan, musyawara, dan keempat itulah bahwa demokrasi hanya sebagai sarana untuk tujuan bersama, yaitu bonum commune. Nilai-nilai demokratis inilah yang coba penulis angkat sebagai bahan refleksi untuk melihat lagi pengalaman pastoral dalam hal management kepemimpinan kristiani. Konteksnya adalah   umat dan masyarakat di paroki Kristus Raja Tolitoli. Hal tersebut mewujud dalam beberapa hal:

3.1. Pastor paroki sebagai penentu kebijakan final
            Pastor paroki menunjuk pada seorang pemimpin umat dengan otoritas yang didapat lewat delegasi uskup. Itu berarti bahwa adanya pastor paroki sebenarnya bukan karena praktek demokratis pemilihan seorang pemimpin, melainkan lebih top-down. Dari atas ke bawa. Semua itu untuk tugas penggembalaan, yaitu menghantar umat pada kebenaran. Akan tetapi dengan delegasi langsung dari uskup bukan berarti bahwa pastor paroki tidak demokratis. Umat pasti tidak senang melihat tindakan para imam yang suka bekerja sendiri dengan kebijakan-kebijakan pribadi tanpa keterlibatan umat. Karena itu ketika pastor mengeluarkan satu kebijakan pastoral, semua itu pasti disosialisaikan kepada umat. Itu nyata di paroki Kristus Raja Toli-toli. Ini tidak berarti bahwa otoritas seorang imam menurun. Dengan sosialisasi kebijakan justru akan memudahkan jalannya roda pemerintahan di tengah umat. Imam dalam hal ini tetap menjadi penentu kebijakan, namun dengan memperhatikan serta mempertimbangkan masukkan dan aspirasi umat. Ini tentu saja lebih dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan pastoral local dalam pengertian imam sebagai ordinaris wilaya. Hal ini tidak termasuk ajaran-ajaran iman dan tradisi Gereja yang tak bisa diganggu-gugat. Adanya pemimpin umat menjadi pertanda bahwa iklim demokrasi itu ada. Yang ditekankan tentu saja adalah demokrasi sebagai sarana untuk mencapai kebaikan bersama sehingga pemimpin umat dalam hal ini pastor paroki memang mempraktekkan hal tersebut. Ada saatnya memang ketika pastor paroki terlihat dictator-otoriter. Namun semuanya pasti untuk kebaikan umat. Makanya sering ada komentar umat: “Pastor kok otoriter dan tidak mau mendengarkan umat?” Satu pertanyaan yang kurang lebih menandakan bahwa jiwa demokratis memang harus ada pada seorang pemimpin yang hidup dan menjadi gembala di tengah Negara yang demokratis. Itu juga yang dilakukan petugas pastoral di tengah umat. Segala kebijakan menyangkut kepentingan orang banyak perlu dimengerti dan diketahui umat, dan semuanya tentu saja membutuhkan penilaian serta masukkan jemaat yang ada. Di atas disebutkan bahwa demokrasi itu begitu dekat dengan politik. Hal tersebut memang terungkap dalam sepak terjang kepemimpinan umat di paroki ini. Imam memang tidak bisa berpolitik praktis, tetapi ia bisa menyuarakan suara-suara politis lewat mimbar gereja. Hal ini terungkap pula dalam pertemuan kemasyarakatan. Petugas pastoral misalnya perna mengikuti dialog kebangsaan yang membahas tentang nasionalisme, atau juga menjadi pembanding dalam pembentukan GAMKI. Cirri kepemimpinan kristiani terlihat begitu jelas ketika pemimpin umatnya berbicara tentang problematika masyarakat dan usaha politis untuk menangani permasalahan.
3.2. Keterwakilan umat dalam dewan pastoral paroki
            Keterwakilan umat dalam dewan paroki menjadi petunjuk bahwa ada kepemimpinan yang cukup mumpuni dalam rangka pengembangan umat di paroki ini. Ini sekaligus menandai kekompakkan kerja umat dalam pemeliharaan jiwa-jiwa. Terdapat orang-orang kunci yang mendapatkan kepercayaan untuk duduk bersama dalam dewan inti paroki. Orang-orang ini dianggap memiliki kecakapan dan kemampuan untuk mengkordinir dan memajukan umat. Mereka dibagi dan dipercayakan untuk menangani beberapa bidang kerja tertentu, seperti social, liturgis, kepemudaan, yayasan, kaum bapak, anak-anak, dan juga kaum ibu. Dalam arti itu bisa dilihat bahwa terdapatlah alokasi kekuasaan yang didapatkan lewat mandat dan kepercayaan dari umat serta imam sebagai peneguh. Keberadaan dewan paroki ini sangat penting untuk menunjung kinerja pastor paroki sebagai ordinaries wilaya dan gembala yang baik bagi keseluruhan umat. Ini juga menunjuk pada fakta demokrasi dalam mana keterwakilan menjadi elemen penting untuk kemajuan umat dan masyarakat. Bahwa ada anggota dewan yang merupakan hasil pemilihan umat, kepada mereka juga umat bisa menyampaikan aspirasi yang kemudian diangkat bersama dalam musyawara dewan.
3.3. Pengambilan kebijakan bersama lewat rapat dan pertemuan-pertemuan
            Setiap semester biasanya dibuat program kerja. Program kerja ini disusun lewat pertemuan bersama. Pertemuan ini tentu saja penting karena dari situlah ide-ide pengembangan umat mencuat. Di sini iklim demokrasi mengemuka ketika kebebasan berbicara ada dan penghargaan terhadap setiap orang juga dikedepankan. Itu berarti bahwa kebijakan tidak saja ditentukan oleh orang-orang tertentu, melainkan melibatkan semua umat yang ada. Satu hal yang penting itulah bahwa umat merasa dihargai dan didengarkan. Seperti itu tepatlah amanat para bapa gereja bahwa demokrasi itu memang harus mengedepankan manusia dan penghargaan terhadap kemanusiaannya. Dalam kaitan dengan pengambilan kebijakan ini bole disebut pula bahwa mereka yang menjadi wakil umat dalam dewan paroki masuk dalam kalangan orang-orang terdepan untuk bersuara menyampaikan ide-ide pengembangan umat. Berhadapan dengan berbagai ide yang dikeluarkan, maka pemimpin umat pantas pula memiliki sikap yang bijak. Hal ini penting untuk menentukan masa depan dan memberi orientasi yang jelas pada kebijakan yang diambil. Pengalaman selama masa pastoral memberi petunjuk bahwa kebijakan yang dihasilkan secara bersama akan sangat efektif dibandingkan kebijakan pribadi untuk umat.
3.4. Umat Basis
            Umat katolik Paroki Kristus Raja Toli-toli terbagi atas pusat paroki dan tiga stasi lainnya. Secara lebih khusus lagi umat dibagi dalam wilaya-wilaya tertentu yang berbentuk territorial, tapi sekaligus telah menjadi kelompok umat basis. Dari basis-basis inilah keluar banyak kebijakan untuk pengembangan paroki. Dalam hidup konkrit umat basis terungkaplah bahwa kepemimpinan sebetulnya mengemuka di sini. Ada ketua wilaya dan perangkat kerjanya. Ada juga umat biasa yang selalu menegemukakan ide-ide yang brilian. Ketua wilaya biasanya dipili lewat rapat dan pemilihan. Yang dipilih tentu saja adalah orang-orang yang dianggap mampu untuk itu, yaitu yang memiliki tanggung-jawab dan pengabdian bagi Gereja. Umat basis ini menyeruapi “grass root” dalam arti demokrasi. Ada umat yang nyata, dan kepemimpinan memang harus menyentuh mereka. Alasan itulah yang membuat petugas pastoral juga turut meleburkan diri dalam umat real ini. Hadir bersama mereka dalam segala situasi hidup mereka. Kadang harus pergi ke hutan untuk mengerti bahwa kehidupan mereka memang seperti itu. Inilah tugas seorang pemimpin, yaitu hadir bersama umat dalam konteks hidup mereka yang paling konkrit. Dari situ pemimpin bisa mengerti dan mengambil kebijakan yang efektif dan efisien, dan juga tidak terjadi apa yang disebut umat marginal. Semua perlu perlakuan yang sama, dan itu terungkap lewat kehadiran nyata. Kedekatan pemimpin dengan umat dalam konteks paling kecil, yaitu basis merupakan pula rangsangan penentuan kebijakan yang “buttom-up”, yaitu memberikan peluang dan merangsang semua umat untuk menentukan kebijakan dari konteks nyata hidup mereka.
3.5. Sepak Terjang orang Katolik dalam konteks masyarakat
            Demokrasi yang paling nyata adalah masyarakat. Umat Katolik bukanlah orang yang terasing dari masyarakat dan Negara, melainkan merupakan satu kesatuan yang potensial juga dalam konteks masyarakat. Bole disebut bahwa dalam konteks Tolitoli umat katolik memang minoritas namun memiliki kualitas. Adanya figure-figur orang Katolik dalam bidang pemerintahan merupakan pertanda bahwa nilai kekatolikan juga tertanam dalam masyarakat. Penegasan di atas mendapakan maknanya: Mereka perlu melibatkan diri dalam karya lembaga-lembaga dan mempengaruhinya dari dalam”. Bahasa lainnya itulah bahwa orang menjadi garam dan terang dunia. Hal ini nampak pula dalam kehidupan umat di paroki ini. Banyak orang yang mengabdikan dirinya untuk kehidupan masyarakat. Mereka umumnya bisa menunjukkan diri sebagai orang Katolik sejati dan membuktikan bahwa kualitas diri orang Katolik juga pantas diandalkan. Semua itu paling tidak membuktikan bahwa sepak terjang orang Katolik dalam hal politik dan demokrasi cukup signifikan. Paling tidak mereka itu mendapatkan kepercayaan dan bertanggung-jawab dalam tugas pengabdian kepada masyarakat. Contoh keberadaan mereka paling nyata terlihat dalam subsidi pemerintah bagi Gereja dan Sekolah yang terungkap lewat bangunan sekolah yang megah dan representatif. Semua itu tak lepas dari kemampuan berdiplomasi para tokoh Katolik di kabupaten ini.

Penutup
            Dengan melihat hal-hal di atas maka dapat disimpulkan bahwa demokrasi sebenarnya sangat baik dipraktekan dalam gereja. Ini tentu saja perlu pembedaan dengan demokrasi dalam arti duniawi, melainkan diberikan sentuhan rohani. Dalam arti itu boleh disebut bahwa pengembangan umat di paroki Kristus Raja Tolitoli sebetulnya terlaksana dengan demokrasi sebagai satu sarana yang bagus dalam hal kepemimpinan. Itu sekaligus merupakan pemenuhan amanat otoritas gerejani yang melihat cara pemerintahan dunia sebagai sarana yang bisa diangkat untuk peningkatan dan pemberdayaan umat. Kuncinya adalah demokrasi menjadi sarana untuk kepentingan banyak orang, dan bukannya menjadi tujuan.
            Berhadapan dengan demokrasi dalam gereja ini, maka petugas pastoral juga memiliki kebanggaan karena boleh menjadi bagian dalam penciptaan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang demokratis di paroki ini. Ini juga memberi bukti bahwa jiwa dan semangat demokrasi ada dalam diri petugas pastoral. Karena itu baik pula kalau demokrasi sebagai sarana pengambilan kebijakan menjadi model pengembangan yang terus digunakan untuk lebih membuat Gereja menjadi satu lembaga yang solid.


[1] Tolitoli terletak antara 0,35o - 1,20o L i n t a n g U t a r a/ North latitude dan 120,12o - 121010'42"B u j u r T i m u r/ East longitude. Luas wilayanya adalah 4.079,77. Tolitoli sebagai kabupaten terdiri atas sembilan kecamatan, yaitu Dampal Selatan, Dampal Utara, Dondo, Ogodeide, Basidondo, Baolan, Lampasio, Galang, Tolitoli Utara. Sementara dalam hal iklim, Iklim Kabupaten Tolitoli dipengaruhi oleh dua musim secara secara tetap yaitu musim Barat yang basah dan musim Utara yang kering. Angin barat bertiup antara bulan Oktober sampai bulan Maret dan pada periode ini kabupaten Tolitoli ditandai dengan musim penghujan. Sedang angin utara bertiup antara bulan April sampai bulan September, pada periode ini kabupaten Tolitoli terjadi musim kemarau. Dalam hal pemerintahan, Kabupaten Buol-Tolitoli berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tanggal 30 Oktober 1959 ditetapkan sebagai salah satu daerah tingkat II di Propinsi Sulawesi Tengah, dan setelah dipisahkan dengan Kabupaten Buol kini mempunyai wilayah yang terdiri dari 9 kecamatan dan terdiri dari 5 kelurahan dan 78 daerah pedesaan. Daerah-daerah inilah yang ditempati oleh penduduk yang menurut hasil Sensus Penduduk 2000 tercatat penduduk Kabupaten Tolitoli sebesar 173.525 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 88.474 jiwa dan penduduk perempuan 85.051 jiwa. Dari jumlah tersebut di atas penduduk yang punya tempat tinggal tetap berjumlah 173.270 jiwa dan penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap berjumlah 255 orang.

[2]Lih.  Paul Kalkoy, dkk, PRAKTEK DEMOKRASI DALAM GEREJA KATOLIK DAN DALAM KELOMPOK UMAT BASIS.


[3] Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus 46.
[4] Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus 46.
[5] Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus 46.
[6] Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes 75.
[7] Umat Katolik di paroki ini terdiri atas 264 kk. Mereka tersebar di pusat paroki, yaitu di kecamatan Baolan, juga di stasi-stasi, yaitu Pagaitan, Kayulompa, dan Laulalang. Kebanyakan umat berasal dari Manado, menyusul kemudian Flores, Toraja, dan masyarakat Cina yang sudah lama menetap di Tolitoli.

Kamis, 16 September 2010

ORANG KAYA DAN LAZARUS YANG MISKIN

(Lukas 16:19-31)
Fr. Lucky Singal
            Orang kaya dan Lazarus yang miskin merupakan sebuah cerita yang terdapat dalam Lukas 16:19-31. Kisah ini berada dalam tema hidup miskin[1]. Ini berkaitan erat dengan perumpamaan Yesus yang dimulai pada Lukas 16:1. Dalam ayat ini disinggung tentang “seorang yang kaya”, begitu juga dalam Lukas 16:19 sebutan orang kaya muncul kembali dalam suatu perumpamaan. Di antara kedua perumpamaan tersebut diberikan pengajaran Yesus, baik untuk para murid (Luk 16:10-13) mengenai sikap terhadap barang materil, dan kepada orang Farisi (Luk 16:14-18) yang secara jelas disebut sebagai hamba uang (Luk 16:14). Dengan demikian, bagian mengenai hidup miskin ini sebenarnya berhubungan dengan ajaran hidup sederhana (11:14-12:59).
            Perumpamaan tentang Lazarus dan orang kaya mengungkap realitas kemiskinan dan kekayaan. Orang kaya selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari bersukaria dalam kemewahan, sementara Lazarus sebagai tokoh yang miskin dikisahkan bahwa badannya penuh dengan borok; dia ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Kedua-duanya mati. Lazarus dibawa oleh malaikat ke pangkuan Abraham, sementara orang kaya menderita sengsara di alam maut dan sangat kesakitan dalam api. Yang penting di sini itulah bahwa dengan kematian, nasib mereka menjadi terbalik. Dengan tegas dilawankan situasi di dunia ini dengan keadaan di akhirat. Yang kaya menjadi miskin dan yang miskin menjadi kaya. Ini sesuai dengan yang ditemukan dalam Magnificat: “Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang kaya pergi dengan tangan hampa.” (Luk 1:53).
            Perumpamaan ini tersaji hanya dalam Injil Lukas saja. Ia yakin sekali bahwa kaum miskin dilindungi Allah secara istimewa dan bahwa kekayaan dapat mencelakakan manusia (bdk. 16:1-13), maka tidak mengherankan bila masalah kaya-miskin disorotinya dalam perumpamaan ini secara khusus. Kebahagiaan ataupun sengsara manusia di alam baka memang tidak tergantung dari kekayaan atau pun kemiskinan selama hidup di bumi. Keselamatan tergantung dari perbuatan-perbuatan manusia, dan sekaligus merupakan karunia Allah semata-mata. Namun, bahaya yang ditimbulkan oleh kekayaan dalam mencapai keselamatan jangan diremehkan. Sebab orang kaya, karena merasa terjamin seringkali buta dan tuli terhadap Allah, sesama dan dunia sekelilingnya. Orang miskin justru karena hidupnya tidak pernah terjamin, seringkali mengandalkan Allah semata-mata.
            Lukas tidak menceritakan sesuatu mengenai pengadilan kepada kedua orang itu. Hanya prinsipnya yang ditekankan, yaitu: Allah menurunkan yang berkuasa, dan meninggikan yang rendah (Bdk. Luk 1:52; 14:11; 18:14). Dengan perikop ini, Lukas sebetulnya menyatakan suatu ajaran Gereja sesudah kebangkitan Yesus. Teks ini diulas sebagai berikut:
A. Delimitasi Teks
Cerita tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin[2] muncul dalam Lukas saja dan tidak dalam Injil lainnya. Kisah ini ditampilkan setelah sebelumnya Yesus telah mengajar tentang materialisme dan uang, pelayan yang tidak adil, melayani mammon, dan pelayanan. His audience includes his disciples (16:1) as well as "the Pharisees who loved money" and ridiculed his stand on money (16:14). Pendengar-Nya adalah para murid-Nya (16:1) dan juga "orang-orang Farisi yang mencintai uang" dan yang diejek berdiri di atas uang (16:14). Jesus affirms the validity of the Law, rightly interpreted (16:16-18) -- important to the Pharisees. Yesus menegaskan validitas hukum dan penafsiran yang benar atas hukum (16:16-18). Hal tersebut penting bagi orang-orang Farisi. The parable we are studying this week condemns the Pharisees for their love of money and neglect of showing compassion for the poor (16:19-31). Perumpamaan-perumpamaan tersebut kemudian dilanjutkan dengan pengajaran dalam bentuk perumpamaan terhadap sikap dan tingkah-laku masyarakat kaya kepada masyarakat miskin (16:19-31). Kisah ini disajikan dalam bentuk perumpamaan. Sebelum masuk lebih jauh pada pembatasan teks, baik untuk diketahui lebih dulu bagaimana sebenarnya situasi yang ada ketika perumpamaan ini disampaikan?
Cerita ini sebenarnya berawal dari perjumpaan Yesus dengan orang-orang Farisi dan ahli Taurat.  Dalam Lukas 15:2, "Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli Taurat, katanya: "la menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." Tanggapan atas pernyataan mereka kemudian dijelaskan Yesus dalam bentuk perumpamaan:
a. Lukas 15:3-7 adalah perumpamaan tentang domba yang hilang. Orang orang Farisi telah berusaha untuk membawa seekor domba yang hilang dan membawa ke kandangnya dengan suka cita setelah ditemukannya. Yesus berkata, "Demikian juga akan ada suka cita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." ayat 7. 
b. Lukas 15:8-10 menceritakan tentang perumpamaan sebuah mata uang perak yang hilang. Orang-orang Farisi setuju bahwa wanita itu harus mencari mata uang yang hilang itu dan setelah ditemukannya maka penuhlah kesukaannya. Sekali lagi Yesus mengulangi pernyataan tentang kesukaan di surga terhadap seorang berdosa yang bertobat.
c. Lukas 15:11-32 memberikan perumpamaan tentang anak yang hilang. Di sini Kristus memperjelas maksudnya sekali lagi kepada orang-orang Farisi. Mereka telah berusaha untuk menuntut kembali domba yang hilang dan mata uang yang hilang dan bergembira setelah ditemukannya. Tetapi ketika orang yang hilang datang kepada Yesus untuk diselamatkan mereka bertindak seperti saudara yang lebih tua dan menyerangnya.
d. Lukas 16:1-13 mencatat perumpamaan tentang penatalayan yang tidak adil. Tetapi orang-orang Farisi menolak untuk diyakinkan oleh pekerjaan Kristus. Mereka menentang Dia dan tidak bersimpati kepada pekerjaan-Nya dalam menyelamatkan manusia. Ayat 14 mengatakan, "dan mereka mencemoohkan Dia." Di dalam Lukas 16:15-18 Kristus menyebutkan sifat keabadian hukum-Nya. Tetapi meskipun orang-orang Farisi mengakui dan menyokong hukum, mereka menolak Kristus penyembuh penyakit dosa mereka. Hukum-hukum tidak dapat menyelamatkan. Tetapi orang-orang Farisi menolak apa yang telah diatur untuk mereka!
e. Sehingga di dalam perumpamaan tentang 'Orang kaya dan Lazarus' (Lukas 16:19-31) konsekwensi-konsekwensi sebagai hasil penolakan orang-orang Yahudi terhadap Kristus secara nyata diungkapkan. Ini terungkap dalam diri orang yang kaya.
            Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin ini dimulai pada ayat 19. Hal tersebut ditandai dengan suatu deskripsi tentang orang yang kaya. Disebut bahwa ia selalu berpakaian jubah bulu untah dan kain halus. Bahwa setiap hari ia selalu bersukaria dalam kemewahannya. Ini berbanding terbalik dengan Lazarus yang badannya penuh dengan borok dan berusaha menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh di meja orang kaya tersebut.
            Kisah ini kemudian berakhir pada ayat 31. Ayat terakhir dari bagian ini yang memberikan penegasan dari mulut Abraham kepada orang kaya tersebut bahwa ketidakseriusan pendengaran akan kesaksian Musa dan para nabi menjadi pratanda bahwa mereka juga pasti tidak akan mendengarkan seorang yang dibangkitkan dari antara orang mati. Hal tersebut merupakan tanggapan Abraham atas permintaan orang kaya tersebut agar bisa mengutus Lazarus kepada saudara-saudaranya untuk memperingatkan mereka agar tidak masuk dalam tempat penderitaan tersebut.

B. Jenis Sastra
Cerita tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin merupakan bagian dari keseluruhan Injil Lukas sebagai salah satu kitab Injil. Injil dipahami pula sebagai suatu jenis sastra. Ciri khas Injil sebagai suatu karya sastra adalah penulisannya sebagai biografi Yesus.[3] Yesus dalam arti ini merupakan tokoh utama dalam cerita Injil. Semua cerita dalam Injil memiliki relevansi dengan diri-Nya, bahkan kalau ada tokoh lain yang ditampilkan, semua itu dalam rangka menegaskan Yesus sebagai tokoh utama cerita.
Lukas 16:19-31 menampilkan cerita tentang orang yang kaya dan Lazarus yang miskin. Kisah ini terlihat seperti laporan peristiwa. Namun sebenarnya cerita tersebut merupakan bagian dari perumpamaan yang dikemukakan oleh Yesus. Yesus memang banyak kali menyampaikan kebenaran rohani melalui sebuah perumpamaan. But is the story of the Rich Man and Lazarus a parableIni merupakan kekhasan Yesus dalam mengajarkan suatu kebenaran. Tapi apakah kisah Orang Kaya dan Lazarus merupakan sebuah perumpamaan? A parable is a story intended to convey a spiritual truthSebuah perumpamaan adalah cerita yang dimaksudkan untuk menyampaikan suatu kebenaran rohani. The story doesn't have to be about real people or even real situations (such as a camel passing through the eye of a needle). Cerita tidak harus tentang orang nyata atau bahkan situasi nyata (seperti seekor unta melewati lubang jarum). But to achieve its teaching goal, a parable must be striking and memorable, so that as the story is retold and remembered, the spiritual truth is reinforced again and again. Karena itu kisah ini tentu saja tidak dapat diartikan secara harafiah[4]. Dalam rangkah mencapai tujuan pengajaran, maka suatu perumpamaan harus mencolok dan mudah diingat, sehingga saat cerita ini diceritakan kembali, orang bisa teringat dan memetik makna terdalam dari apa yang diceritakan. The hearers must be able to imagine the situation. Boleh dikatakan bahwa dalam perumpamaan atau cerita tertentu, para pendengar harus mampu membayangkan situasi. Kata perumpamaan  di dalam Perjanjian Baru memiliki konotasi yang luas, termasuk bentuk-bentuk parabel yang secara umum dibagi menjadi tiga kategori. Ketiganya adalah: true parables, story parables, dan illustrations.
True parables. Ilustrasi yang digunakan adalah kehidupan sehari-hari yang mencakup semua orang yang mendengar parabel tersebut. Setiap orang mengetahui kebenaran yang ada di dalamnya; tidak ada dasar untuk keberatan dan kritikan. Semua mengetahui benih tumbuh dengan sendirinya (Markus 4:26-29); ragi yang bekerja dalam tepung terigu (Matius 13:33); anak-anak yang bermain di pasar (Matius 11:16-19, Lukas 7:31, 32); seekor domba yang terpisah dari kawanannya (Matius 18:12-14); dan seorang wanita yang kehilangan sebuah koin uang di rumahnya (Lukas 15:8-10). Kisah-kisah ini dan banyak yang lain dimulai dari kebenaran dasar yang menggambarkan baik alam ataupun kehidupan manusia. Semuanya biasanya berhubungan dengan masa sekarang.
Story parables. Berbeda dari True parables, story parable tidak bergantung pada kebenaran umum atau kebiasaan yang diterima secara umum. True parable diceritakan dalam masa sekarang sebagai fakta; story parable, sebaliknya, merujuk pada kejadian khusus yang terjadi pada masa yang lampau–biasanya merupakan pengalaman dari seseorang. Merupakan pengalaman seorang petani yang menabur benih gandum kemudian mengetahui bahwa musuhnya telah menabur benih ilalang pada tanah yang sama. (Matius13:24-30). Adalah pengalaman seorang kaya yang managernya telah membuang-buang harta miliknya (Lukas 16:1-9). Adalah pengalaman seorang hakim, yang karena permohonan janda yang tidak jemu-jemunya, memberikan keadilan (Lukas18:1-8). Nilai sejarah dari kisah ini tidak dapat diketahui, karena bukan fakta namun kebenaran yang digambarkan bermakna.
Illustrations. Kisah-kisah ilustrasi muncul dalam Injil Lukas biasanya dikategorikan sebagai kisah-kisah contoh. Contohnya adalah orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:30-37); orang kaya yang bodoh (Lukas 12:16-21); orang kaya dan Lazarus (Lukas 16:19-31); Orang Farisi dan pemungut cukai (Lukas 18:9-14). Ilustrasi ini berbeda dengan story parable dalam desain. Kalau story parable merupakan analogi, ilustrasi menonjolkan contoh-contoh yang harus diikuti atau dihindari. Fokus utama dari ilustrasi langsung pada karakter atau tingkah laku dari seorang individu; story parable pun bertujuan sama hanya tidak bersifat langsung[5].
Jika disimak dengan baik, kisah tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin sebetulnya berbeda dari sifat perumpamaan.[6] Ini karena suatu perumpamaan biasanya adalah cerita dari kehidupan sehari-hari yang pokoknya dapat dipindahkan menjadi nasihat di bidang kerohanian. Tetapi cerita ini adalah langsung mengenai bidang kerohanian dan seolah-olah merupakan suatu lukisan, di mana digambarkan suatu kejadian di bidang kerohanian itu untuk menjadi peringatan. Berdasarkan bagian pertama dari cerita ini (ayat 19-25), maksud dari cerita itu dapat dihubungkan dengan ayat 9 dan 15, bahwa orang kaya itu adalah contoh seseorang yang tidak mempergunakan kekayaannya dengan cara yang baik dan ternyata bahwa pikiran Allah tentang dia tidak sesuai dengan penghormatan yang diberikan orang kepadanya di dunia ini. Di samping itu dalam bagian kedua dari cerita ini (ayat 26-31) tekanan sudah agak bergeser, sehingga yang terutama ditekankan di sana ialah peringatan untuk hukuman yang akan datang.
            Dengan demikian dapat dikatakan bahwa cerita tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin merupakan perumpamaan dalam bentuk ilustrasi. Di sini para tokoh ditampilkan dengan contoh-contoh yang harus diikuti.

C. Konteks
1. Konteks Umum
            Konteks umum dimaksudkan agar arti suatu teks atau suatu kisah makin diperjelas dan terang, yaitu dengan melihatnya pada konteks umum seluruh buku. Itu berarti bahwa suatu teks perlu ditempatkan dalam karangan secara menyeluruh[7]. Berkaitan dengan hal ini, maka bagus kalau pertama-tama ditampilkan lebih dulu apa sebenarnya isi dari Injil Lukas dengan bagian-bagiannya.
Injil Lukas disusun menjadi delapan bagian utama yang menggambarkan kehidupan, pelayanan dan mujizat Yesus Kristus. This Gospel is filled with details about history and surrounding events of the times. Injil ini penuh dengan detail tentang sejarah dan peristiwa. It is careful to include details about the political culture and the families surrounding Jesus during His earthly life. Bagian pertama dimulai dengan pendahuluan yang menjelaskan tujuan Injil ini dari penulis. The second section, beginning in the fifth verse of Chapter One, describes the events surrounding the coming of Jesus Christ and John the Baptist. Bagian kedua, dimulai pada ayat kelima dari Bab Satu, menggambarkan kejadian-kejadian sekitar kedatangan Yesus Kristus dan Yohanes Pembaptis. This section describes the birth of Jesus and some events of His childhood. Bagian ini menjelaskan tentang kelahiran Yesus dan beberapa peristiwa masa kanak-kanak-Nya. The first quote of Jesus in the Gospel of Luke appears in the second chapter, verse 49. Kutipan pertama dari Yesus dalam Injil Lukas muncul dalam bab kedua, ayat 49. The third section details the events leading to the public ministry of Jesus, including His baptism (Lk 3:21, 22) and His temptation (Lk 4:1-13). Rincian Bagian ketiga peristiwa-peristiwa yang mengarah ke pelayanan publik Yesus, termasuk baptisan-Nya (Luk 3:21, 22) dan pencobaan-Nya (Luk 4:1-13). The next four chapters comprise the fourth section of Luke's Gospel, including the beginning of Christ's ministry, choosing His 12 Apostles (Lk 6:12-16), and performing miracles (Lk 4:35, 4:39, 5:13). Empat bab berikutnya terdiri dari bagian keempat dari Injil Lukas, termasuk awal pelayanan Kristus, memilih 12 Rasul-Nya (Luk 6:12-16), dan melakukan mukjizat (Luk 4:35, 4:39, 5:13). Throughout these chapters, Jesus displayed many powers that validated His authority given to Him by God, including the authority to forgive sins (Lk 5:20, 7:48), the authority to know our thoughts (Lk 5:22), the authority to heal people (Lk 6:8), the authority to bring peace to people (Lk 7:50), and the authority over nature by calming a storm (Lk 8:24). Dalam bab-bab ini, Yesus ditampilkan dengan banyak otoritas yang diberikan kepada-Nya oleh Allah, termasuk wewenang untuk mengampuni dosa (Luk 5:20, 7:48), kewenangan untuk mengetahui pikiran orang (Luk 5:22), otoritas untuk menyembuhkan orang (Luk 6:8), wewenang untuk membawa perdamaian kepada orang-orang (Luk 7:50), dan berkuasa atas alam dengan menenangkan badai (Luk 8:24). This section also describes many lessons and teachings of Jesus that are principles for living according to God's way of life. Bagian ini juga menjelaskan banyak pelajaran dan ajaran Yesus yang prinsip untuk hidup menurut cara Tuhan hidup.
The fifth section of Luke's Gospel begins with Chapter 9, verse 10, where Jesus performs the miracle of feeding five thousand people with five loafs of bread and two fish (Lk 9:10-17Bagian kelima dari Injil Lukas dimulai pada 9:10 dimana Yesus melakukan mujizat memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan (Luk 9:10-17). The Apostle Peter confesses that Jesus is the Christ (also known as the Messiah) (Lk 9:20). Rasul Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Kristus (juga dikenal sebagai Mesias) (Luk 9:20). In verses 9:28-34, the transfiguration is described in detail. Dalam ayat 9:28-34, transfigurasi dijelaskan secara rinci. The beginning of the sixth section outlines the ministry of Jesus in Judea starting in Chapter 9, verse 51. Awal bagian keenam menguraikan pelayanan Yesus di Yudea (9:51). Jesus gives His followers instructions on how to help others through discipleship (Lk 10:1-17); Jesus teaches us how to pray effectively to God (Lk 11:2-4); Jesus warns people how not to act, including being hypocritical and judgmental (Lk 11:37-52); Jesus tells His followers not to worry about common concerns in life, but to trust God (Lk 12:22-34); and Jesus gives people a stern warning that we must repent (change from sinful ways) or perish (Lk 13:1-5). Yesus memberi pengikut-Nya petunjuk tentang cara untuk membantu orang lain melalui pemuridan (10:1-17); Yesus mengajarkan kita bagaimana berdoa secara efektif kepada Allah (Luk 11:2-4), Yesus memperingatkan orang-orang bagaimana untuk tidak bertindak, termasuk yang munafik dan menghakimi (Luk 11:37-52); Yesus memberitahu para pengikut-Nya tidak perlu khawatir tentang masalah-masalah bersama dalam hidup, tapi untuk percaya kepada Allah (Luk 12:22-34), dan Yesus memberi peringatan keras bahwa harus ada pertobatan (perubahan dari cara-cara berdosa) atau binasa (Luk 13:1-5). The seventh section of the Gospel of Luke runs from Chapter 13:22 through Chapter 19:22 and describes many teachings and miracles of Jesus. Bagian ketujuh dari Injil Lukas berlangsung dari 13:22 sampai 19:22 yang menjelaskan banyak ajaran dan mukjizat Yesus. Jesus almost exclusively uses parables to give lessons about living. Yesus hampir secara eksklusif menggunakan perumpamaan untuk memberikan pelajaran tentang hidup. The eighth and last section of this Gospel describes the important details about the trial, crucifixion and resurrection of Jesus Christ. Kedelapan dan bagian terakhir dari Injil ini menjelaskan rincian penting tentang sidang, penyaliban dan kebangkitan Yesus Kristus. Jesus again shows His authority by knowing everything around Him (Lk 19:30). Yesus menunjukkan lagi otoritas-Nya dengan mengetahui segala sesuatu di sekitar-Nya (Luk 19:30). Jesus gives many final instructions about how to live (Lk 21:19,34) and how to rely on God (Lk 22:40, 46). Yesus memberikan instruksi terakhir tentang cara hidup (Luk 21:19,34) dan bagaimana menggantungkan diri pada Allah (Luk 22:40, 46). He again confirms His authority as the Son of God (Lk 22:70). Dia kembali menegaskan otoritas-Nya sebagai Anak Allah (Luk 22:70). Finally, Chapter 24 details the resurrection of Jesus and His ascension to heaven. Akhirnya, Bab 24 menuraikan rincian kebangkitan Yesus dan kenaikan-Nya ke surga.
Komposisi Injil ini dapat dilihat lebih terang lagi dalam komposisi yang terurai berikut:
Beberapa catatan penting dalam Injil Lukas
Kelahiran Yohanes Pembaptis ( 1:5-25;57-80 )
Kelahiran dan masa kecil Tuhan Yesus ( 1:26-56 ; 2:1-52 )
Silsilah Yesus ( 3:23-38 )
Pengajaran di Nazareth ( 4:16-30 )
Panggilan khusus pada Petrus ( 5: 8-10 )
Enam Mujizat ( 5:1-11; 7:11-17; 13:10-17; 14:1-6; 17:11-19; 22:49-51 )
Kesembilan belas perumpamaan
Pertemuan dengan Zakheus ( 19:1-10 )
Penghinaan Herodes kepada Yesus ( 23:8-12 )
Penampakan Yesus di Emaus ( 24:13-35 )
Hal hal di atas merupakan isi dari kitab Lukas yang juga ada di kitab Matius dan Markus. Lukas menceritakan persiapan kelahiran Yesus dari sudut pandangan Maria. Silsilah-Nya diceritakan mulai dari Adam dengan penekanan lebih pada kemanusiaan garis keturunan-Nya daripada garis kebangsawanan-Nya.
Lukas menekankan adanya hubungan Tuhan Yesus dengan nubuat-nubuat di kitab suci. Ia menetapkan “Tahun Rahmat Tuhan” sebagai tujuan akhir pelayananNya.
Beberapa ayat yang hanya ada didalam Lukas antara lain :
Perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati ( 10:28-37 )
Orang kaya yang bodoh ( 12:13-21 )
Pohon Ara yang tidak berbuah (13:6-9)
Tempat duduk dalam pesta perkawinan ( 14:15-24 )
Dirham yang hilang ( 15:8-10 )
Anak yang terhilang ( 15:11-32 )
Bendahara yang tidak jujur ( 16:1-13 )
Orang kaya dan Lazarus ( 16:19-31 )
Perumpamaan tentang hakim yang tak benar (18:1-8)
Orang Farisi dan Pemungut Cukai ( 18: 9-14 )
Laporan Lukas dalam kisah sengsara Tuhan Yesus :
Laporan perjamuan malam terakhir ( 22:19-23 )
Penghiburan Yesus pada Simon Petrus ( 22:31-32)
Peristiwa peluh yang menyerupai darah ( 22:43-44)
Peristiwa dirumah Kayafas ( 22:63-71 )
Kehadiran Yesus dihadapan Herodes ( 23:4-16 )
Sapaan Yesus kepada Putri – putri Yerusalem ( 23:27-31 )
Penyesalan penjahat ( 23:39-43 )
Di dalam cerita kebangkitan, Lukas menyimpulkannya dalam penampakan Yesus pada dua orang yang sedang berjalan ke Emaus. Kata penutup dalam Injil ini menghubungkan kenyataan sejarah dengan kebenaran tentang Kristus serta menunjukkan bahwa dalam Kristus berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan.
Hal lain yang diistimewakan Lukas ialah:
Perhatian kepada orang yang menderita, yang miskin, yang “hilang”, yang berdosa. Misalnya hanya Lukas yang menceritakan perumpamaan tentang dirham dan anak yang hilang (15:8-32).
Hanya Lukas yang membuka bagi kita belas kasihan Yesus terhadap penjahat yang bertobat di atas kayu salib (23-40-43). Matius melewati peristiwa ini (Mat 27:38,44), malah kita mendapat kesan, seolah-olah keduanya hanya memaki Yesus.
Selain hal-hal di atas, ada dua hal khusus yang perlu dikemukakan dalam Injil Lukas yaitu tekanan yang diletakkannya pada Roh dan Doa yang dapat dijelaskan sbb :
Kehidupan Yesus dihidupkan oleh Roh, dikandung oleh Roh (1:35), dibaptis oleh Roh, ( 3:22 ), diuji oleh Roh ( 4:1 ), diurapi oleh Roh untuk menjalankan pelayananNya (4:14,18), dihibur oleh Roh ( 10:21 ).
Murid-muridNya pun akan dipimpin oleh Roh Kudus(11:13).
Tokoh-tokoh penting yang juga dipenuhi oleh Roh: Yohanes Pembaptis (1:15), Maria (1:35), Elisabeth (1:41), Zakharia (1:67), Simeon (2:25-26).
Sesuai dengan ini sering dikatakan bahwa Yesus berdoa (Yoh 4:23) misalnya waktu Ia dibaptis (3:21), sebelum Ia memanggil kedua belas rasul (6:12).
Ia mendoakan murid-muridNya (22:32)
Yesus menutup akhir hidupNya dengan seruan Doa (23:46)
Pada murid-murid Yesus timbul hasrat doa setelah melihat teladan Yesus (11:1dst) dan Yesus mengajak mereka untuk berdoa (18:1;22:40,46). Selain hal tersebut Injil Lukas juga menceritakan tentang perhatian khusus Yesus bagi bangsa-bangsa lain, bukan orang Samaria yang sangat dibenci oleh orang Yahudi lebih daripada mereka membenci orang Roma (4:16-30). Di seluruh kitab Injil Lukas, Yesus ditampilkan secara khas sebagai sahabat orang-orang yang dianggap rendah oleh masyarakat (9:51-56:10:25-37;17:11-19). Rasanya tidak ada kitab lain dalam seluruh Perjanjian Baru yang menggambarkan Yesus dengan begitu hidup sebagai sahabat dan juruselamat manusia. Dan memang itulah tujuan Lukas[8].
Dalam Injil ini, Lukas juga memberikan perhatian khusus kepada golongan perempuan dan anak-anak. Ini nampak pada:
Kata “ Perempuan “ dapat kita temukan dalam Injil Lukas sebanyak 43 kali, berbeda dengan injil lain, dalam gabungan Matius dan Markus hanya ditemukan sebanyak 49 kali. Watak ibu Yesus dibahas lebih lengkap, daripada di dalam Injil Matius.
Tokoh anak-anak. Dalam Injil Lukas menulis tentang kelahiran serta masa anak-anak Yesus dan Yohanes untuk membahas cerita ini, Lukas mengkhususkan 3 pasal bagi mereka. Tiga kali Juga Lukas mencatat bahwa Yesus melakukan mujizat bagi seorang anak tunggal, antara lain :
Yesus membangkitkan anak muda di Naim ( 7:12 )
Yesus membangkitkan anak Yairus ( 8:42 )
Yesus mengusir roh dari seorang anak yang sakit ( 9:38 )
Menurut Willy Marxsen seorang teolog dari Jerman struktur injil Lukas amatlah menonjol. Setelah prakata (1 : 1-4), kisah pengantar ( 1 : 5 – 2 : 52 ) dan persiapan untuk pekerjaan Yesus ( 3 : 1 – 4 : 14 ) muncul tiga bagian besar lainnya:[9]
Pekerjaan Yesus di Galilea ( 4 : 14 – 9 : 50 )
Pekerjaan Yesus ke Yerusalem ( 9 : 51 – 19 : 28 )
Yesus di Yerusalem ( 19 : 29 – 23 : 49 )
Dan di bagian penutupannya mengandung kisah tentang penguburan dan kisah-kisah yang berkaitan dengan paskah dan kenaikan ( 23 : 50 – 24 : 53 ). Lukas juga menambahkan suatu kelanjutan kisahnya yang dapat dilihat dalam kisah para rasul ( ayat.1 dan seterusnya ) yang menimbulkan perbedaannya dengan injil Matius dan Markus yang tidak ada kelanjutannya. Hal ini menerangkan bahwa injil Lukas dimaksudkan untuk dipahami sebagai bagian dari kisah sejarah yang dapat dipercayai.
Dengan melihat struktur dan isi keseluruhan Injil Lukas di atas, dapat ditegaskan bahwa perumpamaan tentang orang kaya dan lazarus yang miskin adalah khas Lukas. Cerita tersebut hanya ada dalam Lukas. Ini masuk dalam bagian ketuju dalam pembagian Injil Lukas, yaitu mengenai perumpamaan-perumpamaan. Sementara dalam kaitan dengan aspek topologis[10], teks tersebut masuk dalam Minggu terakhir Yesus di Yerusalem.

2. Konteks Khusus
            Konteks khusus dimaksudkan agar batas-batas teks yang akan ditafsirkan betul-betul tepat. Ini dibuat dengan memperhatikan secara teliti teks yang mendahului dan teks yang mengikuti. Teks Luk 16: 19-31 mengenai orang kaya dan Lazarus yang miskin dihadirkan pada bagian perumpamaan. Teks yang mendahului adalah 16:10-18 mengenai kesetiaan dalam perkara kecil serta beberapa nasihat. Setelah berbicara dengan murid-muriod-Nya tentang sikap yang tepat terhadap kekayaan (16:1-13), Yesus dicemoohkan oleh orang-orang Farisi yang ternyata sangat mencintai uang. Yesusu memperingatkan mereka bahwa Allah tidak dapat ditipu dan bahwa tidak ada gunanya mereka membenarkan diri di hadapan orang (16:15). Lalu Yesus berbicara tentang nilai Hukum Yahudi (16:16). Kata-kata Yesus itu berhubungan erat dengan bagian akhir (16:29, 31), perumpamaan tentang orang kaya dan miskin yang tersaji dalam teks ini. Teks ini kemudian disusul oleh 17:1-6 tentang beberapa nasihat Yesus kepada para murid-Nya. Satu hal yang jelas itulah bahwa penceritaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin diungkapkan pada kagian ketuju dalam pembagian Injil Lukas, yaitu cerita tentang perumpamaan-perumpamaan Yesus, yaitu dalam perjalanan Yesus dari Galilea ke Yudea.
D. Struktur Teks
Struktur perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin dibagi menjadi dua bagian. Teks ini didasarkan pada dua pengaturan ruang yang berupa pengaturan kehidupan (16:19-22) and an afterlife setting (16:23-31)(16:19-22) dan pengaturan akhirat (16:23-31). The rhetorical devices echo the structural organization and Pada bagian pertama terungkap suatu narasiincludes a narration in the first part and a dialogue in the second part. dan bagian kedua terdapat dialog. The use of Abraham's dDialog dengan Abraham di  bagian kedua dari perumpamaan adalah perangkat retoris yang menunjukkan cara Allah berdialog lewat utusan-Nya.the second part of the parable is a powerful rhetoric device by which God's evaluative point of view is Teks ini juga menunjukkan  referensi kepada Musa dan para nabi yaitu acuan Kitab Suci Ibrani yang 9count as Word of God, hence the reader is expected to accept that God's point of view is true and right and dihitung sebagai Firman Allah, sehingga pembaca diharapkan menerima bahwa sudut pandang Allah adalah benar dan furthermore God's point of view can be expressed via prophets and Scripture. lebih lanjut sudut pandang Allah dapat dinyatakan melalui para nabi dan Kitab Suci
Perumpamaan dimulai dengan sebuah narasi. .The pattern of introduction of the rich man and Lazarus in tPola pengenalan orang kaya dan Lazarus difirst part of the parable (16:19-21) (“Scene 1”) contains a parallel arrangement bagian pertama perumpamaan (16:19-21) berisi susunan paraleland sets up contrasting dan menghadirkan kontras pictures of the rich man and Lazarugambaran orang kaya dan Lazarus. Cerita ini dibagi dalam dua bagian[11]:
A A.a rich man was rich 16:19 Orang kaya 16:19
B Ba beggar by the name of Lazarus 16. Seorang pengemis bernama Lazarus 16:20
A A. he put on purple and fine linen 16:1Ia mengenakan kain ungu dan kain halus 16:19
B B. he was covered in sores 16:Dia tertutup luka 16:20
A                        A. he feasted sumptuously 16:19 Ia berpesta mewah 16:19
BB. he desired to eat 16:2 Dia ingin makan 16:21
Line A refers to the rich man and Line B refers to the poor man. Jalur A mengacu pada orang kaya dan Jalur B merujuk kepada orang miskin.
In the second part of the parable (16:24-31) (“Scene 2”), the narration pattern changes to a dialogue Pada bagian kedua dari perumpamaan (16:24-31) terdapat perubahan pola narasi ke dialog between the rich man and Abraham as the settings changes from life to afterlife. antara orang kaya dan Abraham sebagai pengaturan perubahan dari kehidupan akhirat. Sandwiched between the Terjepit di antara
two scenes and prior to the start of the dialogue are 16:22 which relates to the death of the two mendua adegan dan sebelum memulai dialog adalah 16:22 yang berkaitan dengan kematian dua orang. Ini diikuti dengan aturan kehidupan akhirat yang mulai diperkenalkan dalam 16:23 secara ringkas dengan frase: “Di neraka”. The dialogue in Scene 2 is constructed of parallels and echoes the parallelism Scene 1Dialog pada adegan ke dua terdapat paralel dan menunjukkan paralelisme bagian pertama:
AA. he called to him, 'Father AbrahamDia memanggilnya, "Bapa Abraham, kasihanilah aku.
BB.Abraham replied, 'Son' Abraham menjawab, 'Anak', ingatlah,
AA he answered, 'Then I beg you, fatheDia menjawab, "Aku minta kepadamu, bapa.
B Abraham replied, 'They have Moses and the ProphetAbraham menjawab, 'Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi’
AA he said, 'No, father Abrahamdia berkata, "Tidak, bapa Abraham
BB Abraham said to him, 'If they do not listeAbraham berkata kepadanya, "Jika mereka tidak mendengarkan '
Line A belongs to the rich man, Line B belongs to Abraham.            Jalur A menunjuk pada orang kaya, sementara jalur B menunjuk pada Abraham.  It is observed that there is a further chiastic patternHal ini menunjukkan bahwa ada pola chiastic[12] lebih lanjut. In 16:19-22, the conditions of the rich man and Dalam 16:19-22, kondisi orang kaya dan Lazarus in life and at death are repeated in reverse orderLazarus dalam hidup dan mati terulang dalam urutan terbalik:
AA. Orangrich man dressed in purple and fine linen, feasted sumptuously kaya berpakaian jubah ungu dan kain halus serta bersukacita dalam kemewahan
B            B poor man thrown at gate, covered in sores and longing to be fed orang miskin dibuang di pintu gerbang, penuh dengan borok dan kerinduan untuk diberi makan
B'            B ' poor man died and carried by angels orang miskin meninggal dan dibawa oleh malaikat
A' A ' Orang rich man died and buriekaya meninggal dan dikuburkan
Similarly in 16:25 the rich man and Lazarus conditions in afterlife are repeated in reverse order and            Demikian pula pada 16:25 ketika orang kaya dan Lazarus ada di akhirat, ada penggambaran situasi dalam urutan terbalik dan parallels the life patternsejajar dengan pola hidup:
A A rich man received good things in lifetimorang kaya menerima hal-hal baik dalam hidup
B            BLazarus received bad things in lifetime Lazarus menerima hal-hal buruk dalam hidup
B'            B ' Lazarus comforted Lazarus terhibur
A' A ' rich man in agony Orang kaya kesakitan
These two sets of overlapping chiasms bring two separate worlds together ie life and afterlife. Adanya kiasmus di atas menjelaskan dua dunia yang terpisah yaitu hidup di dunia dan akhirat. The hal tersebut menunjukkan pola hubunganinterlocking pattern ties in with the theme of reversal of the parable dengan pembalikan perumpamaan.
            Secara ringkas teks ini dapat dibagi atas dua bagian,[13] yaitu:
·           Perubahan nasib orang kaya dan orang miskin sesudah kematian (16:19-26)
·           Permohonan orang kaya demi bertobatnya saudara-saudaranya

E. Analisis Komprehensif Terhadap Teks
            Teks Luk. 16:19-31 merupakan satu teks yang utuh. Teks ini berbicara tentang Lazarus dan orang kaya. Beberapa hal bisa diungkap dalam kaitan dengan perumpamaan ini:
1. Karakter
            Perumpamaan terbuka dengan narator berbicara langsung kepada pembaca dan penulis. Cerita ini menyajikan pandangan tersirat tentangview of the rich man and Lazarus. orang kaya dan Lazarus. Ada beberapa karakter yang ditampilkan:
The rich man . Orang kaya. The reader is blatantly told about that the man is rich, and his richness is further Jelas disebutkan tentang orang kaya dan kekayaannya. Hal tersebut lebih lanjut ddefined by his attire of purple and fine linen and his daily lifestyle of feasting sumptuously.itandakan oleh pakaiannya dari jubah ungu dan kain halus serta kemewahan.  
Lazarus . Lazarus. Set in contrast with the rich man is a beggar whose name is Lazarus.Kontras dengan orang kaya adalah Lazarus dengan kemiskinannya. Secara khusus, ini adalah only character in Jesus' parables that has a namekarakter dalam 'perumpamaan Yesus yang memiliki nama. The question which then follows is why the name Pertanyaan yang kemudian adalah mengapa ada nama LazarusLazarus? Many reasons have been given for the name. Banyak alasan yang diberikan untuk nama. One way of looking at it is the literal meaning of Salah satu cara untuk melihat hal itu adalah menelusuri arti harfiahnya. 'Lazarus' yang berasal dari nama Ibrani Eleazar berarti " Allah yang membantu". Nama ini mengartikan kedudukan kontras dengan orang kaya yang memiliki banyak harta. Nama ini juga menjadi panggilan dari orang kaya kepada Lazarus. Interestingly, Richard BauckhamThe better explanation appears to be that it goes to show that the rich man not only recognizesPenjelasan yang lebih baik tampaknya menunjukkan bahwa orang kaya tidak hanya mengakui Lazarus but also knows him by name.Lazarus tapi juga tahu namanya. Lazarus is described as 'poor' twice (vv.20, 21).Lazarus dua kali digambarkan sebagai orang 'miskin' (20, 21). It appears that the 'term' poor may have many Tampaknya 'istilah' miskin dapat memiliki banyak meanings in the Lukan world which was an honor-or shame-based peasant societies and may have makna di dunia Lukas yang merupakan-kehormatan atau berbasis masyarakat petani-malu dan mungkin memiliki wider interpretation than pure economic conditiointerpretasi yang lebih luas dari kondisi ekonomi murni. However, Leptipuu's understanding of the term 'poor' In this parable, 'poor' isDalam perumpamaan ini, 'miskin' dapat understood as someone who is helpless and in need of help from others or from God.dipahami juga sebagai seseorang yang tidak berdaya dan membutuhkan bantuan dari orang lain atau dari Tuhan. Hence this is a Ini berbeda dengan orang kaya yang memiliki kelebihan dan tidak memerlukan bantuan dari orang lain.
Dogs. The dogs here are not the domesticated pets but rather the scavengers and wild dogs viewed Anjing. Anjing-anjing di sini bukan hewan peliharaan yang dijinakkan melainkan pemulung dan anjing liar seperti yang dilihat by the Palestinian Jews as if they were rats or unhealthy creaturesoleh orang Yahudi Palestina. Anjing itu serupa dengan tikus atau makhluk lain yang tidak sehat. They were unclean and would have Hence, the dogs contribute to the mood of the story in intensifying LazarusOleh karena itu anjing berkontribusi terhadap suasana cerita dalam mengintensifkan Lazarus extreme deprivationsimpati pembaca. AdaAAAHowever, the role of the dogs may beAda juga yang melihat anjing sebagai  'teman Lazarus.
Abraham. Abraham ditampilkan sebagai tokoh penting dengan kedalaman pribadinya. Dia ditampilkan sebagai tokoh dialogis yang membawa wibawa ilahi. Allah bekerja dalam dirinya. Hal tersebut terungkap dari tanggapannya terhadap orang kaya yang memberikan sapaan dan pertanyaan terhadap dirinya. Ia membawa otoritas Allah dalam menyampaikan maksud Allah kepada manusia.

2. Latar Tempat
            Petunjuk tempat dalam cerita tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin terungkap pada keberadaan dua pribadi tersebut. Mereka ada di dunia dengan realitas kemiskinan dan kekayaan. Ada singgungan tentang pengemis yang yang berbaring dekat pintu rumah orang kaya. Itu berarti bahwa penceritaan ini dan kisahnya berangkat dari konteks duniawi. Tidak dijelaskan tentang pintu gerbang yang ada di rumah orang kaya tersebut, akan tetapi dengan menampilkan realitas duniawi, Lukas mau menekankan bahwa yang terjadi dalam dunia akan menentukan kehidupan orang di dunia akhirat. Dengan demikian petunjuk tempat dalam kisah ini adalah dunia nyata di mana orang hidup dan membangun hidup sosialnya dengan sesama, sementara petunjuk tempat lainnya adalah dunia akhirat di mana hal tersebut ditandai oleh ungkapan “pangkuan Abraham” dan “alam maut”. petunjuk tempat tersebut sebetulnya juga menjadi latar waktu yang ada, yaitu waktu sebelum dan sesudah orang mati.

3. Latar Sosial
            Sebutan kekayaan dan kemewahan sebenarnya menjadi petunjuk bahwa ada orang kaya dengan kesombongannya. Orang dalam lingkup hidup mewa dipandang memiliki prestise dan status sosial yang tinggi. Masyarakat umum mengenal mereka karena berbagai kehormatan materil yang ditunjukkan. Sementara itu terdapat pula masyarakat marginal yang diwakili oleh Lazarus. Ia ditampilakan sebagai masyarakat rendah dan pantas dikasihani. Hampir-hampir ia tak terhitung sebagai bagian dari masyarakat karena posisi sosialnya yang sangat rendah. Ia bahkan hanya menjadi pengemis. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan sosial yang sangat signifikan dalam cerita dan penegasan yang melatarbelakangi penampilan Yesus dan ajaran-ajaran-Nya.
4. Analisa Filologis
Profil Orang Kaya (16:19-20)
First, Jesus paints a quick portrait of the rich man, a very, very rich man.Situasi orang kaya dijelaskan dengan menyatakan busana yang dikenakkan dan situasi kemewahan yang mewarnai kehidupan si kaya tersebut. Potret penceritaannya adalah kekayaan dan kelimpahannya. Jubah unguh dan kain halus sangat mahal dan mewa. A purple wool mantle was costly. Jubah ungu bukan saja tanda kekayaan, tetapi terutama pakaian gengsi[14], sebab itu busana raja (Lih. 1 Mak 8:14). Ia "hidup dalam kemewahan". Dua istilah yang berkaitan dengan kemewahan dan kekayaan adalah kata kerja Yunani euphraino, "dengan senang hati, menikmati diri sendiri, bersukacita, merayakan," dan lampros adverbia, "megah, mewah”[15]. Yesus menceritakan kisah yang hidup tentang orang kaya dan orang miskin. Orang kaya itu berpakaian ungu seperti pakaian yang dikenakan raja-raja. Pakaian dalamnya terbuat dari lenan Mesir. Hari demi hari orang kaya itu menghabiskan waktunya untuk berpesta pora, karena dia tidak harus bekerja. Dia menghabiskan hidupnya dengan berpesta. Meskipun orang ini kaya, tetapi tidak diketahui namanya. Yang diketahui adalah bahwa dia mempunyai lima orang saudara yang keadaannya seperti dirinya juga yaitu menunjukkan kebiasaan acuh tak acuh terhadap Firman Allah yang dinyatakan. Tuhan Yesus menujukan figur orang kaya tersebut kepada orang-orang Farisi agar mereka melihat diri mereka sendiri, untuk menyadarkan kondisi mereka yang 'terhilang'.  Ada berbagai versi cerita dimana orang kaya ini diberi nama, agar sesuai dengan Lazarus yang mempunyai nama. Tradisi yang terkenal memberinya nama "Dives" (berarti "kaya", terjemahan dari plousios bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin dalam Vulgata).
Profile of the Poor Man (16:20-21) Profil Orang Miskin (16:20-21)
Orang kedua yang diperkenalkan di dalam kisah ini hidup di ujung spektrum ekonomi yang lain. Dia hidup dalam kemiskinan yang hina papa. Lagipula dia tidak dapat berjalan. Teman-temannya harus membawanya dan menopangnya ke dekat pintu gerbang rumah orang kaya yang besar itu. Karena tidak ada pengobatan medis dan kesehatan pribadi, dia menderita sakit kulit dan dipenuhi dengan borok. Tubuhnya merana, kelaparan adalah teman akrabnya, dan pandangan matanya yang penuh harap tertuju kepada remah-remah makanan yang telah disapu dari lantai ruang makan dan diberikan kepada anjing-anjing dan para pengemis di luar. Orang yang rusak tubuhnya ini tidak mempunyai teman kecuali anjing-anjing yang datang menjilati boroknya. Meskipun dia menjalani kehidupan sebagai seorang yang tidak berarti, dia memiliki sebuah nama. Dia dipanggil Lazarus. Jesus contrasts the rich man with a beggar, the poorest of the poor.Kontras dengan orang kaya di atas, inilah seorang pengemis, yang termiskin dari yang miskin. The beggar's name is Lazarus, the only character in any of Jesus' parables who is given a name. Lazarus adalah singkatan dari Eleazar, yang berarti "Tuhan yang menolong," Ini untuk menunjukkan kesalehan orang itu. He is lying at a suitable place for begging, next to the rich man's gate, probably placed there by friends. Ia berbaring di sebuah tempat yang memang cocok untuk meminta, yaitu di samping pintu gerbang orang kaya. Dia sakit! Ini dibuktikan oleh banyak luka pada tubuhnya. And he is hungry, longing to eat the scraps from the rich man's table, usually reserved for the dogs. Dia juga lapar sehingga ingin makan sisa-sisa dari meja orang kaya yang sebenarnya diperuntukkan untuk anjing. Ada istilah remah-remah. Para tamu di meja orang kaya itu menggunakan remah-remah roti untuk mengeringkan lemak di jari-jari mereka. Remah-remah ini tidak dapat dimasukkan ke dalam makanan dari daging atau makanan berkuah dan tidak untuk dimakan oleh para tamu. Sudah menjadi kebiasaan untuk membuang remah-remah tersebut ke bawah meja. Itulah yang menjadi makanan anjing, dan itu juga yang berusaha didapat oleh Lazarus untuk menghidupi dirinya[16]. The dogs that lick his sores are not petsAnjing-anjing yang menjilati boroknya bukan hewan peliharaan. In the First Century Middle East, dogs are considered unclean, wild street dogs that scavenge the garbage, and then nose around the poor man's sores. Pada abad pertama di Timur Tengah anjing dianggap najis, anjing suka mengais sampah, dan suka mencium luka orang miskin. It is not a picture of comfort but of abject misery. Ini bukan gambar kenyamanan tetapi penderitaan hina[17].
Abraham's Bosom (16:22) Pangkuan Abraham (16:22)
Jesus pictures angels carrying Lazarus to Abraham.            Kematian datang dan mengakhiri penderitaan Lazarus. Tubuhnya yang tinggal kulit dan tulang dengan cepat disingkirkan. Karena tidak ada orang yang menunjukkan atau menerima simpati, penguburannya pun tidak penting untuk disebutkan. Tetapi Lazarus tidak sendirian di dalam kematian. Malaikat-malaikat Allah datang mengambilnya dan membawanya ke tempat terhormat di surga. Dia didudukkan di sebelah Abraham di mana dia dapat menikmati pesta yang diadakan oleh Mesias. Malaikat membawa Lazarus kepada Abraham. NIV "side" and KJV "bosom" is Greek kolpos , "bosom, breast, chest." Ia dibawa ke pangkuan Abraham. Itu berarti bahwa ia diangkat ke tempat kehormatan dalam perjamuan surgawi.[18] Pangkuan berasal dari bahasa Yunani holpos, "dada." The ancient banqueting practice of recling at the table would have one's head on someone's breast. Istilah holpos dapat diartikan sebagai ungkapan timur untuk bersandar di sebuah pesta atau perjamuan makan (Yoh 13:23). Istilah ini juga menjelaskan persekutuan yang akrab[19] (Yoh 1:18). Ini sebenarnya untuk menempatkan Lazarus di tempat kehormatan di sebelah kanan Abraham pada perjamuan di akhirat. Tidaklah mungkin bila Lazarus benar-benar duduk dipangku oleh Abraham, karena Lazarus adalah seorang dewasa. Pangkuan Abraham merupakan suatu lambang pengibaratan (figuratif) tentang surga. Karena Pangkuan Abraham adalah bermakna figuratif bukan harafiah, maka cerita ini pun harus dilihat dalam makna figuratif dan bukan harafiah. Nampak jelas bahwa setelah kematian situasi Lazarus berubah. Ia hidup bahagia di tempat kehormatan bersama dengan Abraham. Ia yang waktu hidup di dunia sangat menderita sekarang mendapatkan kebahagiaan.
The Rich Man in Torment (16:23-24) Orang Kaya di alam maut (16:23-24)
The rich man, too, experiences a reversal.            Seperti Lazarus, Orang kaya[20] juga mengalami pembalikkan situasi. Ia yang pada waktu hidup senantiasa bersukaria dalam kemewahan[21] kini dikuburkan[22] dan ada He is in "hdalam alam maut.The Greek word used here is Hades , the place of the dead, and in Jewish thought, the intermediate place of the dead prior to the final judgment.[7] Though Greek gehenna is usually used to refer to the place of final punishment, in Jewish literature torment can be a feature of the intermediate state as well as of the final state of the wicked.[8] Kata Yunani yang digunakan di sini adalah Hades, tempat orang mati[23], dan dalam pemikiran Yahudi, tempat antara orang mati sebelum penghakiman terakhir. Ini disebut sebagai tempat terakhir orang fasik. Untuk menggambarkan orang-orang yang berada di surga dan neraka, Yesus menggunakan gambaran tubuh manusia dan fungsi-fungsinya, meskipun tubuh Lazarus dan orang kaya itu telah dikuburkan di bumi. Orang kaya tersebut kini ada dalam siksaan. Siksaan dalam bahasa Yunani disebut He is in torment, Greek basanos , "severe pain occasioned by punitive torture, 'torture, tormenbasanos "sakit parah yang disebabkan oleh penyiksaan hukuman," penyiksaan, siksaan.  "[9] He is parched with thirst, his tongue is hot and dry, and he is sufferDia kering dengan rasa haus, lidahnya panas dan kering, dan dia sangat menderita. Haus dan rasa sakit merupakan hukuman bagi mereka yang mati terpisah dari Allah.The Greek verb used here is odunao , "to undergo physical torment, 'suffer pain.' Kata kerja Yunani yang digunakan di sini adalah odunao, "untuk menjalani siksaan fisik," menderita sakit." "[10] The source of the suffering is fire.Sumber penderitaan adalah api[24]. The rich man asks Abraham to order Lazarus to relieve his suffering (16:24), and later to send a message to his brothers (16:27)Orang kaya[25] itu meminta Abraham[26] untuk memerintahkan Lazarus agar meringankan penderitaannya (16:24), dan kemudian untuk mengirim pesan kepada saudara-saudaranya (16:27). He still views Lazarus as a slave who can be ordered around at his whim. Dia dalam hal ini masih melihat Lazarus sebagai budak yang dapat disuru dan diperintah.

A Great Chasm (16:25-26) Jurang Besar (16:25-26) "But Abraham replied, 'Son, remember that in your lifetime you received your good things, while Lazarus received bad things, but now he is comforted here and you are in agony. And besides all this, between us and you a great chasm has been fixed, so that those who want to go from here to you cannot, nor can anyone cross over from there to
Abraham explains the situation and describes a great, impassable chasm (Greek chasma ) that prevents anyone from passing from either side to the otherAbraham menjelaskan situasi yang ada dan menyatakan bahwa ada jurang yang tak terseberangi (chasma Yunani) di mana orang di tempat yang satu tidak dapat berpindah ke tempat yang lain. Dengan kata lain tidak ada harapan untuk berpindah dari siksaan, dan bahwa Lazarus tidak bisa membantu dirinya. Penegasan di sini itulah bahwa nasib orang kaya dan orang miskin itu sudah definitif dan tidak akan diubah lagi. Jurang atau celah raksasa mengacu kepada dua keadaan yang tak terjembatani, yaitu hidup dalam berkat dan hidup dalam siksaan.

God's Word Is Sufficient Warning (16:27-31)Firman Allah Adalah Peringatan (16:27-31)
Jesus concludes the parable in a curious way.Yesus menyimpulkan perumpamaan dengan cara yang lain. The rich man wants Lazarus to warn his brothers of the dangers of hell. Orang kaya ingin Lazarus untuk memperingatkan saudara-saudaranya dari bahaya neraka. But Abraham says that if they won't heed the truth that they have -- Moses and the Prophets (ie, the Old Testament revelation), then they wouldn't believe even if someone rises from the dead. Tetapi Abraham berkata bahwa jika mereka tidak memperhatikan kebenaran yang ada, khususnya kesaksian Musa dan para nabi (yaitu, wahyu Perjanjian Lama), maka mereka tetap tidak akan percaya bahkan jika seseorang bangkit dari kematian. In the context, the rich man proposes that Lazarus rise from the dead to warn his brothers. Ungkapan “Musa dan para nabi” searti dengan Kitab Suci Perjanjian Lama, yaitu amanat Allah yang sudah diwahyukan kepada Israel. Amanat itu berperan sebagai petunjuk jalan menuju kehidupan kekal[27]. Dalam konteks ini, orang kaya mengusulkan agar Lazarus memperingatkan saudara-saudaranya. Permohonan agar Lazarus menampakkan dirinya kepada keluarga orang kaya pada dasarnya tidak berbeda dengan permohonan yang dilontarkan orang-orang Yahudi kepada Yesus agar Ia mau memberi suatu tanda ajaib (11:16, 19). Namun tanda ajaib apa pun tak mungkin menghasilkan sesuatu dalam diri orang yang hatinya tertutup terhadap amanat Allah[28]. But Luke's readers will immediately think of Jesus, and how even his manifest resurrection was not enough to sway the Pharisees from their hardened opposition to the truth that was clearly before themDi sini juga pembaca Lukas akan segera berpikir tentang Yesus, dan bagaimana kebangkitan-Nya bahkan tidak cukup untuk mempengaruhi orang-orang Farisi dari oposisi keras mereka terhadap kebenaran yang jelas-jelas di depan mereka. Jawaban Abraham sangat tegas. Ini serupa dengan jawaban Yesus kepada mereka yang menuntut tanda dari pada-Nya. Amanat yang dinyatakan dalam Kitab Suci lebih meyakinkan daripada kebangkitan seorang mati.

What's the Point? Pokok Penting
Ada beberapa hal yang sebenarnya hendak diungkap dalam perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin, yaitu:
a. Bahwa kehidupan manusia kinilah yang menentukan tujuan akhir mereka.
b. Tak ada pintu kasihan setelah kernatian.
c. Oleh pilihannya manusia sendiri menempatkan suatu senjang di antara dirinya dan Allah.
d. Perumpamaan itu menggambarkan suatu pertentangan di antara orang kaya yang tidak membuat Allah sebagai kepercayaari mereka dan orang miskin yang mempereayai Allah sepenuhnya.
e. Firman Tuhan yang tertulis selalu lebih penting dari mujizat. (Dibuktikan dengan mujizat Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah empat hari meninggal, mereka tetap menolak Yesus meskipun sudah melihat mujizat tersebut - Yoh 12: 9 - 11)
f. Tuhan membangkitkan seseorang untuk menyatakan kuasa Allah (Yohanes 11:4) dan agar orang percaya bahwa Yesus diutus oleh Allah (Yoh 11: 42). Dia tidak akan membangkitkan seseorang yang telah mati untuk tujuan  memperingatkan orang-orang lain yang masih hidup.
 The location of Heaven


F. Pesan Teologis
            Terdapat beberapa pesan teologis yang terungkap dalam penceritaan Lukas mengenai orang kaya dan Lazarus yang miskin:
1. Di sana dan Kemudian
Segala sesuatunya berubah pada saat kematian. Lazarus diberi tempat kehormatan yang tertinggi di sebelah bapa orang-orang beriman. Malaikat-malaikat membawa dia ke sisi Abraham di mana dia menikmati persekutuan dengan umat Allah. Orang kaya, yang dikelilingi oleh banyak teman selama di dunia, tidak lagi menyandang sebutan kaya di neraka. Lepas dari semua kekayaannya, dia sendirian.
Di sisi kubur yang lain, Lazarus tetap diam terhadap orang kaya itu, meskipun bisa dipahami kalau dia berbicara dengan Abraham. Abrahamlah yang menjawab permintaan orang kaya itu. Abrahamlah yang memerintahkan agar orang kaya itu berada di dalam kenyataan akan takdir yang kekal, bukan Lazarus. Orang kaya berada di dalam siksaan, sementara Lazarus menikmati kesenangan bersama dengan Abraham. Siksaan neraka meliputi rasa haus yang luar biasa dan penderitaan karena panasnya api .
Orang kaya yang berada di dalam siksaan neraka melihat Abraham di kejauhan bersama Lazarus yang berada di dekatnya. Dia mengenal Abraham, bapa orang-orang percaya. Dan sebagai orang Yahudi dia mengakui Abraham sebagai bapanya. Dia ingin terhitung sebagai keluarga, meskipun dia lebih merupakan anak Abraham secara fisik daripada secara rohani[29]. Bahkan di neraka dia kelihatannya tidak menyadari bahwa ucapannya yang melanggar perintah Allah di bumi telah mengakhiri tuntutan apa pun atas warisan rohani. Dia sendiri telah mengakhiri ikatan-ikatan rohani dengan Abraham semasa hidupnya dengan jalan tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan sesamanya. Dia tidak hidup untuk Allah dan sesamanya, tetapi dia hidup untuk dirinya sendiri daripada mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Dia telah mengejar tujuannya yang hanya untuk kepuasan diri sendiri. Dan sekarang dia ditinggalkan sendiri di neraka.
Orang kaya itu tidak merasa di dalam neraka karena dia hidup jahat di dunia. Banyak keluarga dan teman-temannya dapat menyaksikan bahwa dia menjadi penduduk yang terhormat dan dia telah membuktikan menjadi tuan rumah yang paling murah hati di dalam menghibur tamu-tamunya. Mereka dapat mengucapkan kata-kata pujian dan penghargaan tentang dia. Tetapi orang kaya itu tidak patut menerima siksaan neraka untuk apa yang sudah dia lakukan selama hidupnya di dunia tetapi untuk apa yang gagal dia lakukan. Dia telah mengabaikan untuk mengasihi Allah dan sesamanya. Dia telah mengabaikan Allah dan firman-Nya.
Di neraka pun orang kaya itu tetap tidak mau bertobat. Dia tidak memohon belas kasihan kepada Allah, tetapi kepada Abraham. Dia memanggil Abraham sebagai bapanya dan mengharapkan bapanya ini berbelas kasihan kepada salah satu keturunannya. Dia meminta Abraham untuk menunjukkan belas kasihan dan mengirimkan kelepasan: "Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku." Dia mengesampingkan kesombongannya karena jika memungkinkan pelayanan dari bekas pengemis itu akan sangat berguna bagi dirinya sendiri. Tetapi nada suaranya menyatakan bahwa dia menganggap Lazarus sebagai seorang hamba yang dapat diutus atas panggilannya dengan persetujuan Abraham. Selama di dunia orang kaya ini tidak pernah menolong Lazarus; tetapi di neraka dia membutuhkan bantuan manusia. Dia mengenal Lazarus, tetapi tidak berbicara pada dia secara langsung. Dia mengharapkan Abraham mengirim Lazarus sebagai seorang hamba yang rendah hati yang siap menanggapi perintah orang kaya tersebut. Dalam beberapa hal, dia bertingkah laku seolah-olah dia masih hidup di dunia.
Sementara Lazarus menikmati kesenangan surgawi, barangkali dengan latar belakang sungai yang mengalir, orang kaya itu menderita luka bakar karena api neraka. Dia menjerit minta air untuk menyejukkan lidahnya, dan dia melihat bahwa Lazarus bisa melakukannya.
Abraham menyebut orang kaya itu dengan sebutan "anak," di mana dia mengenalnya hanya dalam hubungan fisik. Bahkan hubungan inipun tidak dapat melepaskan orang kaya tersebut karena dua alasan: (1) Hukum retribusi, dan (2) Tidak dapat ditariknya kembali keputusan Allah. Pertama, hukum retribusi menetapkan bahwa kehidupan seorang manusia di bumi di dalam kata dan perbuatan berhubungan langsung dengan nasibnya di kehidupan berikutnya. Orang kaya itu telah memilih masa kehidupan yang penuh dengan hal-hal yang baik selama di dunia; di neraka dia menderita kesakitan. Sebaliknya Lazarus menghabiskan masa hidupnya di dalam penderitaan, tetapi sesudah itu menikmati kesenangan surgawi. Kedua, penghakiman Allah yang tidak dapat ditarik kembali dikuatkan dengan adanya jurang yang tidak dapat diseberangi yang berada di antara surga dan neraka. Tidak seorangpun dapat pergi dari surga ke neraka atau sebaliknya. Allah telah menetapkan penghakiman tanpa adanya kemungkinan banding. Keputusan sudah diambil pada saat kematian. Lazarus masuk ke surga dan orang kaya itu masuk ke neraka. Dan di antara kedua tempat itu Allah telah menetapkan jurang yang besar sehingga tidak mungkin lewat dari satu tempat ke tempat lainnya .
Orang kaya itu menyadari keadaannya yang abadi. Keadaannya sendiri telah ditetapkan, tetapi kelima saudaranya belum. Mereka masih dapat mengubah jalan hidup mereka dan terhindar untuk menjalani kekekalan di neraka. Sekali lagi dia memanggil Abraham "bapa," dan sekali lagi dia ingin menggunakan Lazarus sebagai hambanya. Dia meminta Abraham untuk mengirimkan Lazarus ke rumah bapanya, untuk memperingatkan kelima saudaranya, sehingga mereka tidak akan berada di tempat penyiksaan yang telah dia datangi. Dia sepenuhnya sadar akan jurang yang besar antara surga dan neraka, tetapi dia berpikir bahwa seseorang dapat pergi dari surga ke dunia. Dia berpendapat bahwa Abraham memiliki otoritas untuk mengirim Lazarus. Bagaimanapun juga dia menyadari bahwa dirinya sendiri tidak dapat meninggalkan neraka untuk kembali ke dunia. Dia harus tetap tinggal di mana dia berada.
 Lazarus tetap diam selama kehidupannya di dunia, demikian juga selama orang kaya itu berbicara dengan Abraham. Tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya menanggapi keberanian orang kaya yang memberitahu Abraham apa yang harus dilakukan. Abrahamlah yang diajak bicara oleh orang kaya itu, dan Abraham juga yang meresponi.
Abraham menolak untuk mengirim tanda dari surga kepada kelima saudara orang kaya itu. Bahkan dia tidak mengizinkan adanya bentuk-bentuk okultisme. Pernyataan Allah telah diberikan dan itu sudah cukup untuk keselamatan. Abraham memberitahu orang kaya itu bahwa rumah tangga bapanya telah memiliki jalan masuk ke kelima kitab Musa dan semua kitab para nabi. Mereka memiliki Kitab Suci Perjanjian Lama. "Baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu."
Orang kaya itu mengetahui bahwa bapa dan saudara-saudaranya tidak memperhatikan Alkitab dengan sungguh-sungguh. Kelima saudaranya yang belum menikah masih serumah dengan bapanya (jumlah lima ini berubah-ubah) dan hidup dalam kehidupan yang sama dengan orang kaya itu selama di dunia. Bukan kekayaan yang mereka nikmati yang menyebabkan orang kaya itu prihatin, tetapi karena ketidakpedulian mereka terhadap Kitab Suci. Untuk ketiga kalinya dia memanggil Abraham "bapa" untuk meyakinkan bahwa bapa dan saudara-saudaranya pasti akan bertobat jika seseorang datang dari antara orang mati dan pergi kepada mereka. Dia tidak lagi meminta Lazarus diutus. Siapa pun juga boleh melakukan.
Abraham menjawab bahwa seseorang yang bangkit dari antara orang mati tidak akan dapat lagi memberitahu mereka tentang pernyataan Allah dengan lebih terus terang dibandingkan dengan melalui Kitab Suci. Jika seseorang menolak Firman Allah yang tertulis, dia tidak akan bertobat melalui seseorang yang bangkit dari antara orang mati. Raja Saul melihat Samuel yang sudah meninggal dipanggil oleh seorang penenung di En-Dor, tetapi dia tidak bertobat (1 Samuel 28:7-25). Dan orang-orang Farisi melihat Lazarus, saudara Maria dan Marta, bangkit dari kubur. Mereka tidak bertobat tetapi justru berusaha membunuh dia (Yohanes 12:10). Penggunaan nama Lazarus di dalam perumpamaan ini dan di dalam peristiwa kebangkitan Lazarus di Betania sangat mencolok. Pertanyaannya adalah apakah penggunaan ini dapat dianggap sebagai kejadian yang kebetulan. Tetapi, karena latar belakang historisnya yang tepat di mana perumpamaan ini diceritakan tidak ada, suatu usaha untuk menghubungkannya dengan catatan kebangkitan Lazarus di Betania, meskipun maksudnya baik, hampir tidak meyakinkan. Sebaliknya, kebangkitan Lazarus dan kebangkitan Yesus dengan jelas menunjukkan bahwa mereka yang menolak kesaksian pernyataan Allah "tidak mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.".
2. Surga
            Catatan khusus tentang surga itulah bahwa kematian Lazarus mau menegaskan bahwa surga sungguh ada. Surga adalah keadaan bahagia yang sempurna bersama Allaah dalam hidup yang selanjutnya."Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9). Dalam Katekismus gereja (1023-1029) dikemukakan bahwa1023 Those who die in God's grace and friendship and are perfectly purified live for ever with Christ. mereka yang mati dalam anugerah Allah dan persahabatan dan sempurna dimurnikan hidup selama-lamanya bersama Kristus. They are like God for ever, for they "see him as he is," face to face: 598 Mereka seperti Allah untuk selama-lamanya, karena mereka "melihat dia sebagai dia," muka dengan muka: 
By virtue of our apostolic authority, we define the following: According to the general disposition of God, the souls of all the saints . . . Berdasarkan otoritas apostolik kita, kita tentukan yang berikut ini: Menurut disposisi umum Allah, jiwa-jiwa semua orang kudus... and other faithful who died after receiving Christ's holy Baptism (provided they were not in need of purification when they died, . . . or, if they then did need or will need some purification, when they have been purified after death, . . .) already before they take up their bodies again and before the general judgment - and this since the Ascension of our Lord and Savior Jesus Christ into heaven - have been, are and will be in heaven, in the heavenly Kingdom and celestial paradise with Christ, joined to the company of the holy angels. dan setia lain yang meninggal setelah menerima Kristus Baptisan kudus (asalkan mereka tidak membutuhkan pemurnian ketika mereka meninggal,..,. atau jika mereka kemudian tidak perlu atau perlu beberapa pemurnian, ketika mereka telah dimurnikan setelah kematian,... ) sudah sebelum mereka mengambil lagi tubuh mereka dan sebelum penghakiman umum - dan ini sejak Kenaikan Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus ke surga - telah, sedang dan akan di surga, dalam Kerajaan surga dan firdaus surgawi bersama Kristus, bergabung ke perusahaan malaikat-malaikat kudus. Since the Passion and death of our Lord Jesus Christ, these souls have seen and do see the divine essence with an intuitive vision, and even face to face, without the mediation of any creature. 599 Karena Passion dan kematian Tuhan kita Yesus Kristus, jiwa-jiwa ini sudah melihat serta melihat hakikat ilahi dengan visi intuitif, dan bahkan muka dengan muka, tanpa perantaraan makhluk apa pun.
1024 This perfect life with the Most Holy Trinity - this communion of life and love with the Trinity, with the Virgin Mary, the angels and all the blessed - is called "heaven."Ini merupakan kehidupan yang sempurna dengan Tritunggal Mahakudus , inilah persekutuan kehidupan dan cinta dengan Tritunggal, dengan Perawan Maria, para malaikat dan semua yang diberkati disebut "surga." Heaven is the ultimate end and fulfillment of the deepest human longings, the state of supreme, definitive happiness. Surga adalah tujuan akhirnya dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia, keadaan tertinggi, kebahagiaan yang pasti. 1025 To live in heaven is "to be with Christ." Untuk hidup di surga adalah "harus dengan Kristus." The elect live "in Christ," 600 but they retain, or rather find, their true identity, their own name. 601 1026 By his death and Resurrection, Jesus Christ has "opened" heaven to us.Dengan kematian dan kebangkitan, Yesus Kristus telah "membuka" surga bagi kita. The life of the blessed consists in the full and perfect possession of the fruits of the redemption accomplished by Christ. Kehidupan diberkati terdiri dalam kepemilikan penuh dan sempurna dari buah penebusan yang dilakukan oleh Kristus. He makes partners in his heavenly glorification those who have believed in him and remained faithful to his will. Dia membuat mitra dalam kemuliaan surgawi-Nya orang-orang yang percaya kepada-Nya dan tetap setia kepada kehendak-Nya. Heaven is the blessed community of all who are perfectly incorporated into Christ. Surga adalah komunitas yang diberkati dari semua yang sempurna yang dimasukkan ke dalam Kristus. Yang masuk ke dalam kemuliaan surgawi hanya mereka yang memiliki rahmat dalam jiwa mereka pada saat ajal.
Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang disebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. (Matius 25:34)
            Seperti Lazarus boleh dikatakan bahwa hidup dalam kemuliaan surgawi merupakan kebahagiaan yang sempurna. Ini karena Allah menciptakan kamu bagi Diri-Nya sendiri dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kamu dapat dan akan menemukan sukacita dan kepuasan yang sempurna hanya dalam Diri-Nya saja. "Engkau telah menciptakan kami bagi Diri-Mu sendiri, ya Tuhan, dan hati kami tidak akan pernah tenang sampai mereka beristirahat dalam Engkau." (Santo Agustinus)




3. Neraka
Neraka adalah keadaan di kehidupan yang berikut di mana jiwa-jiwa yang malang menderita untuk selamanya bersama-sama dengan para iblis. Alkitab dan Tradisi seringkali menyinggung tentang hukuman yang kekal di neraka. Yang masuk dalam neraka adalah seperti orang kaya dalam kisah si kaya dan Lazarus yang miskin. Penghuni neraka adalah mereka yang meninggal dengan menanggung dosa maut. Bahwa seperti si kaya yang tidak bisa lagi keluar dari neraka, demikian juga siapa saja yang masuk dalam keadaan neraka tidak bisa lagi keluar. Neraka itu kekal, dan barangsiapa masuk ke sana akan tetap tinggal disana untuk selama-lamanya. Di neraka orang hidup terpisah dengan Allah, sengsara api, penyesalan, ditemani oleh mereka yang dikutuk oleh Allah. Di tempat tersebut, terjadilah perpisahan abadi dengan Allah, sumber segala kasih dan kebahagiaan; ini adalah duka dan sengsara terbesar di neraka. Di sinilah terdapat siksaan yang abadi seperti si kaya yang kesakitan.Yesus sendiri seringkali bicara tentang "api yang tidak pernah padam" di neraka dan mengatakan bahwa jiwa-jiwa yang terkutut akan "disaluti dengan api" (Markus 9:43) yang adalah "api abadi" (Matius 25:41)
G. Aplikasi Pastoral
Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin sama sekali tanpa pendahuluan dan tidak mempunyai penutup yang khusus. Perumpamaan seperti itu dapat diceritakan kapan saja selama pelayanan Yesus di dunia. Tetapi karena Lukas telah mencatat perumpamaan ini sebagai sambungan dari perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur, dan karena dia menyatakan reaksi orang Farisi terhadap pengajaran Yesus, "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Lukas 16:13), kita boleh berasumsi bahwa ketika Yesus menceritakan kisah orang kaya dan Lazarus yang miskin ini, orang-orang Farisi ada di sana." Orang-orang Farisi adalah orang-orang yang kemungkinan besar mendengarkan perumpamaan ini. Konteks yang dekat menunjukkan bahwa karena mereka mencintai uang orang-orang Farisi mencemooh Yesus (Lukas 16:14). Juga karena mereka membenarkan diri sendiri di depan manusia, seperti yang Yesus katakan, mereka merasa diri benar (Luk 16:15). Tetapi Allah mengetahui hati mereka. Yesus melihat ketidakkonsistenan di dalam hidup mereka dan mengajarkan sebuah cerita tentang seseorang yang mencintai uang, hidup dalam kemewahan, dan mengira bahwa sebagai keturunan Abraham, ia terjamin keselamatannya. Isi dari perumpamaan ini berhubungan dengan komentar yang ditujukan kepada orang-orang Farisi yang merupakan wakil dari orang-orang yang mencintai uang dan membenarkan diri sendiri."
 Di dalam konteks yang lebih luas dari serangkaian perumpamaan-perumpamaan yang dicatat oleh Lukas, pertanyaan-pertanyaan yang sebaiknya diajukan adalah: "Orang kaya dan Lazarus ini menggambarkan siapa?" dan "Mengapa Yesus tidak menceritakan kisah tentang pemungut cukai yang kaya dan ahli Taurat yang miskin?" Orang-orang Farisi menganggap para pemungut cukai sebagai "orang berdosa" yang menghadapi resiko kehilangan hak sebagai anak-anak Abraham dan tidak termasuk ke dalam umat perjanjian Allah. Tetapi karakter yang digambarkan Yesus di dalam perumpamaan ini adalah dua orang yaitu yang satu orang kaya dan yang satunya lagi miskin. Orang yang kaya hidup dalam kehidupan yang terhormat, menyebut Abraham sebagai bapanya, dan menghabiskan kekekalannya di dalam neraka. Orang yang miskin tidak pernah membuka mulutnya di bumi atau di surga, tetapi dia menduduki tempat duduk kehormatan di sebelah bapa Abraham.
Orang-orang Farisi dapat mengenali diri mereka sendiri di dalam diri orang kaya. Mereka bereaksi keras dan menentang peringatan Yesus yaitu bahwa mereka tidak dapat melayani Allah dan uang. Dengan mencemooh Yesus, nyatalah bahwa mereka adalah orang¬orang yang mencintai uang. Mereka juga adalah orang-orang yang selalu menyebut Abraham sebagai bapa mereka dan mengira bahwa hubungan mereka dengan bapanya menjamin masa depan mereka. Orang kaya itu menyebut Abraham sebagai bapanya sebanyak tiga kali. Tetapi Abraham, meskipun mengakui keturunannya secara fisik dengan menyebut dia "anak" untuk pertama kalinya, tetapi jawaban berikutnya menjadi jelas bahwa hubungan fisik saja tidak cukup[30]. Karena itu orang-orang Farisi tidak dapat berharap pada keturunan Abraham secara fisik semata-mata untuk menjamin sebuah tempat bagi mereka di surga.
Selanjutnya, orang-orang Farisi adalah mereka yang mengajarkan hukum retribusi dalam hubungannya dengan kehidupan yang akan datang. Doktrin ini tidak sesuai dengan pengajaran Yesus. Hal ini asing bagi-Nya. Tetapi Yesus menaruh doktrin orang-orang Farisi di dalam mulut Abraham. "Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita." Yesus menerapkan hukum retribusi ini kepada orang-orang Farisi, yang mendengar teologi mereka sendiri dari bibir Abraham. Mereka adalah orang-orang yang telah menciptakan jurang yang besar antara diri mereka dengan masyarakat yang terbuang secara sosial dan moral. Orang-orang yang terbuang ini hidup dalam kemiskinan ekonomi dan kemiskinan religius yang sangat parah. Tidak seorang pun di dalam komunitas Yahudi yang memberikan makanan rohani kepada mereka; mereka benar-benar terbuang. Kalau ada orang yang mempertanyakan sikap orang-orang Farisi terhadap orang-orang yang terbuang ini, maka jawaban yang diberikan adalah mereka yang terbuang memiliki kesaksian Musa dan para nabi, biarkan mereka mendengarkan hukum itu dan bertobat. Orang-orang Farisi mendengarkan ucapan mereka sendiri dari Abraham secara jelas dan langsung. Orang-orang Farisi digambarkan sebagai orang kaya di neraka, dan orang-orang yang terbuang diwakili oleh Lazarus.
Di dalam menghadapi Yesus, orang-orang Farisi sudah lebih dari satu kali meminta tanda dari surga kepada Yesus. Mereka meminta tanda dari Yesus dengan tujuan untuk mencobai Yesus; mereka mungkin tidak mau percaya kepada-Nya jika Dia tidak memberi tanda yang supranatural. Sekarang orang-orang Farisi mendengar di dalam perumpamaan bahwa orang kaya itu meminta Abraham suatu tanda dari surga. Tetapi Abraham menolak permintaannya. Dia berkata, "Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." Di dalam permintaan orang kaya itu, orang-orang Farisi mendengar gema dari perkataan mereka sendiri. Perumpamaan ini ditujukan kepada mereka.
















KEPUSTAKAAN
Tom Jacobs, Lukas, Pelukis Hidup Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 2006)
F.L. Griffith, Stories of the High Priests of Memphis (Oxford: n.p., 1900)
I Suharyo, Mengenal Tulisan Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1991)
John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996)
B. J. Boland, Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999)
A.A. Sitompul dan U. Beyer, Metode Penafsiran Alkitab (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1985)
Von Rad, Gerhard, 1962, Old Testament Theology, Vol. I : The Theology of Israel`s Historical Traditions, (Edinburgh: Oliver and Boyd, Ltd.)
Auguste Stock, “The Structure of Mark”, dalam The Bible Today (September 1985)
RC Tannerhill, Kesatuan Narasi Lukas-Kisah Para Rasul: Sebuah Interpretasi Sastra, Volume 1: Injil Menurut Lukas (Philadelphia: Fortress, 1986)
Xavier Leon-Dufour, “Kiasmus”, Ensiklopedi Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1990)
Stefan Leks, Tafsir Injil Lukas (Yogyakarta: Kanisius, 2003)
Joachim Jeremias, Perumpamaan Yesus (Edisi Kedua /revisi; Scribners, 1972) 1
Archibald M. Hunter, Interpretating of Parable (Westminster Press, 1960)8
T.W. Manson, The Sayings of Jesus (London: SCM Press, 1950)
Joseph A. Fitzmeyer, The Gospel According to Luke (New York: Translation and Notes, 1981)
F.H. Capron, "Son in the Parable of the Rich Man and Lazarus," ExpT13 (1901):
http://www.dianweb.org/Manusia/MAN_4.HTM




[1] Tom Jacobs, Lukas, Pelukis Hidup Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.105
[2] Sebelum zaman Yesus, beredar sebuah dongeng rakyat Mesir yang terkenal, yang menceritakan tentang seorang kaya yang berpakaian lenan halus dan seorang miskin yang duduk di atas tikar jerami, dimana sesudah mati peranan mereka dibalik. Cerita rakyat ini dibawa ke Israel oleh orang-orang Yahudi Alexandria, yang diubah dan menjadi bagian dari adat dan pengetahuan orang Yahudi. Di dalam cerita yang sudah diubah ini, seorang pemungut cukai yang kaya bernama Bar Ma'jan dan seorang guru Taurat yang miskin dikuburkan. Sesudah kematian, guru itu berjalan-jalan di sepanjang sungai yang lebar di sorga sementara pemungut cukai yang berdiri di dekat air tidak dapat menjangkau air untuk memuaskan dahaganya. Lihat F.L. Griffith, Stories of the High Priests of Memphis (Oxford: n.p., 1900)
[3] Bdk. I Suharyo, Mengenal Tulisan Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 16
[4] Ada bahaya jika teks ini diartikan secara harafiah, yaitu seakan-akan ada pertentangan dengan bagian Kitab Suci lain, misalnya: 1) Malaikat membawa Lazarus kepada Abraham, seharusnya dibawa kepada Allah. Tidak diceritakan mengenai Allah dalam cerita tersebut, namun dialog antara Abraham dan orang kaya. 2) Orang kaya itu masih ingat pada Lazarus dan juga saudara-saudaranya. Padahal Yesaya 65: 17 mengatakan perkara-perkara yang lama bahkan tidak diingat lagi. 3) Alkitab menunjukkan bahwa orang-orang mati (yang percaya maupun tidak) berada dalam kubur mereka; dan bahwa mereka akan mendegar suara Yesus dari kubur mereka (Yohanes 5: 28, 11:43; 12:17), dan bukan dari surga atau neraka. 4) Surga seolah-olah "bertetangga" dengan Neraka dimana mereka bisa saling melihat dan berbicara. Ini dapat membuat "ratap tangis dan kesedihan" di surga jika melihat orang-orang yang mereka kenal ada di neraka. Padahal Wah 21 : 4  menyatakan "Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu."  http://www.dianweb.org/Manusia/MAN_4.HTM

[5] Mengklasifikasikan parabel tidak selalu mudah. Beberapa parabel menggambarkan karakteristik dari dua grup—true parable dan story parable— dan mungkin bergabung pula dengan grup yang lain. Selain itu, Injil juga mengandung banyak perkataan-perkataan parabolis. Seringkali sangat sulit untuk menentukan secara tepat mana yang merupakan parabel dan mana yang merupakan perkataan parabolis. Pengajaran Yesus tentang ragi (Luk 13:20,21) diklasifikasikan sebagai true parabel, namun pesanNya yang lebih panjang akan garam (Luk.14:34,35) disebut perkataan parabolis. Lebih jauh lagi, beberapa perkataan Tuhan Yesus diperkenalkan sebagai parabel. Bdk. John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm.140-151
[6] B. J. Boland, Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 397
[7] Bdk. A.A. Sitompul dan U. Beyer, Metode Penafsiran Alkitab (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1985), hlm. 134
[8] Von Rad, Gerhard, 1962, Old Testament Theology, Vol. I : The Theology of Israel`s Historical Traditions, (Edinburgh: Oliver and Boyd, Ltd.)
[9] Tom Jacobs, Lukas, Pelukis Hidup Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.123
[10] Aspek topologis adalah pembagian cerita atau karangan menurut tempat (Bdk. Auguste Stock, “The Structure of Mark”, dalam The Bible Today (September 1985), hlm. 294
[11] RC Tannerhill, Kesatuan Narasi Lukas-Kisah Para Rasul: Sebuah Interpretasi Sastra, Volume 1: Injil Menurut Lukas (Philadelphia: Fortress, 1986) 127-128 (Philadelphia: Fortress, 1986), 127-128.

[12] Chiastic menunjuk pada kiasmus, yaitu susunan kata dalam suatu kalimat atau unsur-unsur suatu perikop atau karangan yang dibuat sedemikian rupa sehingga pasangan masing-masing setelah dikelompokkan pada suatu pusat saling berhubungan. Xavier Leon-Dufour, “Kiasmus”, Ensiklopedi Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1990)
[13] Stefan Leks, Tafsir Injil Lukas (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 434
[14] Tom Jacobs, Lukas, Pelukis Hidup Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 103
[15] Joachim Jeremias, Perumpamaan Yesus (Edisi Kedua /revisi; Scribners, 1972), hal 183. 183.
[16] . Oesterley, Parables, 205; Jeremias, Parables, 184. Jeremias informs us, "We are not to think of 'that which fell from the rich man's table' as 'crumbs,' but as pieces of bread which the guests dipped in the dish, wiped their hands with, and then threw under the table."[5]
[17] Archibald M. Hunter, Interpretating of Parable (Westminster Press, 1960), hal 84. 84.
[18] Tom Jacobs, Lukas, Pelukis Hidup Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 103
[19] Lihat T.W. Manson, The Sayings of Jesus (London: SCM Press, 1950), hlm. 299
[20] Orang kaya tersebut memang merupakan anak Abraham, tetapi ia tidak berhak ikut serta dalam kebahagiaannya. Abraham memang adalah bapaknya, sebab sebagai orang Yahudi, ia memang anaknya (bdk. Luk 3:8)
[21] Implikasinya bukanlah bahwa seorang percaya harus menjalani hidup miskin agar dapat masuk ke surga. Selama hidupnya di dunia, Abraham terhitung di antara orang kaya. Pokok masalahnya adalah hubungan manusia dengan Allah dan sesamanya.
[22] Orang kaya dikubur. Ini berarti bahwa jenazanya diletakkan di dalam makam miliknya. Hanya orang-orang kaya yang memiliki makam. Yosef dari Arimatea misalnya menyediakan makamnya bagi jenazah Yesus. Orang kaya pastinya dikuburkan secara meriah.
[23] Bahwa Yesus mengajarkan sebuah doktrin tentang neraka di dalam istilah-istilah yang blak-blakan jelas dari banyak referensi tentang api neraka di dalam Injil. Tidak dapat disangkal bahwa kata neraka di dalam teks-teks ini adalah kata Gehenna dan bukan Hades. Yesus menjelaskan neraka sebagai sebuah tempat hukuman, demikian juga para rasul. Lihat di antara perikop-perikop lain di dalam Matius 5:22, 29, 30; 7:19;'8:12; 10:28; 18:8,9; 22:33; 25:41; dan ayat-ayat paralel.
[24] Dalam Sir 21:9 dinyatakan: “Himpunan orang fasik merupakan timbunan ampas kayu lenan, dan nyala api menjadi kesudahannya (Yes 66:24).
[25] Paulus di dalam suratnya kepada jemaat di Roma menyentuh masalah ini ketika dia menulis: "Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel, dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham" (Rm 9:6, 7).
[26] Seorang Yahudi menyombongkan diri di atas fakta bahwa dia adalah keturunan Abraham - Matius 3:8, 9 dan Yohanes 8:33-39. Seorang Yahudi yang dikucilkan tidak boleh menyatakan bahwa Abraham adalah bapanya, tetapi setiap orang Yahudi dengan perbuatan-perbuatan baik termasuk ke dalam umat perjanjian Israel dan dapat memanggil Abraham sebagai bapa.
[27] Stefan Leks, Tafsir Injil Lukas, hlm. 442
[28] Ibid
[29] Joseph A. Fitzmeyer, The Gospel According to Luke (New York: Translation and Notes, 1981), hlm. 72
[30] F.H. Capron, "Son in the Parable of the Rich Man and Lazarus," ExpT13 (1901): 523